Rabu, 26 Juni 2019

BAHAS BUKU: SAJAK-SAJAK DAN RENUNGAN S.TAKDIR ALISJAHBANA


SAJAK-SAJAK DAN RENUNGAN
S.TAKDIR ALISJAHBANA

DIAN RAKYAT, JAKARTA, VI + 40

Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahwashshalatuwassalamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Rekan pengunjung dan pembaca laman anassekuduk.blogspot.com yang berbahagia, pada kesempatan kali ini, marilah kita sedikit meluangkan waktu untuk menikmati kompilasi tulisan salah satu tokoh sastrawan Indonesia, yaitu Sutan Takdir Alisjahbana. Buku yang berjudul “SAJAK-SAJAK DAN RENUNGAN” atau versi Inggrisnya diberi judul “POEMS AND REFLECTIONS” ini memuat 7 tulisan beliau disertai dengan versi bahasa Inggris. Sengaja kukutip disini hanya beberapa judul beserta versi bahasa Inggrisnya, disertai sedikit poin-poin menarik dari ucapan beliau dalam pembukaan pertemuan Apresiasi Penyair ASEAN I tahun 1983.
Tulisan-tulisan penuh energi seperti ini kurasa sangat diperlukan menghadapi sastra cengeng dan melow yang kalau terlalu banyak dikonsumsi, menimbulkan efek overdosis yang bikin puying (puyeng dan pusing 7 keliling J). Terlebih lagi kalau menimpa anak muda. Rasa-rasanya, puisi yang energik, sebagaimana lagu, musik, ataupun kalimat-kalimat motivasi yang paling cocok untuk anak muda adalah jenis yang enerjik, bertenaga, membangkitkan yang jatuh, menghangatkan yang dingin membeku jiwanya, agar segera bergerak aktif, berpartisipasi dalam gelanggang kehidupan, menebar manfaat, menyuluhkan sinar ke lingkungan dimana mereka berada.


à BUAH KARET
Sekali aku duduk di bawah pohon karet dan terkejut mendengar letusan nyaring di atas kepalaku: biji matang menghambur dari batangnya.
Ya, aku tahu, dimana-mana tumbuh menghendaki bebas dari ikatan!
            Terdengarlah itu olehmu, wahai angkatan baru?
            Putuskan, hancurkan segala yang mengilat!
            Rebut gelanggang lapang di sinar terang!
            Tolak segala lindungan!
            Engkau raja zamanmu!
Biar mengeluh, biar merintih segala nenek moyang!
Lagi pohon yang bisu insaf, bahwa biji yang sekian lama dikandungnya itu akan mati busuk di bawah lindungan.
Bahwa bayangan rindang yang meneduhi itu menghalangi tumbuh.
5 Mei 1944
à THE RUBBER SEED
While sitting under a rubbertree I was startled to hear a loud burst above my head: a ripe seed was flung from its stem.
Yes, I know, everywhere growth needs to free itself from its shackles.

            Do you hear it, oh young generation?
            Break, destroy all thats keeps you bound!
            Conquer the wide fields in the bright sunlight!
            Reject all protection!
            You are the kings of your age!
Let them lament, let them cry, all those ancestors!
Even a voiceless tree knows that a seed carried too long will rot and die under its sheltering shade.



p       KALAH DAN MENANG
Tidak, bagiku tidak ada kalah dan menang!
Sebab sudah kuputuskan, bahwa kemenangan sudah pasti untukku. Kalah tinggal pada mereka yang lain:
Yang mengeluh bila terjatuh,
Yang menangis bila teriris, yang berjalan berputar-putar dalam belantara.

Di padang lantang yang kutempuh ini,
Aku tak mungkin dikalahkan:
Sebab disini jatuh sama artinya dengan bertambah kukuh berdiri.
Tiap-tiap pukulan yang dipukulkan berbalik berlipat ganda kepada si pemukul.
Malahan algojoku sekalipun yang akan menceraikan
Kepalaku dari badanku, akan terpancung sendiri seumur hidupnya:
Melihat mataku tenang menutup dan bibirku berbunga senyum.
4 Mei 1944
p       DEFEAT AND VICTORY
No, there is neither defeat nor victory for me!
Because I have already decided that victory will always be with me. Defeat remains for the others:
With those who moan when they fall,
With those who cry when they are torn,
With those who walk in circles in the hungle.

In the wide open space where I tread,
It is imposible for me to be defeated:
Because here to fall means to rise stronger than before.
Each blow returns threefold to the attacker.
Even the executioner who severes my head from my body will
feel decapitated all his life:
Having witnessed my eyes close calmly, my lips blossom in smile.


v MENGHADAPI MAUT
Kulihat,
Kurasakan:
Peluru mendesing menembus kening,
Pedang bersinau memenggal leher,
dan
Tergulinglah jasad di tanah:
Darah mengalir merah panas.

Sekejap pendek:
Kaki melejang-lejang,
Urat berdenyut meregang-regang.
Sudah itu
Diam,
Sepi,
Muka menyeringai pucat pasi.

Datang mendorong dari dalam:
Mana harapanku, mana cita-citaku?
Sebanyak itu lagi ‘kan kukerjakan!
Mana istriku, mana anakku,
Karib handai tolan?
Lenyapkah kaliannya selama-lamanya?
Hampa!
Kelam!
Ngeri!

Tanganku menggapai-gapai;
Orang karam mencari ranting.
Wahai nasib,
Sebanyak itu perjuangan!
Sebanyak itu pengikat!
Pemberat hati kepada dunia!

Sedangkan,
Dari semula telah kutimbang,
Kupikir, kerenung matang-matang:
Di tengah peperangan seluruh buana,
Hebat dahsyat tiada beragak:
Bom peluru mungkin menghancur remuk,
Perampok penyamun mungkin menggolok,
Disentri, kolera, lapar mungkin mencekik....

Bukankah ini telah kupilih,
Dengan hati jaga, mata terbuka?
Wahai rahasia hidup!
Penuh pertentangan, penuh kesangsian!
Berat sungguh menjadi manusia!

                    Tahanan Seksi Tanah Abang
                    Januari 1945

v FACING DEATH
I see,
I feel:
The whistling bullet penetrates my forehead,
The gleaming sword severes my head,
And
My body stretches out on the ground:
Blood flows forth red and hot.

A very short moment:
My feet shudder,
My veins throb and convulse.
Then
Quietness,
Silence,
Death,
My face a grim deathly pale.

A questioning rises from me:
What of my hopes, my ideals?
There is still so much I would do!
Where are my wife, my children,
My closest friends?
Will everything vanish forever?
Emptiness!
Darkness!
Fear!

My hand is groping;
A drowned man grasping for a twig.
Oh fate,
So much struggle!
Such chains!
Bind my heart to the world!

Whereas,
From the very beginning have I pondered,
Did I think and did I deeply muse that:
In the midst of a world at war,
Tremendously terrifying without restraint:
Bullets and bombs may destroy me and shatter me,
Robbers may cut me to pieces,
Disentry, Cholera or hunger may kill me....

And from all the possibilities of death,
Is it not this also that I have chosen,
With a knowing heart and open eyes?
Oh, the mistery of life!
Full of contradictions, full of doubts!
How heavy it is to be man!

                                Written as a prisoner in Tanah Abang Secton,
                                January, 1945


à MENUJU KE LAUT...
Angkatan Baru

Kami telah meninggalkan engkau,
Tasik yang tenang, tiada beriak,
Diteduhi gunung yang rimbun
Dari angin dan topan.
Sebab sekali kami terbangun
Dari mimpi yang nikmat:

“Ombak ria berkejar-kejaran
Di gelanggang biru bertepi langit,
Pasir rata berulang dikecup,
Tebing curam ditantang diserang,
Dalam bergurau bersama angin,
Dalam berlomba bersama mega.......
[puisi ini masih berlanjut, dapat dirujuk ke buku tersebut, anassekuduk]



Kutipan dari Pidato Sutan takdir dalam acara The First Conference for the “Appreciation of ASEAN Poets” 1983
à .....Tidak boleh tidak hidup manusia itu mesti merupakan keseimbangan antara pikiran akal yang menganalisis dan memecah-mecah, dengan perasaan yang berpokok kepada hati dan dengan fantasi kreatif yang memberikan kepada kita kesempatan untuk melepaskan diri kita dari himpitan kenyataan sehari-hari yang berat dalam ciptaan-ciptaan yang mengandung keindahan dan mengayakan rohani. H. 3
à Dan sesungguhnya kita mesti menganjurkan dan menyokong kegairahan menulis dan membaca puisi yang sekarang ini menggembirakan pemuda-pemudi kita dari sekolah menengah sampai perguruan tinggi maupun golongan-golongan penting yang lain dalam masyarakat yang luas, sebab sejak zaman Renaissance lambat-laun rasionalisme ilmu yang kering dan efisiensi kehidupan ekonomi yang berdasarkan perhitungan untung-rugi maupun perkembangan teknologi yang bersifat materialisme, bertambah lama bertambah berkuasa dan di zaman kita telah mencapai puncak-puncak kekeringan, kedangkalan, kehilangan tujuan dan arti kehidupan yang sesungguhnya. Dalam hal ini kegairahan dan kegirangan berpuisi yang kelihatan dimana-mana, adalah suatu reaksi yang sehat dalam suasana rasionalisme dan materialisme yang tandus itu. Manusia dibawanya kembali ke kebulatan jiwanya yang penuh kepekaan dan kemesraan menghadapi sesama manusia, alam sekitar maupun kegaiban dan kekudusan yang melingkupi alam semesta. Manusia dapat kembali merasakan hidupnya dalam sedih senangnya, dalam kecewa dan harapannya, dalam kesepiannya maupun solidaritasnya, malahan dalam rindu hatinya kepada Tuhannya.
à ..........Kita tahu, bahwa bangsa kita di seluruh Asia Tenggara bukanlah bangsa yang di masa silam menghasilkan filsafat abstrak yang berat-berat dan dalam-dalam, tetapi sementara itu kita tahu juga, bahwa tentang hal seni, yaitu penjelmaan kekayaan perasaan dan kesuburan fantasi yang mengubah segala sesuatu menjadi ciptaan keindahan, kita dapat bertanding dengan bangsa mana sekalipun di muka bumi ini.
Tentang arsitektur besar, kita dapat menunjukkan Borobudur dan Angkor Vat dan lain-lain, tentang tari Rabindranath Tagore sendiri pernah berkata bahwa Syiwa yang menari itu hanya abunya saja yang tinggal di India, sedangkan tarinya terdapat di pulau Bali. Kecakapan bangsa-bangsa Asia Tenggara dalam seni ukir-mengukir, anyam-menganyam, pahat-memahat, seni mengarang bunga dan menghias dan lain-lain.
Dalam seni bahasa seperti bahasa berirama, syair, pantun, bangsa kita sesungguhnya mencapai tingkatan yang amat tinggi. Tak mengherankan, bahwa Henry Maus, seorang ahli etnografi Perancis yang terkenal, dalam bukunya Manuel d’Ethnographie menulis dalam bab tentang puisi, bahwa teknik puisi yang terindah terdapat di Madagaskar dan di kepulauan Indonesia atau the Malay Archipelago. Dalam puisi lama tentang perbandingan-perbandingan, tentang perasaan alam, tentang kehalusan dan keindahan bahasa seperti kelihatan dalam bahasa berirama, dalam pepatah-petitih, hingga sekarang belum dapat kita atasi. Malahan sampai-sampai ke dalam hukum yang biasanya dianggap amat kering dan membosankan, itupun pada bangsa kita dikuasai puisi, sehingga Van Vollenhoven, ahli Belanda yang menjadi pelopor penyelidikan hukum adat di Asia Tenggara, berbicara tentang “de poezie in het Recht”, puisi dalam hukum.  Kutipan ringkas h.1-5, anassekuduk.....
Alhamdulillah, sekuduk, 21.00, 26-6-2019.
à  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...