Senin, 03 Juni 2019

MAKALAH: {MUHAMMAD IQBAL: SANG PENYAIR YANG PEMIKIR DARI PAKISTAN




MUHAMMAD IQBAL
“Muhammad Iqbal: Sang Penyair  yang Pemikir dari Pakistan”

Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas Nilai Perbaikan Pada Mata Kuliah PPMDI I













Dosen:
Drs. Ahmad Irfan Mufid M.A.

Disusun Oleh:
Nasrullah
106011000133



Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri
Jakarta
2013 M / 1434 H









KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah seru sekalian alam karena hanya dengan petunjuk dan pertolongan-Nya semata penulis dapat merampungkan makalah berjudul “Muhammad Iqbal: Sang Penyair yang Pemikir dari Pakistan” ini. Shalawat salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Saw beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Islam adalah agama yang dinamis dan bukan statis. Begitulah salah satu ide pembaharuan yang diusung oleh tokoh pembaharu dari Pakistan ini ketika umat dan peradaban Islam sedang mengalami masa kemunduran. Dalam kondisi banyak wilayah Islam dan negaranya sendiri terpuruk dan terjajah, beliau mengajak umat Islam untuk bangkit dan tidak pasrah dengan keadaan yang ada serta mengajak mereka untuk memperbaiki diri. Terlebih melihat keadaan kaum muslimin yang tertinggal dalam bidang ilmu pengetahuan dan kejumudan di bidang pemikiran beliau merasa bahwa umat harus mengambil nilai dan etos positif dari barat untuk melengkapi ajaran Islam yang sejatinya memiliki jiwa yang dinamis dengan kemajuan zaman.
Dalam makalah ini penulis berusaha mengumpulkan serpihan-serpihan informasi berkaitan sang tokoh dan sifatnya hanya bersifat deskriptif. Hal ini mengingat sumber terbatas yang penulis dapatkan dan karena kedhaifan penulis belum memiliki otoritas akademis dan kapabilitias untuk menganalisis secara mendalam ide-ide dari tokoh besar yang memiliki cakrawala yang amat luas dan mendalam tentang apa yang ia utarakan dan perjuangkan. Oleh karena itu penulis memohon maaf sebelumnya bila dalam struktur maupun isi dari tulisan ini masih teramat jauh dari sempurna. Segala saran dan kritik yang disampaikan penulis harapkan agar menjadi sarana perbaikan baik bagi tulisan ini maupun bagi penulis sebagai pribadi. Di atas itu semua penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut andil sehingga tulisan ini dapat penulis rampungkan, jazakumullah, hanya Allah Swt semata yang dapat memberikan balasan terbaik atas jasa-jasa yang telah diberikan.  Semoga penulis dan pembaca beroleh manfaat dan selalu diberikan tambahan ilmu agar menjadi pribadi muslim yang beriman dan berilmu pengetahuan untuk selanjutnya mewujudkannya dalam amal shaleh yang nyata.
                                                            Tulisan dirampungkan
                                                            Jumat, 26 April 2013

                                                            Nasrullah
                                                            (106011000133)




















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................  i
BAB I. PENDAHULUN ...............................................................................  1
BAB II. MUHAMMAD IQBAL: SANG PENYAIR DAN PEMIKIR DARI PAKISTAN    4
1.       Biografi Sang Tokoh ........................................................................  4
2.       Sekilas Latar Belakang Sosio Politik di Masa Muhammad Iqbal ...  6
3.       Pemikiran Muhammad Iqbal ...........................................................  9
4.       Pandangan Tokoh Tentang Sang Pembaharu ...............................  13
BAB III. KESIMPULAN ...........................................................................  15
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran










BAB I
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah sebuah agama yang istimewa. Ia adalah agama yang memiliki sisi yang yang saling melengkapi antara satu sama lain. Ia memiliki sisi substansi dasar yang tidak dapat diganggu gugat misalnya di bidang akidah dan tauhid. Ia juga memiliki sisi yang fleksibel misalnya dalam hal muamalah, peradaban, segi-segi fiqih yang sifatnya ijtihadi, serta mengakomodasi manusia dalam memahami agama dengan sempurna agar dapat merespon perubahan dan kemajuan zaman yang dihadapi oleh manusia pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya. Ia sejatinya adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk jaya dunia dan jaya akhirat. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana agama ini dengan teladan dari Nabi Muhammad Saw sebagai penyampai risalah ini beserta para sahabat dan umatnya yang memahami betul agama ini, peradaban Islam mampu membuktikan keunggulannya di panggung sejarah dunia.
Agama Islam di masa awal kehadirannya di jazirah Arab di bawah asuhan dan bimbingan Nabi Muhammad Saw, dilanjutkan oleh khulafaur rasyidin, dan dinast-dinasti Islam sesudahnya telah membuat dunia tercengang dengan prestasinya yang luar biasa. Bahkan Islam telah mampu mengukir masa keemasan pada masa dinasti Abbasiyah[1]. Akan tetapi, sebagaimana nasib berbagai peradaban dunia lainnya, peradaban Islam ini pun kemudian menemui masa kemundurannya. Kemunduran ini disebabkan berbagai hal yang secara garis besar dibedakan menjadi faktor eksternal dan internal. Namun, menurut Bapak Ahmad irfan Mufid ketika mengisi mata kuliah PPMDI I pada 24 April 2013 yang penulis ikuti kemunduran tersebut bukanlah segi ajaran agama Islam, tetapi yang terjadi sebenarnya adalah kemunduran di bidang ilmu pengetahuan dan fanatisme terhadap kelompok atau aliran tertentu. Analisa lebih jauh dikemukakan oleh H.A. Mukti Ali dalam pengantar bukunya Alam Pikiran Islam Modern di Pakistan dan India. Beliau menyatakan bahwa setelah abad ketiga belas atau sesudah itu orang menduga Islam mengalami kemandekan – yaitu tetap berada dalam bentuk yang dicetak oleh ulama-ulama dari abad-abad pembentukan sebelumnya. Bahkan sering ada anggapan bahwa kalau pun ada perubahan, yang terjadi adalah perubahan yang mengarah pada kemunduran. Pandangan tersebut tampaknya betul dan pada kenyataannya ini dipegang oleh kebanyakan sarjana Muslim modern sendiri[2]. Akan tetapi - beliau mengingatkan - bahwa tidak ada organisasi kepercayaan dan pemikiran umat manusia yang begitu besar, seperti Islam, yang benar-benar berhenti selama enam abad. Memang betul bahwa formulasi-formulasi eksternal dari agama Islam menunjukkan perkembangan yang sedikit sekali selama enam abad itu. Tetapi sebenarnya struktur dalam dari kehidupan agama umat Islam mengalami adaptasi yang luar biasa dalam menghadapi berbagai macam masalah, yang prosesnya menimbulkan energi ekspansif yang menemukan penyalurannya dalam berbagai macam kegiatan. Beliau mengajak untuk mempertimbangkan bukti-bukti eksternal dari vitalitas yang ditunjukkan Islam pada rentang waktu abad ketiga belas hingga sembilan belas – yang disebut masa kemunduran itu- di antaranya berdirinya imperium Utsmaniyah di Timur Dekat yang menghimpun wilayah sampai ke Eropa Timur, kemudian imperium Mongol di India, kebangkitan kembali Syi’ah di Persia, ekspansi Islam sampai ke Indonesia dan semenanjung Malaysia, pertumbuhan masyarakat Muslim di Cina, pengusiran orang-orang Spanyol dan Portugis dari Maroko dan perluasan Islam di Afrika. Mungkin ahli-ahli sejarah kuno menganggap ekspansi tersebut bermuatan militer semata. Dan memang sewajarnya elemen kekuatan militer itu masuk dalam daftar pertimbangan kita. Namun demikian, agama yang meluaskan diri dan menguasai daerah yang begitu luas tentu merupakan agama yang hidup, dan bukan hanya kepercayaan dan amalan yang mati saja. Kita mengetahui peranan yang dilakukan oleh kepercayaan yang hidup itu, pertama-tama dalam menghimpun kekuatan militer lalu mengatur struktur dan organisasi imperium yang didirikan, memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh perang dan mengatur kehidupan sosial masyarakat[3].
Dinamika ini juga terjadi pada tokoh-tokoh pembaharuan Islam yang tentu saja dipengaruhi oleh keadaan yang dihadapi oleh masing-masing mereka. Dinamika pemikiran dan perbedaan dalam titik tekan ide pembaharuan yang dibawa oleh sang tokoh tidak jauh dari pengaruh kemampuan yang dimilikinya serta kebutuhan berdasarkan kondisi yang dihadapi masyarakat dan zaman dimana mereka berada. Dalam makalah ini penulis memfokuskan diri pada pembahasan tentang seorang tokoh pembaharuan Islam yaitu Muhammad Iqbal. Seorang tokoh yang digambarkan oleh K.G. Sayyidain dalam dedikasi bukunya Iqbal’s Education Philosophy sebagai “Great poet, great philospher, great muslim and great humanist” (Penyair, filosof, muslim dan humanis yang hebat).[4]












BAB II
MUHAMMAD IQBAL:
SANG PENYAIR DAN PEMIKIR DARI PAKISTAN
(22 FEBRUARI 1873 – 18 MARET 1938)
1.      Biografi Sang Tokoh

Muhammad Iqbal adalah seorang anak keturunan dari kelas Brahmana (kelas sosial tertinggi di India), dilahirkan tanggal 22 Februari 1873 M di Sialkot, Punjab, Pakistan. Ayahnya yang bernama Muhammad Nur, seorang sufi yang saleh. Sejak masih anak-anak, agama sudah tertanam dalam jiwanya. Pendidikan agama selain dari orang tua, juga didapatkan dengan mengaji kepada Mir Hassan. Di rumah sang guru ini, ia selain belajar mengaji agama juga belajar mengubah sajak. Kebetulan Mir Hassan sendiri sudah melihat bakat terpendam darinya[5]. Adapun Mir Hassan adalah ulama yang memiliki kaliber besar yang tak lain adalah kawan ayahnya[6].
Allama Iqbal International. Nama harum sang tokoh terukir dan menjadi nama bandara internasional di Pakistan

Kecerdasan Iqbal itu, ia buktikan dalam menapak jenjang pendidikan. Dibantu oleh Mir Hassan ini, ia memasuki sekolah Scottish Mission School. Tamat di sini, ia melanjutkan ke Government College dan memperoleh gelar sarjana muda (BA) 1897 dan tahun 1905 ia memperoleh gelar MA. di bidang filsafat. Di perguruan tinggi ia berkenalan dengan seorang guru besar, Thomas Arnold yang banyak membentuk jiwa filosofisnya. Guru besar ini menyarankan Iqbal untuk mengambil program doktor ke London. Dalam waktu satu tahun program itu dapat diselesaikan di Universitas Cambridge di bawah promotor Mc. Taggart. Atas saran gurunya tersebut, ia mendalami filsafat di Jerman dan untuk kedua kalinya menyelesaikan doktor dengan judul disertasi The Development of Metaphysics in Persia di Universitas Munich. Selesai studi di luar negeri, ia kembali mengambil program studi hukum dengan meraih keahlian di bidang keadvokatan. Ini masih tidak memuaskannya, ia kembali kuliah School of Political Sciencis[7]. Setelah mengenyam pendidikan di luar negeri, pada Agustus 1908 beliau kembali ke India.
2.      Sekilas Latar Belakang Sosio Politik di Masa Muhammad Iqbal
Sebelum memasuki pembahasan tentang tentang gambaran latar belakang sosio politik di masa Muhammad Iqbal, penulis merasa perlu untuk mencantumkan periodesasi peradaban Islam. Hal ini agar kita mendapatkan gambaran secara general tentang jatuh bangun peradaban yang telah dilalui oleh umat muslim sejak awal hingga sekarang. Mengutip penjelasan oleh Harun Nasution sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Pembaharuan dalam Islam tentang periode sejarah peradaban Islam, beliau membaginya menjadi tiga periode yaitu: periode klasik, pertengahan dan modern. Lebih jauh periode-periode tersebut diuraikan sebagai berikut.
a.       Periode klasik
Periode klasik terjadi antara tahun 650-1250 M, merupakan zaman kemajuan dan dibagi ke dalam 2 fase: (1) fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000). Di zaman ini daerah Islam meluas melalui Afrika utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian ke Damsyik dan terakhir di Baghdad. Pada masa ini berkembang pesat ilmu pengetahuan baik dalam bidang agama maupun non agama dan dalam bidang kebudayaan Islam. Fase ini menghasilkan ulama-ulama besar dalam berbagai disiplin ilmu. Seperti Imam Malik, Imam Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hambal dalam bidang hukum. Imam Al- Asy’ari, Imam Al Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil bin Atha, Abu Huzail dan Al Jubba’i dalam bidang teologi. Zun Nun Al Mishri, Abu Yazid Al Busthami dan Al Hallaj dala bidang mistisisme (tasawuf). Dan berbagai bidang lainnya seperti bidang filsafat, sains dan sebagainya. (2) Fase disintegrasi (1000-1250 M). Di masa ini keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah. Kekuasaan khalifah mulai menurun dan akhirnya Baghdad dijatuhkan oleh Hulagu Khan dari Mongol pada tahun 1258 M. 
b.      Periode pertengahan
Periode pertengahan (1258-1800 M) juga dibagi ke dalam dua fase: (1) fase kemunduran (1258-1500 M) terlihat di sini desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat, terlihat perbedaan antara Sunni-Syi’ah, demikian juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatannya. (2) Fase tiga kerajaan besar yang masing-masing mulai dengan masa kemajuan (1500-1700 M) dan masa kemunduran (1700-1800 M). Tiga kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Safawi di Persia[8] dan Kerajaan Mughal di India.
c.       Periode modern
Periode modern (1800 M dan seterusnya) merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat telah mengingatkan umat Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat bahwa di Barat telah timbul peradaban yang lebih tinggi dan sedang mengancam peradaban Islam.[9]
           
            Dengan melihat periodesasi di atas, dapat disimpulkan bahwa Muhammad Iqbal ini berada di periode modern dimana Islam mulai zaman kebangkitannya dengan kesadaran akan bahaya imperialisme barat, upaya menyadarkan umat untuk bangkit dari tidur panjang akibat kejumudan yang telah kronis pada umat secara luas. Iqbal datang dengan membawa ide dinamisme dan mendobrak kejumudan dan keadaan statis umat di masanya.
            Di sisi lain, keadaan internal di India saat itu juga sedang bergolak. Ketegangan-ketegangan komunal antara pemeluk Islam dan Hindu juga menjadi latar belakang keadaan sosial saat itu. Dominasi kaum nasionalis Hindu yang mengakar kuat termasuk di birokrasi juga menyulitkan bagi muslim untuk masuk dan ikut berpartisipasi. Ketegangan dan sikap antipati antara dua kelompok penganut agama tersebut akhirnya mengantarkan Iqbal pada kesimpulan bahwa umat Hindu dan Muslim di India adalah dua bangsa yang terpisah[10]. Iqbal juga mempertimbangkan tentang peran penting umat Islam di India saat itu. Setelah kekhilafahan di Turki jatuh, tidak ada lagi kekuatan Muslim kelas satu 
bahkan kelas dua yang tertinggal. Mengingat jumlah kaum Muslim India yang memiliki jumlah lebih besar dibanding umat muslim di negeri-negeri Asia lainnya, ia menyatakan bahwa umat Muslim India harus mempertimbangkan diri sebagai kekayaan paling besar dari Islam. Dan mengajak agar Muslim India berusaha agar mampu berdiri di atas kaki sendiri[11].

3.      Pemikiran Muhammad Iqbal
Berdasarkan pembahasan pada poin-poin sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa Muhammad Iqbal ialah tokoh yang memiliki banyak kelebihan. Muhammad Iqbal adalah seorang penyair dan juga seorang filosof, tetapi pemikirannya mengenai kemunduran dan kemajuan Islam mempunyai pengaruh pada pergerakan pembaharuan dalam Islam.[12]

Since the life of the Universe comes from the strength  of the self
Life is in proportion to this strength;
When a drop of water gets the self’s lesson by heart
It makes its worthless existence pearl!
As the grass discovered the power of growth in its self,
Its aspiration clove the breast of the garden!
Because the Earth has a being that is firm
The captive moon goes round it perpetualy!
The being of the Sun is stronger than of the Earth,
Therefore is the Earth bewitched by the Sun’s eye!
When Life gathers strength from the self,
The river of life expands into an ocean.
Petikan dari Asrar-i-Khudi karya Muhammad Iqbal dari buku K.G. Sayyidain dalam Iqbal’s Educational Philosophy

H.A Mukti menyoroti adanya perubahan pada diri Iqbal dalam hal pemikiran. Beliau memandang bahwa sejak Iqbal melanjutkan pendidikan ke Eropa pada tahun 1905 dan ketika kembalinya ke India pada tahun 1908. Ia pergi ke Inggris sebagai nasionalis dan panteis, tetapi kembali ke India sebagai Pan Islamis dan hampir-hampir saja puritan (pemurni).  Penelitiannya tentang sejarah tasawuf Islam yang kemudian dituangkan dalam disertasinya yang berjudul Development of Metaphysics in Islam membawanya pada kesimpulan bahwa tasawuf, tidak mempunyai dasar yang kukuh dan historis dalam ajaran Islam yang murni[13]. Hal ini tampaknya berdasar pada pemahaman beliau bahwa tasawuf cenderung mengajarkan kepasrahan yang kemudian berdampak pada pola pikir statis, yang tentunya sangat bertentangan dengan pemahamannya bahwa agama Islam itu merupakan agama yang dinamis dan bahwa hidup itu adalah gerak. Tasawuf yang mengajarkan pentingnya fokus perhatian hanya kepada Tuhan dan melebihkan apa-apa yang ada di balik materi juga menurutnya membuat umat kurang memperhatikan soal kemasyarakatan dalam Islam.[14]  Perubahan itu dapat dilihat dalam rentang waktu ini, tepatnya ketika pada bulan Maret 1907 ia menulis syair pertamanya yang menunjukkan perubahan sikap tersebut:
Waktu keterbukaan telah tiba,
Yang tercinta akan dapat dilihat oleh semua.
Rahasia yang tertutup oleh keheingan sekarang ini
            akan tampak nyata.
Si Pembawa cawan yang berputar-putar akan pergi,
manakala pecinta anggur minum dalam kesunyian:
Seluruh dunia sekarang ini akan menjadi kedai minum,
dan semua akan minum di tempat terbuka.
Karena Makkah yang membisu telah menerangkan
pada telinga yang mengharap akhirnya,
Bahwa kesatuan yang dibikin dengan penghuni pada pasir
 akan ditegakkan lagi.
Singa itu yang muncul dari rambu dan
menyusahkan kerajaan Romawi.
Aku dengar dari Malaikat, akan bangkit sekali lagi.
Wahai penghuni dunia Barat,
Dunia Tuhan  adalah bukan suatu kedai.
Apa yang kau sangka sebagai mata uang
yang baik akan terbukti palsu.
Peradabanmu akan membunuh diri sendiri
dengan pedangnya sendiri.
Sangkur yang dibangun pada busur-busur yang lemah
tak akan tahan untuk selamanya.

Tentang hukum Islam, Iqbal berpendapat bahwa ia tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Islam menurutnya mengajarkan dinamisme. Hal ini dapat dilihat dari anjuran Al-Qur’an untuk selalu menggunakan akal untuk menangkap petanda atau ayat yang terdapat dalam berbagai fenomena alam seperti matahari, bulan, pertukaran siang malam dan sebagainya. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya dan perobahan dalam hidup sosial manusia. Yang dalam istilah syariat dikenal dengan ijtihad. Dengan demikian, beliau memahami ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan Islam dan memahaminya dalam pengertian dinamisme yang diusungnya.
Muhammad Iqbal juga pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslimin di tahun 1930. Dalam hubungan ini dapatlah disebut bahwa sebelum berangkat ke Eropa ia sebenarnya adalah seorang nasionalis India. Ia menganjurkan persatuan umat Islam dan Hindu di India dan ini tercermin dari syair-syairnya. Namun kemudian ia merubah pikirannya. Karena di balik nasionalisme ia melihat adanya ancaman besar bagi perikemanusisaan. Nasionalisme India yang mencakup Muslim dan Hindu adalah ide yang bagus, akan tetapi pada kenyataannya sangat sulit untuk diwujudkan. Bahkan ia curiga adanya konsep Hinduisme di balik nasionalisme India. Mengingat kebutuhan dua umat besar di India yaitu Islam dan Hindu. Tuntutan umat Islam untuk memperoleh pemerintahan sendiri menurutnya merupakan hal yang wajar baik itu di dalam maupun di luar kerajaan Inggris.
Tujuan untuk membentuk negara sendiri ini ia tegaskan dalam rapat tahunan Liga Muslimin di tahun 1930. “Saya ingin melihat Punjab, propinsi North-West Frontier, Sindh dan Baluchistan, bergabung menjadi suatu negara. Berpemerintahan sendiri dalam kerajaan Inggris atau di luar kerajaan Inggris, pembentukan negara Muslim Barat Laut India tampaknya menjadi tujuan akhir umat Muslim, paling tidak bagi umat Muslim India Barat Laut”.[15] Cita-cita Iqbal tersebut sebagaimana di kemukakan dalam Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-masalah bukanlah suatu hal yang membahayakan umat Hindu maupun kerajaan Inggris. Tuntutan agar kaum Muslimin memiliki pemerintahan sendiri –terlepas dari pemerintahan kesatuan yang dipimpin oleh Pemerintah Kesatuan yang dikuasai politisi Hindu - hakikatnya adalah agar mereka bisa mengambangkan diri secara bebas[16].
Terhadap negara baru ini, Iqbal belum memberikan nama. Nama Pakistan yang kemudian disematkan pada negara baru tersebut merupakan sumbangan ide dari Chaudhri Rahmat Ali, seorang mahasiswa Cambridge yang sempat bertemu dengan Iqbal ketika di Inggris. Chaudri sangat tertarik dengan ide-ide politik Iqbal. Ia mengusulkan agar negara baru tersebut dinamai Pakistan. Chaudri Rahmat Ali mengambil huruf-huruf pertama dari lima wilayah di sebelah utara India, yaitu “P” untuk Punjab, “A” untuk propinsi Afghan, “K” untuk Kashmir, “S” untuk Sindh dan “Tan” untuk Baluchistan[17]. Menurut sumber lain, kata “Pakistan” ini berasal dari kata Persia yaitu pak yang berarti suci dan stan yang berarti negara[18]. Ini juga mungkin benar mengingat bahwa Iqbal memang memiliki kemampuan bahasa Persia yang sangat baik. Adapun karena ide-idenya tentang negara baru ini, tidak mengherankan jika kemudian ia dipandang sebagai Bapak Pakistan[19]. Meskipun demikian, Muhammad Iqbal belum sempat menyaksikan sendiri negara idaman tersebut berdiri karena pada 18 Maret 1938 ia berpulang ke rahmatullah, kurang lebih sepuluh tahun sebelum negara Pakistan berdiri yaitu pada 15 Agustus 1947 dengan Muhammad Ali Jinnas sebagai peminpin pertamanya dengan diangkat sebagai Gubernur Jenderal dengan gelar Qaid-i-Azam (Pemimpin Besar). Meskipun kemudian Jinnah sendiri hanya sempat menikmati hasil perjuangannya tersebut kurang kebih selama satu tahun karena pada 11 September 1948 ia meninggal dunia di Karachi.
4.      Pandangan Tokoh tentang Sang Pembaharu
Description: Foto-0022.jpgMuhammad Ali Jinnah dekat sebelum ajalnya pernah menyatakan, “saya belajar agama Islam dari Abdul Kalam Azzad dan Iqbal –yang seorang menarik saya ke satu jurusan dan yang seorang lagi menarik saya ke arah berlawanan”[20]. Pernyataan dari Muhammad Ali Jinnah ini menunjukkan bahwa Muhammad Iqbal memiliki kapabilitas keagaan yang mumpuni. Ini dapat dimaklumi ketika membaca ulang biografi sang tokoh yang telah belajar agama sejak kecil. Selain itu bapaknya juga seorang sufi, tentu saja ini memberikan dampak yang besar terhadap jiwa kegamaan sang anak.  Bahkan menurut Mukti Ali dalam beberapa syair yang digubah oleh Iqbal menunjukkan ciri beliau sebagai seorang sufi.
K.G. Sayyidain dalam pengantar bukunya Iqbal’s Education Philosophy menyebutkan”
‘Iqbal’s name has already passed into a legend. He is a figure of legendary greatness amongst the poets of India and Pakistan and his incisive thought has won a great deal of attention and respects amongst discerning students of philosophy as well as contemporary problems both here and abroad.”[21]























BAB III
KESIMPULAN
      Dari pembahasan di atas dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagaimana ditampilkan dalam poin-poin berikut:
1.      Muhammad Iqbal lahir Sabtu, 22 Februari 1873 dan wafat Jumat,18 Maret 1938. Ia memilliki ayah yang memiliki latar belakang sufi dan belajar agama serta sajak dari Mir Hassan, sahabat ayahnya. Sehingga sejak kecil agama sudah tertanam pada dirinya dan bakat seni sastra sudah terasah.
2.      Sang tokoh adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan: ia adalah seorang penyair, filosof, humanis, menguasai beberapa bahasa: Urdu, Inggris, Arab dan Persia.
3.      Studinya ke luar negeri memberikan perubahan pada corak berpikirnya dalam hal nasionalisme. Ia pergi ke Inggris sebagai seorang nasionalis dan panteis, tetapi kembali ke India sebagai Pan-Islamis dan hampir puritan (pemurni).
4.      Ia dikenal sebagai Bapak Pakistan dan memiliki kedekatan dengan Muhammad Ali Jinnah yang kemudian hari menjadi pemimpin pertama Pakistan. Namun demikian Iqbal sendiri meninggal sepuluh tahun sebelum berdirinya negara Pakistan yang ia perjuangkan.
5.      Dinamisme dalam kehidupan ialah idenya yang menonjol. Ia menolak pemahaman bahwa alam ini bersifat statis. Hukum Islam menurutnya juga tidaklah statis, adappun wujud dinamisme itu menurutnya adalah adanya ruang ijtihadi bagi persoalan-persoalan yang bisa mengadopsi perubahan zaman. Ia juga tidak menyukai tasawuf yang hanya memfokuskan perhatian hanya pada Tuhan semata dan apa yang ada di balik materi tetapi mengabaikan realita sosial kemasyarakatan. Menurutnya intisari hidup adalah gerak, sedangkan hukum hidup adalah menciptakan. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa kafir yang aktif lebih baik daripada muslim yang suka tidur.[22]


Daftar Pustaka
Ali, H.A. Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan. Bandung: Mizan, Cet. I, 1993
Edyar, Busman, dkk., Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Assatrus, Cet. 2 2009
Sayyidain, K.G, Iqbal’s Educational Philosophy, Lahore: SH. Muhammad Ashraf, 1992
Asmuni, H.M. Yusran, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam¸ Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Ed. 1, Cet.1, 1995
Syaukani, Ahmad, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, Cet. 1, 1997
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 2, 1996
Sani, Abdul, Lintasan Sejarah Pemikiran – Perkembangan Modern dalam Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Ed. 1, Cet.1, 1998
J. Donohue, John dan L. Esposito, John, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-masalah¸ Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Ed. 1, Cet. 4, 1994



[1] Busman Edyar, et.al., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss,  2009), Cet 2, h. 67
[2] H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Penerbit Mizan, 1993), Cet 1, h. 10
[3] Ibid., h.10-11.
[4] K.G. Sayyidain,  Iqbal’s Education Philosophy, (Lahore: SH. Muhammad Ashraf Publisher, 1992),  h.v.
[5] Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran –Perkembangan Modern dalam Islam,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998),  Ed. 1, Cet. 1. h.167.
[6] Syaukani Ahmad, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), cet 1. h. 87.
[7] Sani, op. cit., h.167-168.
[8] Kerajaan Safawi yang ada di Persia ini bercorak Syi’ah dan menjadikan Syi’ah sebagai mazhab resmi negara.
[9] Busman Edyar, et.al., Sejarah Peradaban Islam,( Pustaka Asatruss: Jakarta. 2009), Cet 2, h. 172.
[10] H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993), Cet 1, h. 181.
[11] Ibid., h. 182.
[12] H.M. Yusman Asmuni, Dirasah Islamiyah Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), Ed. 1, Cet. 1, h. 47.
[13] Ali, op. cit., h. 175.
[14]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam:MUHAMMAD IQBAL

“Muhammad Iqbal: Sang 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...