Minggu, 23 Juni 2019

BAHAS BUKU: METODE PENGOBATAN NABI Saw [Ibnul Qayyim Al-Jauziyah]


BAHAS BUKU: METODE PENGOBATAN NABI Saw
Judul: METODE PENGOBATAN NABI Saw
Penulis: Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
Penerbit: Griya Ilmu, Jakarta, 2004
Xviii + 486 hlm, 24 cm

Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillah washshalatuwassalamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.
            Buku yang kali ini akan kukutip adalah sebuah buku yang cukup menarik bagiku. Karena lewat buku ini, aku semakin yakin bahwa Islam sangat memotivasi ilmu pengetahuan di berbagai lini. Bahwa ia agama yang sempurna, dinamis, keren kalau bahasa anak muda jaman “now”, entah apalah nanti istilah yang diangkat untuk menunjukkan kekinian. Meyakinkanku bahwa ulama dahulu begitu meluas mendalam ilmunya, produktif dalam berkarya, bermanfaat untuk lingkungannya bahkan lewat karya tulis maupun lainnya misalnya penemuan beberapa teknologi, entah alat bedah, konsep dan prototaip kamera, arsitektur dan lain sebagainya. Bahkan warisan ilmu pengetahuan yang diwujudkan menjadi karya nyata, masih dapat kita rasakan manfaatnya hingga kini. Amal jariyah, pahala yang tak putus, keberkahan dalam apapun yang antum sekalian bagikan dan tinggalkan untuk kami, tentu hanya Allah yang mampu dan layak membalas, salut dan salam takzim serta doa dari kami anak cucu sepeninggal kalian wahai insan shaleh sekalian. Moga kita dipertemukan di jannahNya di hari kemudian. Ketertarikan akan tema serupa juga kurasakan, terlebih setelah beberapa kali mengikuti pelatihan pengobatan dan herbalisme dasar, sehingga dalam hematku bagaimanapun aku harus melengkapi diri dengan ilmu, paling tidak referensi rujukan jika suatu saat menemukan kesulitan atau second opinion istilahnya.
            Dalam buku ini kita akan dibuat kagum, dibuat berpikir betapa Allah Swt lewat RasulNya, Muhammad Saw, syariatNya, Al-Qur’an dan Sunnah, sangat pengertian dan perhatian akan kehidupan dan kebutuhan kita akan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Kusarankan dengan sangat, agar selama membaca buku ini, rekan tidak mengandalkan mata akal semata, tetapi ajak pula hati dan rasa untuk meresapi adanya rahmat dan kasih sayang Allah dalam syariat yang diturunkannya untuk kita. Memang aku tidak pandai untuk membahas isi selayaknya seorang ahli resensi, dan memang di sini aku hanya akan mengutip tulisan yang menurutku menarik, dekat, paling praktis, mudah amal, namun tak mengurangi kebesaran dari karya Ibnul Qayyim ini. Menurutku, buku ini layak untuk dimiliki. Akan tetapi di sini, sedikit akan kuberikan gambaran isi buku; di bagian isi, langsung saja, di awal kita akan diajak penulis untuk membahas klasifikasi penyakit, serta pengobatannya secara umum, konsep bahwa setiap penyakit ada obatnya, dan tiga metode pengobatan Nabi Saw. Dilanjutkan dengan tips-tips pengobatan alami, mulai dari terapi beberapa sakit fisik, ruqyah dari Al-Qur’an maupun Sunnah, khasiat madu, hijamah/bekam, tips pola hidup dan pola pikir yang sehat, pentingnya menjaga kesehatan melalui jiwa atau aspek keimanan, pengobatan terhadap kasus ‘ain, sihir, racun dan sebagainya. Dilanjutkan dengan khasiat beberapa makanan/minuman yang diurut oleh penulis berdasarkan kaidah abjad dari mulai alif hingga ya. Pengetahuan dan pemahaman lebih komprehensif dapat pembaca peroleh merujuk kepada buku ini.
            Baiklah, berikut kukutip tiga bahasan bertemakan terapi terhadap rasa sakit dengan ruqyah, terapi terhadap kesusahan, kegundahan dan kesedihan, serta terapi penyakit asmara.
·       Petunjuk Nabi Saw Mengenai Terapi terhadap Rasa Sakit dengan Ruqyah
Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan dari Utsman bin Abil Ash, ia pernah mengeluh kepada Rasulullah Saw mengenai sakit yang dirasakan pada tubuhnya semenjak ia masuk Islam. Maka Nabi Saw bersabda:
“Letakkan tanganmu di atas bagian tubuhmu yang sakit, lalu ucapkan bismillah 3 kali, dan ucapkan doa berikut sebanyak 7 kali:
اَعُوْذُ ِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا اَجِدُ وَمَا اُحَاذِرُ
(Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang kudapati dan kukhawatirkan akan terjadi)
            Dalam terapi ini ada beberapa hal, di antaranya: menyebut Asma Allah, menyerahkan urusan kepadaNya, memohon perlindungan dengan kemuliaan dan kekuasaanNya dari rasa sakit. Semua cara itu dapat menghilangkan rasa sakit, lalu diulang-ulang agar lebih mengena. Sama halnya dengan minum obat yang juga harus berulang-ulang agar bisa mengeluarkan materi penyakit. Bilangan yang 7 kali itu mengandung keistimewaan tersendiri yang tidak ditemukan pada bilangan lainnya.
[suatu ketika aku juga pernah mengalami sakit gigi, teringat akan doa dari hadits Nabi Saw ini, langsung saja kupraktikkan dengan memegang pipi bagian kanan karena memang gigi berlubang yang saat itu sedang sakit di sebelah kanan. Dalam hitungan kurang lebih tiga menitan biidznillah sakitnya pun reda, alhamdulillah......anassekuduk]
            Dalam Shahih Bukhari Muslim, Rasulullah Saw pernah menjenguk keluarganya yang sakit, beliau mengusap tubuhnya dengan tangan kanan beliau sambil membaca:
اللهُمَّ رَبَّ النَّاسِ, اَذْهِبِ الْبَأْسَ, وَاشْفِ اَنْتَ الشَّافِى,
 لَا شِفَاءَ الَّا شِفَائُكَ, شِفَاءً لَايُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah, Rabb dari sekalian manusia! Lenyapkanlah rasa sakitnya, berikanlah kepadanya kesembuhan karena Engkau adalah Yang Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan melainkan karena pertolonganMu, kesembuhan yang tidak diiringi dengan sakit lain”.
Dikutip dari h. 232

·       Petunjuk Nabi Saw dalam Mengatasi Kesusahan, Kegundahan, dan Rasa Sedih
Dalam Shahih Bukhari Muslim, terdapat hadits dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw saat tertimpa kesusahan biasa berdoa:
“Laa ilaaha illallaah al ‘azhiimul haliim, laa ilaaha illallaah rabbul ‘arsyil ‘azhiim, laa ilaaha illallaah rabbus samaawaati {as sab’u} wa rabbul ardhi wa rabbul ‘arsyil kariim”
(Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah yang Mahaagung dan Mahalembut. Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah, Rabb dari Arsy yang agung. Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah, Rabb dari langit {yang tujuh}, Rabb dari bumi serta Rabb dari Arsy yang mulia)
            Dalam Jami’ At-Tirmidzi dari Anas bahwa Rasulullah Saw apabila merasa bersedih karena sesuatu hal, beliau mengucapkan:
“Ya Hayyu Ya Qayyuum, birahmatika astaghits(u)”
(Ya Allah, Yang Mahahidup, Yang Mahaterjaga, dengan rahmatMu aku memohon keselamatan)
            Riwayat lain dari Abu Hurairah, apabila Rasulullah mengalami kegundahan karena suatu hal, beliau memandang ke langit sambil berkata:
“Subhanallahil ‘azhiim” (Mahasuci Allah yang Mahaagung)
            Namun bila Beliau bersungguh-sungguh dalam doanya, beliau mengucapkan: “Ya Hayyu Ya Qayyuum”
            Dalam Sunan Abu Daud diriwayatkan dari Abu Bakar Shiddiq bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Doa untuk menghadapi musibah adalah sebagai berikut:
Allahumma rahmataka arjuu, falaa takilnii ilaa nafsii tharfata ‘ain(in), wa ashlih lii sya’nii kullah(u), laa ilaaha illaa anta.
(Ya Allah, hanya rahmatMu yang kuharapkan, maka janganlah Engkau sandarkan urusanku kepada diriku sendiri biarpun sekejap mata. Perbaikilah segala urusanku, tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Engkau)
            Rasulullah Saw mengajarkan Asma binti Umais beberapa kata yang berguna untuk diucapkan pada saat kesusahan atau di tengah musibah:
Allahu Rabbii, Laa Usyriku bihi syaiaa(an)
(Ya Allah ya Rabbii, aku tidak akan menyekutukanNya dengan sesuatu pun)
            Dalam At-Tirmidzi dari Saad bin Abi waqqas, Rasulullah Saw bersabda: Doa Dzun Nun (Nabi Yunus As) saat masih berada dalam perut ikan hiu adalah: Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minazhzaalimiin. Setiap muslim yang berdoa dengan doa tersebut, pasti akan dikabulkan.
            Dalam riwayat lain Rasulullah mengungkapkan bahwa membaca doa Yunus As ini pasti akan Allah bebaskan dari musibah yang menimpa.
[Dengan sedikit perubahan, h. 247, silakan merujuk teks tulisan Arab agar pembaca dapat membaca dengan makhraj yang benar, anassekuduk]
·       Terapi untuk Mengobati Penyakit Asmara
Asmara dibahas dalam buku ini dengan cukup panjang lebar. Dalam bahasan Tema ketiga buku ini, terapi Asmara dijabarkan dalam 14 halaman. Akan tetapi akan dikutip di sini bagian yang menurutku paling praktis, dapat diterapkan, mudah amal. Adapun konsep dan bahasan dalam buku ini, tentu menjadi dasar pijakan dalam penerapannya. Semoga kutipan ini tidak mengurangi keutuhan apa yang ingin disampaikan penulis kitab.
.........Panah asmara adalah salah satu jenis penyakit yang juga mempunyai peluang untuk disembuhkan, bahkan ada beberapa cara terapi yang bisa dilakukan terhadapnya. Kalau orang yang tertikam panah asmara itu memiliki jalan yang sesuai dengan syariat dan masuk akal untuk mendapatkan sang kekasih, itulah obatnya. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah Saw menyuruh pemuda yang telah mampu untuk menikah, namun jika belum mampu maka dianjurkan untuk berpuasa, karena ia menjadi obat atau perisai baginya.
            Kalau orang yang tertikam panah asmara tidak memiliki jalan untuk mendapatkan orang yang dicintainya menurut aturan syariat atau kemampuannya, atau bisa juga karena keduanya, padahal ini adalah penyakit yang ganas, maka terapinya adalah memberikan kesan dalam jiwanya akan adanya keputusasaaan terhadap harapannya itu. Karena kalau jiwa seseorang sudah merasa putus asa, ia akan merasa nyaman, tidak terlalu lagi mengejar buruannya.
            Kalau dalam keputusasaan itu penyakit asmara masih belum hilang juga, tabiat seseorang akan mengalami gangguan hebat sehingga diperlukan cara terapi lain, yakni pada bagian pikirannya. Yakni dengan menanamkan kesadaran bahwa ketergantungan hati terhadap sesuatu yang tidak mungkin dicapai adalah kegilaan. Orang yang berpikiran begitu tak ubahnya orang yang hendak menjaring matahari. Ruhnya akan terus bergantung dan melambung tinggi, terus berputar bersama angan-angannya di tengah orbitnya. Bagi orang-orang berakal, itu hanya terjadi pada orang-orang gila belaka.
            Kalau tidak mungkin memperoleh kekasih dengan cara yang disyariatkan dan sesuai dengan kemampuan, terapinya adalah dengan menempatkan diri sebagai orang yang berudzur. Karena Allah belum mengizinkan dirinya untuk memperolehnya. Maka terapi penyakit ini bagi seseorang hamba yang menginginkan keselamatan adalah dengan menjauhi angan-angan tersebut. Berikanlah kesan dalam dirinya bahwa apa yang dia cari itu tidak ada atau tidak mungkin digapai, tak ubahnya dengan segala hal yang mustahil.
            Kalau nafsu amarahnya tidak juga bisa menerima cara tersebut, hendaknya ia meninggalkan angan-angannya itu karena dua hal: karena takut kepada Allah, atau karena keyakinan bahwa hilangnya apa yang dia cintai itu lebih baik bagi dirinya, bahkan berguna dan lebih berfaidah, bahkan akan menggiringnya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih lezat dan lebih menggembirakan. Karena orang berakal akan membuat perbandingan antara kehilangan sesuatu yang dicintai yang bersifat fana dengan kehilangan sesuatu yang lebih besar nilainya, lebih kekal, lebih bermanfaat dan lebih nikmat. Pasti akan jelas perbedaan antara keduanya. Janganlah kita menjual kelezatan abadi yang tidak memiliki resiko apapun untuk membeli kelezatan sesaat yang akan berubah wujud menjadi rasa sakit. Pada hakikatnya, kelezatan sesaat itu adalah mimpi tidur atau ilusi yang tidak ada realitasnya sama sekali. Bila kelezatannya telah musnah, tinggallah rasa susahnya. Bila syahwat sudah lenyap, yang tinggal hanya kesengsaraan saja.
            Selain itu, ia bisa mendapatkan sesuatu yang lebih menyusahkan dibandingkan dengan hilangnya sesuatu yang dikasihinya. Bahkan bisa jadi ia akan tertimpa dua musibah sekaligus: yakni kehilangan sesuatu yang lebih besar dari hilangnya sang kekasih, serta terjadinya sesuatu yang lebih menyusahkan daripada hilangnya apa yang dikasihinya tersebut. Kalau seseorang sudah yakin bahwa dengan mengejar kekasihnya dua musibah itu pasti akan ia rasakan, maka akan mudahlah baginya untuk meninggalkan angan-angannya. Ia akan berpandangan bahwa lepasnya sang kekasih lebih mudah untuk diterima dengan kesabaran. Intelejensi, agama, harga diri, dan kemanusiaan yang ada pada dirinya akan memerintahkan dirinya untuk harus menanggung bahaya yang relatif lebih ringan yang kemudian dengan demikian cepatnya berubah menjadi kenikmatan, kegembiraan dan keceriaan, untuk menolak terjadinya bahaya yang lebih besar. Sementara kejahilannya, hawa nafsunya, kegilaan dan sikap meremehkannya akan terus memerintahkannya mendahulukan kekasih yang fana dengan segala yang dimilikinya, dengan segala upaya. Sungguh, orang yang terpelihara adalah yang dipelihara oleh Allah.
            Kalau jiwa seseorang masih belum bisa menerima obat ini, terapi ini tidak serasi dengan dirinya, cobalah ia memperhatikan apa akibat dan kerusakan dunia fana yang ditimbulkan oleh memperturutkan syahwatnya itu, betapa banyak kemaslahatan yang akan hilang karenanya. Memperturutkan syahwat panah asmara dapat menimbulkan berbagai kerusakan terbesar di dunia ini, faktor terbesar yang dapat melenyapkan berbagai kemaslahatan. Karena sikap itu akan menghalangi seorang hamba menggunakan kecerdasannya yang merupakan dasar kemampuannya, tonggak kemaslahatannya.
            Kalau obat atau terapi ini juga tidak bisa diterima oleh jiwanya, hendaknya ia mengingat berbagai keburukan dari sang kekasih hati dan segala yang bisa menyebabkan dirinya membenci kekasihnya itu. Karena kalau ia terus memikirkan dan merenungkannya, pasti ia akan mendapatkan bahwa kejelekannya akan berlipat-lipat dari kebaikan yang mendorongnya mencintai sang kekasih. Silakan tanya para tetangga tentang kejelekannya yang tersembunyi. Karena kalau segala kebaikannya akan mendorong dirinya mencintai kekasihnya itu, maka kejelekannya akan juga mendorongnya untuk membencinya dan tidak menyukainya. Coba buat perbandingan antara kedua sisi tersebut. Maka hendaknya ia memilih pintu pada sisi mana lebih dahulu terbuka baginya. Janganlah menjadi orang yang tertipu oleh kecantikan lahiriah saja yang terlihat lebih baik dari kulit yang penuh dengan kusta dan lepra. Alihkan dari sekadar kecantikan luar menembus sampai pada buruknya amal perbuatannya. Menyeberanglah dari sisi lahiriahnya yang cantik menuju kebusukan hati dan jiwanya.
            Kalau terapi ini masih juga belum mampu menyembuhkannya, yang tersisa hanyalah kepasrahan total pada Allah yang selalu mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya dalam keadaan terdesak. Hendaknya ia merebahkan diri di hadapan Allah, di depan pintuNya, memohon keselamatan, dengan penuh rasa tunduk, pasrah dan merendahkan diri.
            Bila seseorang mendapatkan kesempatan untuk melakukan kepasrahan tersebut, berarti ia telah mengetuk pintu taufik. Namun hendaknya seseorang mawas diri, tidak demikian mudah menyebut-nyebut kekasihnya dan mencelanya di hadapan orang banyak sehingga mengganggu harga dirinya. Karena bila dilakukan, ia telah berbuat zhalim dan melampaui batas.
Selesai diringkas, sekuduk, 23-6-2019, 18.50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...