MUHAMMAD IQBAL
“Muhammad Iqbal: Sang
Penyair yang Pemikir dari Pakistan”
Makalah Ini Disusun Sebagai
Tugas Nilai Perbaikan Pada Mata Kuliah PPMDI I
Dosen:
Drs. Ahmad
Irfan Mufid M.A.
Disusun Oleh:
Nasrullah
106011000133
Jurusan Pendidikan Agama
Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah seru sekalian
alam karena hanya dengan petunjuk dan pertolongan-Nya semata penulis dapat
merampungkan makalah berjudul “Muhammad Iqbal: Sang Penyair yang Pemikir dari
Pakistan” ini. Shalawat salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Saw
beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Islam adalah
agama yang dinamis dan bukan statis. Begitulah salah satu ide pembaharuan yang
diusung oleh tokoh pembaharu dari Pakistan ini ketika umat dan peradaban Islam
sedang mengalami masa kemunduran. Dalam kondisi banyak wilayah Islam dan
negaranya sendiri terpuruk dan terjajah, beliau mengajak umat Islam untuk
bangkit dan tidak pasrah dengan keadaan yang ada serta mengajak mereka untuk
memperbaiki diri. Terlebih melihat keadaan kaum muslimin yang tertinggal dalam
bidang ilmu pengetahuan dan kejumudan di bidang pemikiran beliau merasa bahwa
umat harus mengambil nilai dan etos positif dari barat untuk melengkapi ajaran
Islam yang sejatinya memiliki jiwa yang dinamis dengan kemajuan zaman.
Dalam makalah ini penulis berusaha mengumpulkan serpihan-serpihan
informasi berkaitan sang tokoh dan sifatnya hanya bersifat deskriptif. Hal ini
mengingat sumber terbatas yang penulis dapatkan dan karena kedhaifan penulis
belum memiliki otoritas akademis dan kapabilitias untuk menganalisis secara
mendalam ide-ide dari tokoh besar yang memiliki cakrawala yang amat luas dan
mendalam tentang apa yang ia utarakan dan perjuangkan. Oleh karena itu penulis
memohon maaf sebelumnya bila dalam struktur maupun isi dari tulisan ini masih
teramat jauh dari sempurna. Segala saran dan kritik yang disampaikan penulis
harapkan agar menjadi sarana perbaikan baik bagi tulisan ini maupun bagi
penulis sebagai pribadi. Di atas itu semua penulis menyampaikan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut andil sehingga
tulisan ini dapat penulis rampungkan, jazakumullah, hanya Allah Swt semata yang
dapat memberikan balasan terbaik atas jasa-jasa yang telah diberikan. Semoga penulis dan pembaca beroleh manfaat
dan selalu diberikan tambahan ilmu agar menjadi pribadi muslim yang beriman dan
berilmu pengetahuan untuk selanjutnya mewujudkannya dalam amal shaleh yang
nyata.
Tulisan
dirampungkan
Jumat,
26 April 2013
Nasrullah
(106011000133)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
BAB I.
PENDAHULUN ............................................................................... 1
BAB II.
MUHAMMAD IQBAL: SANG PENYAIR DAN PEMIKIR DARI PAKISTAN 4
1.
Biografi Sang
Tokoh ........................................................................ 4
2.
Sekilas Latar
Belakang Sosio Politik di Masa Muhammad Iqbal ... 6
3.
Pemikiran
Muhammad Iqbal ........................................................... 9
4.
Pandangan Tokoh
Tentang Sang Pembaharu ............................... 13
BAB III.
KESIMPULAN ........................................................................... 15
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah sebuah agama yang istimewa. Ia adalah agama yang
memiliki sisi yang yang saling melengkapi antara satu sama lain. Ia memiliki
sisi substansi dasar yang tidak dapat diganggu gugat misalnya di bidang akidah
dan tauhid. Ia juga memiliki sisi yang fleksibel misalnya dalam hal muamalah,
peradaban, segi-segi fiqih yang sifatnya ijtihadi, serta mengakomodasi manusia
dalam memahami agama dengan sempurna agar dapat merespon perubahan dan kemajuan
zaman yang dihadapi oleh manusia pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya.
Ia sejatinya adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk jaya dunia dan jaya
akhirat. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana agama ini dengan teladan dari
Nabi Muhammad Saw sebagai penyampai risalah ini beserta para sahabat dan
umatnya yang memahami betul agama ini, peradaban Islam mampu membuktikan
keunggulannya di panggung sejarah dunia.
Agama Islam di masa awal kehadirannya di jazirah Arab di bawah
asuhan dan bimbingan Nabi Muhammad Saw, dilanjutkan oleh khulafaur rasyidin,
dan dinast-dinasti Islam sesudahnya telah membuat dunia tercengang dengan
prestasinya yang luar biasa. Bahkan Islam telah mampu mengukir masa keemasan
pada masa dinasti Abbasiyah[1]. Akan
tetapi, sebagaimana nasib berbagai peradaban dunia lainnya, peradaban Islam ini
pun kemudian menemui masa kemundurannya. Kemunduran ini disebabkan berbagai hal
yang secara garis besar dibedakan menjadi faktor eksternal dan internal. Namun,
menurut Bapak Ahmad irfan Mufid ketika mengisi mata kuliah PPMDI I pada 24
April 2013 yang penulis ikuti kemunduran tersebut bukanlah segi ajaran agama
Islam, tetapi yang terjadi sebenarnya adalah kemunduran di bidang ilmu
pengetahuan dan fanatisme terhadap kelompok atau aliran tertentu. Analisa lebih
jauh dikemukakan oleh H.A. Mukti Ali dalam pengantar bukunya Alam Pikiran Islam
Modern di Pakistan dan India. Beliau menyatakan bahwa setelah abad ketiga belas
atau sesudah itu orang menduga Islam mengalami kemandekan – yaitu tetap berada
dalam bentuk yang dicetak oleh ulama-ulama dari abad-abad pembentukan
sebelumnya. Bahkan sering ada anggapan bahwa kalau pun ada perubahan, yang
terjadi adalah perubahan yang mengarah pada kemunduran. Pandangan tersebut
tampaknya betul dan pada kenyataannya ini dipegang oleh kebanyakan sarjana
Muslim modern sendiri[2].
Akan tetapi - beliau mengingatkan - bahwa tidak ada organisasi kepercayaan dan
pemikiran umat manusia yang begitu besar, seperti Islam, yang benar-benar
berhenti selama enam abad. Memang betul bahwa formulasi-formulasi eksternal
dari agama Islam menunjukkan perkembangan yang sedikit sekali selama enam abad
itu. Tetapi sebenarnya struktur dalam dari kehidupan agama umat Islam mengalami
adaptasi yang luar biasa dalam menghadapi berbagai macam masalah, yang
prosesnya menimbulkan energi ekspansif yang menemukan penyalurannya dalam
berbagai macam kegiatan. Beliau mengajak untuk mempertimbangkan bukti-bukti
eksternal dari vitalitas yang ditunjukkan Islam pada rentang waktu abad ketiga
belas hingga sembilan belas – yang disebut masa kemunduran itu- di antaranya
berdirinya imperium Utsmaniyah di Timur Dekat yang menghimpun wilayah sampai ke
Eropa Timur, kemudian imperium Mongol di India, kebangkitan kembali Syi’ah di
Persia, ekspansi Islam sampai ke Indonesia dan semenanjung Malaysia,
pertumbuhan masyarakat Muslim di Cina, pengusiran orang-orang Spanyol dan
Portugis dari Maroko dan perluasan Islam di Afrika. Mungkin ahli-ahli sejarah
kuno menganggap ekspansi tersebut bermuatan militer semata. Dan memang
sewajarnya elemen kekuatan militer itu masuk dalam daftar pertimbangan kita.
Namun demikian, agama yang meluaskan diri dan menguasai daerah yang begitu luas
tentu merupakan agama yang hidup, dan bukan hanya kepercayaan dan amalan yang
mati saja. Kita mengetahui peranan yang dilakukan oleh kepercayaan yang hidup
itu, pertama-tama dalam menghimpun kekuatan militer lalu mengatur struktur dan
organisasi imperium yang didirikan, memperbaiki kerusakan-kerusakan yang
ditimbulkan oleh perang dan mengatur kehidupan sosial masyarakat[3].
Dinamika ini juga terjadi pada tokoh-tokoh pembaharuan Islam yang
tentu saja dipengaruhi oleh keadaan yang dihadapi oleh masing-masing mereka.
Dinamika pemikiran dan perbedaan dalam titik tekan ide pembaharuan yang dibawa
oleh sang tokoh tidak jauh dari pengaruh kemampuan yang dimilikinya serta
kebutuhan berdasarkan kondisi yang dihadapi masyarakat dan zaman dimana mereka
berada. Dalam makalah ini penulis memfokuskan diri pada pembahasan tentang
seorang tokoh pembaharuan Islam yaitu Muhammad Iqbal. Seorang tokoh yang
digambarkan oleh K.G. Sayyidain dalam dedikasi bukunya Iqbal’s Education
Philosophy sebagai “Great poet, great philospher, great muslim and great
humanist” (Penyair, filosof, muslim dan humanis yang hebat).[4]
BAB II
MUHAMMAD IQBAL:
SANG PENYAIR DAN PEMIKIR DARI
PAKISTAN
(22 FEBRUARI 1873 – 18 MARET 1938)
1.
Biografi Sang Tokoh
Muhammad Iqbal adalah seorang anak keturunan dari kelas Brahmana (kelas
sosial tertinggi di India), dilahirkan tanggal 22 Februari 1873 M di Sialkot,
Punjab, Pakistan. Ayahnya yang bernama Muhammad Nur, seorang sufi yang saleh.
Sejak masih anak-anak, agama sudah tertanam dalam jiwanya. Pendidikan agama
selain dari orang tua, juga didapatkan dengan mengaji kepada Mir Hassan. Di
rumah sang guru ini, ia selain belajar mengaji agama juga belajar mengubah
sajak. Kebetulan Mir Hassan sendiri sudah melihat bakat terpendam darinya[5].
Adapun Mir Hassan adalah ulama yang memiliki kaliber besar yang tak lain adalah
kawan ayahnya[6].
Allama Iqbal International. Nama harum sang
tokoh terukir dan menjadi nama bandara internasional di Pakistan
Kecerdasan
Iqbal itu, ia buktikan dalam menapak jenjang pendidikan. Dibantu oleh Mir
Hassan ini, ia memasuki sekolah Scottish Mission School. Tamat di sini, ia
melanjutkan ke Government College dan memperoleh gelar sarjana muda (BA) 1897
dan tahun 1905 ia memperoleh gelar MA. di bidang filsafat. Di perguruan tinggi
ia berkenalan dengan seorang guru besar, Thomas Arnold yang banyak membentuk
jiwa filosofisnya. Guru besar ini menyarankan Iqbal untuk mengambil program
doktor ke London. Dalam waktu satu tahun program itu dapat diselesaikan di
Universitas Cambridge di bawah promotor Mc. Taggart. Atas saran gurunya
tersebut, ia mendalami filsafat di Jerman dan untuk kedua kalinya menyelesaikan
doktor dengan judul disertasi The Development of Metaphysics in Persia di
Universitas Munich. Selesai studi di luar negeri, ia kembali mengambil program
studi hukum dengan meraih keahlian di bidang keadvokatan. Ini masih tidak
memuaskannya, ia kembali kuliah School of Political Sciencis[7].
Setelah mengenyam pendidikan di luar negeri, pada Agustus 1908 beliau kembali
ke India.
2.
Sekilas Latar Belakang Sosio Politik di Masa Muhammad Iqbal
Sebelum memasuki pembahasan tentang
tentang gambaran latar belakang sosio politik di masa Muhammad Iqbal, penulis
merasa perlu untuk mencantumkan periodesasi peradaban Islam. Hal ini agar kita
mendapatkan gambaran secara general tentang jatuh bangun peradaban yang telah
dilalui oleh umat muslim sejak awal hingga sekarang. Mengutip penjelasan oleh
Harun Nasution sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Pembaharuan dalam Islam
tentang periode sejarah peradaban Islam, beliau membaginya menjadi tiga periode
yaitu: periode klasik, pertengahan dan modern. Lebih jauh periode-periode
tersebut diuraikan sebagai berikut.
a.
Periode
klasik
Periode klasik terjadi antara tahun 650-1250 M, merupakan zaman
kemajuan dan dibagi ke dalam 2 fase: (1) fase ekspansi, integrasi dan puncak
kemajuan (650-1000). Di zaman ini daerah Islam meluas melalui Afrika utara
sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur.
Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang mulanya berkedudukan di
Madinah, kemudian ke Damsyik dan terakhir di Baghdad. Pada masa ini berkembang
pesat ilmu pengetahuan baik dalam bidang agama maupun non agama dan dalam
bidang kebudayaan Islam. Fase ini menghasilkan ulama-ulama besar dalam berbagai
disiplin ilmu. Seperti Imam Malik, Imam Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibnu
Hambal dalam bidang hukum. Imam Al- Asy’ari, Imam Al Maturidi, pemuka-pemuka
Mu’tazilah seperti Wasil bin Atha, Abu Huzail dan Al Jubba’i dalam bidang
teologi. Zun Nun Al Mishri, Abu Yazid Al Busthami dan Al Hallaj dala bidang
mistisisme (tasawuf). Dan berbagai bidang lainnya seperti bidang filsafat,
sains dan sebagainya. (2) Fase disintegrasi (1000-1250 M). Di masa ini keutuhan
umat Islam dalam bidang politik mulai pecah. Kekuasaan khalifah mulai menurun
dan akhirnya Baghdad dijatuhkan oleh Hulagu Khan dari Mongol pada tahun 1258
M.
b.
Periode
pertengahan
Periode pertengahan (1258-1800 M) juga dibagi ke dalam dua fase:
(1) fase kemunduran (1258-1500 M) terlihat di sini desentralisasi dan
disintegrasi bertambah meningkat, terlihat perbedaan antara Sunni-Syi’ah,
demikian juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatannya. (2) Fase
tiga kerajaan besar yang masing-masing mulai dengan masa kemajuan (1500-1700 M)
dan masa kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan
Utsmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia[8]
dan Kerajaan Mughal di India.
c.
Periode
modern
Periode modern (1800 M dan seterusnya) merupakan zaman kebangkitan
umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat telah mengingatkan umat Islam akan
kelemahannya dan menyadarkan umat bahwa di Barat telah timbul peradaban yang
lebih tinggi dan sedang mengancam peradaban Islam.[9]
Dengan melihat
periodesasi di atas, dapat disimpulkan bahwa Muhammad Iqbal ini berada di
periode modern dimana Islam mulai zaman kebangkitannya dengan kesadaran akan
bahaya imperialisme barat, upaya menyadarkan umat untuk bangkit dari tidur
panjang akibat kejumudan yang telah kronis pada umat secara luas. Iqbal datang
dengan membawa ide dinamisme dan mendobrak kejumudan dan keadaan statis umat di
masanya.
Di sisi lain,
keadaan internal di India saat itu juga sedang bergolak. Ketegangan-ketegangan
komunal antara pemeluk Islam dan Hindu juga menjadi latar belakang keadaan
sosial saat itu. Dominasi kaum nasionalis Hindu yang mengakar kuat termasuk di
birokrasi juga menyulitkan bagi muslim untuk masuk dan ikut berpartisipasi.
Ketegangan dan sikap antipati antara dua kelompok penganut agama tersebut
akhirnya mengantarkan Iqbal pada kesimpulan bahwa umat Hindu dan Muslim di
India adalah dua bangsa yang terpisah[10].
Iqbal juga mempertimbangkan tentang peran penting umat Islam di India saat itu.
Setelah kekhilafahan di Turki jatuh, tidak ada lagi kekuatan Muslim kelas satu
bahkan kelas dua yang tertinggal. Mengingat jumlah kaum Muslim
India yang memiliki jumlah lebih besar dibanding umat muslim di negeri-negeri
Asia lainnya, ia menyatakan bahwa umat Muslim India harus mempertimbangkan diri
sebagai kekayaan paling besar dari Islam. Dan mengajak agar Muslim India
berusaha agar mampu berdiri di atas kaki sendiri[11].
3.
Pemikiran Muhammad Iqbal
Berdasarkan
pembahasan pada poin-poin sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa Muhammad Iqbal
ialah tokoh yang memiliki banyak kelebihan. Muhammad Iqbal adalah seorang
penyair dan juga seorang filosof, tetapi pemikirannya mengenai kemunduran dan
kemajuan Islam mempunyai pengaruh pada pergerakan pembaharuan dalam Islam.[12]
Since the life
of the Universe comes from the strength
of the self
Life is in
proportion to this strength;
When a drop of
water gets the self’s lesson by heart
It makes its
worthless existence pearl!
As the grass
discovered the power of growth in its self,
Its aspiration
clove the breast of the garden!
Because the
Earth has a being that is firm
The captive
moon goes round it perpetualy!
The being of
the Sun is stronger than of the Earth,
Therefore is
the Earth bewitched by the Sun’s eye!
When Life
gathers strength from the self,
The river of
life expands into an ocean.
Petikan dari
Asrar-i-Khudi karya Muhammad Iqbal dari buku K.G. Sayyidain dalam Iqbal’s
Educational Philosophy
H.A Mukti
menyoroti adanya perubahan pada diri Iqbal dalam hal pemikiran. Beliau
memandang bahwa sejak Iqbal melanjutkan pendidikan ke Eropa pada tahun 1905 dan
ketika kembalinya ke India pada tahun 1908. Ia pergi ke Inggris sebagai
nasionalis dan panteis, tetapi kembali ke India sebagai Pan Islamis dan
hampir-hampir saja puritan (pemurni).
Penelitiannya tentang sejarah tasawuf Islam yang kemudian dituangkan
dalam disertasinya yang berjudul Development of Metaphysics in Islam
membawanya pada kesimpulan bahwa tasawuf, tidak mempunyai dasar yang kukuh dan
historis dalam ajaran Islam yang murni[13].
Hal ini tampaknya berdasar pada pemahaman beliau bahwa tasawuf cenderung
mengajarkan kepasrahan yang kemudian berdampak pada pola pikir statis, yang
tentunya sangat bertentangan dengan pemahamannya bahwa agama Islam itu
merupakan agama yang dinamis dan bahwa hidup itu adalah gerak. Tasawuf yang
mengajarkan pentingnya fokus perhatian hanya kepada Tuhan dan melebihkan
apa-apa yang ada di balik materi juga menurutnya membuat umat kurang
memperhatikan soal kemasyarakatan dalam Islam.[14] Perubahan itu dapat dilihat dalam rentang
waktu ini, tepatnya ketika pada bulan Maret 1907 ia menulis syair pertamanya
yang menunjukkan perubahan sikap tersebut:
Waktu
keterbukaan telah tiba,
Yang
tercinta akan dapat dilihat oleh semua.
Rahasia
yang tertutup oleh keheingan sekarang ini
akan
tampak nyata.
Si
Pembawa cawan yang berputar-putar akan pergi,
manakala
pecinta anggur minum dalam kesunyian:
Seluruh
dunia sekarang ini akan menjadi kedai minum,
dan
semua akan minum di tempat terbuka.
Karena
Makkah yang membisu telah menerangkan
pada
telinga yang mengharap akhirnya,
Bahwa kesatuan
yang dibikin dengan penghuni pada pasir
akan ditegakkan lagi.
Singa
itu yang muncul dari rambu dan
menyusahkan
kerajaan Romawi.
Aku
dengar dari Malaikat, akan bangkit sekali lagi.
Wahai
penghuni dunia Barat,
Dunia
Tuhan adalah bukan suatu kedai.
Apa
yang kau sangka sebagai mata uang
yang
baik akan terbukti palsu.
Peradabanmu
akan membunuh diri sendiri
dengan
pedangnya sendiri.
Sangkur
yang dibangun pada busur-busur yang lemah
tak
akan tahan untuk selamanya.
Tentang hukum
Islam, Iqbal berpendapat bahwa ia tidak bersifat statis, tetapi dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Islam menurutnya mengajarkan
dinamisme. Hal ini dapat dilihat dari anjuran Al-Qur’an untuk selalu
menggunakan akal untuk menangkap petanda atau ayat yang terdapat dalam berbagai
fenomena alam seperti matahari, bulan, pertukaran siang malam dan sebagainya.
Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya dan perobahan dalam
hidup sosial manusia. Yang dalam istilah syariat dikenal dengan ijtihad. Dengan
demikian, beliau memahami ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan
Islam dan memahaminya dalam pengertian dinamisme yang diusungnya.
Muhammad Iqbal
juga pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslimin di tahun 1930. Dalam
hubungan ini dapatlah disebut bahwa sebelum berangkat ke Eropa ia sebenarnya
adalah seorang nasionalis India. Ia menganjurkan persatuan umat Islam dan Hindu
di India dan ini tercermin dari syair-syairnya. Namun kemudian ia merubah
pikirannya. Karena di balik nasionalisme ia melihat adanya ancaman besar bagi
perikemanusisaan. Nasionalisme India yang mencakup Muslim dan Hindu adalah ide
yang bagus, akan tetapi pada kenyataannya sangat sulit untuk diwujudkan. Bahkan
ia curiga adanya konsep Hinduisme di balik nasionalisme India. Mengingat
kebutuhan dua umat besar di India yaitu Islam dan Hindu. Tuntutan umat Islam
untuk memperoleh pemerintahan sendiri menurutnya merupakan hal yang wajar baik
itu di dalam maupun di luar kerajaan Inggris.
Tujuan untuk
membentuk negara sendiri ini ia tegaskan dalam rapat tahunan Liga Muslimin di
tahun 1930. “Saya ingin melihat Punjab, propinsi North-West Frontier, Sindh dan
Baluchistan, bergabung menjadi suatu negara. Berpemerintahan sendiri dalam
kerajaan Inggris atau di luar kerajaan Inggris, pembentukan negara Muslim Barat
Laut India tampaknya menjadi tujuan akhir umat Muslim, paling tidak bagi umat
Muslim India Barat Laut”.[15]
Cita-cita Iqbal tersebut sebagaimana di kemukakan dalam Islam dan Pembaharuan:
Ensiklopedi Masalah-masalah bukanlah suatu hal yang membahayakan umat Hindu
maupun kerajaan Inggris. Tuntutan agar kaum Muslimin memiliki pemerintahan
sendiri –terlepas dari pemerintahan kesatuan yang dipimpin oleh Pemerintah
Kesatuan yang dikuasai politisi Hindu - hakikatnya adalah agar mereka bisa
mengambangkan diri secara bebas[16].
Terhadap negara
baru ini, Iqbal belum memberikan nama. Nama Pakistan yang kemudian disematkan
pada negara baru tersebut merupakan sumbangan ide dari Chaudhri Rahmat Ali,
seorang mahasiswa Cambridge yang sempat bertemu dengan Iqbal ketika di Inggris.
Chaudri sangat tertarik dengan ide-ide politik Iqbal. Ia mengusulkan agar
negara baru tersebut dinamai Pakistan. Chaudri Rahmat Ali mengambil huruf-huruf
pertama dari lima wilayah di sebelah utara India, yaitu “P” untuk Punjab, “A”
untuk propinsi Afghan, “K” untuk Kashmir, “S” untuk Sindh dan “Tan” untuk
Baluchistan[17].
Menurut sumber lain, kata “Pakistan” ini berasal dari kata Persia yaitu pak
yang berarti suci dan stan yang berarti negara[18].
Ini juga mungkin benar mengingat bahwa Iqbal memang memiliki kemampuan bahasa
Persia yang sangat baik. Adapun karena ide-idenya tentang negara baru ini, tidak
mengherankan jika kemudian ia dipandang sebagai Bapak Pakistan[19].
Meskipun demikian, Muhammad Iqbal belum sempat menyaksikan sendiri negara
idaman tersebut berdiri karena pada 18 Maret 1938 ia berpulang ke rahmatullah,
kurang lebih sepuluh tahun sebelum negara Pakistan berdiri yaitu pada 15
Agustus 1947 dengan Muhammad Ali Jinnas sebagai peminpin pertamanya dengan
diangkat sebagai Gubernur Jenderal dengan gelar Qaid-i-Azam (Pemimpin Besar).
Meskipun kemudian Jinnah sendiri hanya sempat menikmati hasil perjuangannya
tersebut kurang kebih selama satu tahun karena pada 11 September 1948 ia
meninggal dunia di Karachi.
4.
Pandangan Tokoh tentang Sang Pembaharu
Muhammad Ali Jinnah dekat sebelum ajalnya pernah menyatakan, “saya belajar
agama Islam dari Abdul Kalam Azzad dan Iqbal –yang seorang menarik saya ke satu
jurusan dan yang seorang lagi menarik saya ke arah berlawanan”[20].
Pernyataan dari Muhammad Ali Jinnah ini menunjukkan bahwa Muhammad Iqbal
memiliki kapabilitas keagaan yang mumpuni. Ini dapat dimaklumi ketika membaca
ulang biografi sang tokoh yang telah belajar agama sejak kecil. Selain itu
bapaknya juga seorang sufi, tentu saja ini memberikan dampak yang besar
terhadap jiwa kegamaan sang anak. Bahkan
menurut Mukti Ali dalam beberapa syair yang digubah oleh Iqbal menunjukkan ciri
beliau sebagai seorang sufi.
K.G. Sayyidain
dalam pengantar bukunya Iqbal’s Education Philosophy menyebutkan”
‘Iqbal’s name
has already passed into a legend. He is a figure of legendary greatness amongst
the poets of India and Pakistan and his incisive thought has won a great deal
of attention and respects amongst discerning students of philosophy as well as
contemporary problems both here and abroad.”[21]
BAB III
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagaimana ditampilkan
dalam poin-poin berikut:
1.
Muhammad
Iqbal lahir Sabtu, 22 Februari 1873 dan wafat Jumat,18 Maret 1938. Ia memilliki
ayah yang memiliki latar belakang sufi dan belajar agama serta sajak dari Mir
Hassan, sahabat ayahnya. Sehingga sejak kecil agama sudah tertanam pada dirinya
dan bakat seni sastra sudah terasah.
2.
Sang
tokoh adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan: ia adalah seorang penyair,
filosof, humanis, menguasai beberapa bahasa: Urdu, Inggris, Arab dan Persia.
3.
Studinya
ke luar negeri memberikan perubahan pada corak berpikirnya dalam hal
nasionalisme. Ia pergi ke Inggris sebagai seorang nasionalis dan panteis,
tetapi kembali ke India sebagai Pan-Islamis dan hampir puritan (pemurni).
4.
Ia
dikenal sebagai Bapak Pakistan dan memiliki kedekatan dengan Muhammad Ali
Jinnah yang kemudian hari menjadi pemimpin pertama Pakistan. Namun demikian
Iqbal sendiri meninggal sepuluh tahun sebelum berdirinya negara Pakistan yang
ia perjuangkan.
5.
Dinamisme
dalam kehidupan ialah idenya yang menonjol. Ia menolak pemahaman bahwa alam ini
bersifat statis. Hukum Islam menurutnya juga tidaklah statis, adappun wujud
dinamisme itu menurutnya adalah adanya ruang ijtihadi bagi persoalan-persoalan
yang bisa mengadopsi perubahan zaman. Ia juga tidak menyukai tasawuf yang hanya
memfokuskan perhatian hanya pada Tuhan semata dan apa yang ada di balik materi
tetapi mengabaikan realita sosial kemasyarakatan. Menurutnya intisari hidup
adalah gerak, sedangkan hukum hidup adalah menciptakan. Begitu tinggi ia
menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa kafir yang aktif lebih baik
daripada muslim yang suka tidur.[22]
Daftar Pustaka
Ali,
H.A. Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Bandung:
Mizan, Cet. I, 1993
Edyar, Busman, dkk., Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Pustaka Assatrus, Cet. 2 2009
Sayyidain, K.G, Iqbal’s Educational Philosophy, Lahore: SH.
Muhammad Ashraf, 1992
Asmuni,
H.M. Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan
Pembaharuan dalam Dunia Islam¸ Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Ed. 1,
Cet.1, 1995
Syaukani,
Ahmad, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, Bandung: CV Pustaka
Setia, Cet. 1, 1997
Nasution,
Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan gerakan, Jakarta:
Bulan Bintang, Cet. 2, 1996
Sani,
Abdul, Lintasan Sejarah Pemikiran – Perkembangan Modern dalam Islam,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Ed. 1, Cet.1, 1998
J.
Donohue, John dan L. Esposito, John, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi
Masalah-masalah¸ Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Ed. 1, Cet. 4, 1994
[1] Busman Edyar,
et.al., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), Cet 2, h. 67
[2] H.A. Mukti
Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Penerbit
Mizan, 1993), Cet 1, h. 10
[3] Ibid.,
h.10-11.
[4] K.G.
Sayyidain, Iqbal’s Education
Philosophy, (Lahore: SH. Muhammad Ashraf Publisher, 1992), h.v.
[5] Abdul Sani, Lintasan
Sejarah Pemikiran –Perkembangan Modern dalam Islam,( Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1998), Ed. 1, Cet.
1. h.167.
[6] Syaukani
Ahmad, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1997), cet 1. h. 87.
[7] Sani, op.
cit., h.167-168.
[8] Kerajaan
Safawi yang ada di Persia ini bercorak Syi’ah dan menjadikan Syi’ah sebagai
mazhab resmi negara.
[9] Busman Edyar,
et.al., Sejarah Peradaban Islam,( Pustaka Asatruss: Jakarta. 2009), Cet
2, h. 172.
[10] H.A. Mukti
Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan,
1993), Cet 1, h. 181.
[11] Ibid.,
h. 182.
[12] H.M. Yusman
Asmuni, Dirasah Islamiyah Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), Ed. 1, Cet. 1,
h. 47.
[13] Ali, op.
cit., h. 175.
“Muhammad Iqbal: Sang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar