Rabu, 26 Juni 2019

BAHAS BUKU: HERMENEUTIKA DAN TAFSIR AL-QUR’AN ADIAN HUSAINI, M.A dan ABDURRAHMAN AL-BAGHDADI


HERMENEUTIKA DAN TAFSIR AL-QUR’AN
ADIAN HUSAINI, M.A dan ABDURRAHMAN AL-BAGHDADI
Jakarta: Gema Insani, 2007
Xiv, 90 hlm, 18,3 cm.

Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahwashshalatuwassalamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Bagaimana jika Al-Qur’an dianggap sebagai produk sosial budaya?
Bagaimana jika Agama Islam kemudian dikenal sebagai Agama Muhammad? Hukum Islam dianggap sebagai Muhammedan Law?
Bagaimana jika Al-Qur’an tidak dianggap sebagai teks yang final.
Bagaimana jika derajat Al-Qur’an sebagai wahyu, bukanlah sesuatu yang diturunkan dari langit dalam bentuk kata-kata aktual, akan tetapi dilepaskan derajat kewahyuannya dan dianggap semata spirit yang dicerap, disaring Muhammad dan diekspresikan dalam tapal batas intelek dan kemampuan linguistik beliau?
Bagaimanakah proses/metode penafsiran Al-Qur’an sebenarnya?


Pertanyaan-pertanyaan di atas akan terjawab dalam buku ini. Pada tulisan kali ini, aku akan mengutip beberapa pointer saja. Adapun kepada rekan pengunjung dan pembaca laman anassekuduk.blogspot.com ini kusarankan untuk merujuk langsung sebagai bentuk konfirmasi dan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Karena dalam hematku, buku _yang meskipun berukuran kecil_ ini memerlukan tingkat konsentrasi yang tinggi dan fokus, perlunya pemahaman bahasan per bahasan secara tuntas barulah bisa pindah ke bahasan lanjutan. Pesan ini tentu tidak berlaku bagi rekan-rekan yang major interestnya ada di bidang Al-Qur’an dan tafsir. Setidaknya, pesan ini menurut pandanganku yang secara literasi termasuk sangat kurang baca. Moga apa yang kutuliskan dalam ruang dan kesempatan kali ini bermanfaat, amin, salam takzim anassekuduk.
......................................................................................................................................................................................

Dampak Hermeneutika:

1.         Relativisme Tafsir
Para pengaplikasi hermenutika menganut paham relativisme tafsir. Tidak ada tafsir yang tetap. Semua tafisr dipandang sebagai produk akal manusia yang relatif, kontekstual, temporal, dan personal. ..
Prof. Amina Wadud, seorang tokoh feminis, juga menyatakan, “No method of Quranic exegesis fully objectives. Each exegete makes some subjective choices”. (Tidak ada metode penafsiran Al-Qur’an yang sepenuhnya objektif. Masing-masing penafsir membuat pilihan yang subjektif).
Berangkat dari paham relativisme ini, maka tidak ada lagi satu kebenaran yang  bisa diterima semua pihak. Semua manusia itu bisa salah. Bagaimana dengan Nabi, ijma’ sahabat? Bukankah ada hadits Nabi Saw yang menyatakan, “Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan”? Apakah semua itu harus dibongkar dengan hermeneuitka? Imam Bukhari dan para ulama lainnya banyak menyepakati tentang kesahihan dan kemutawatiran banyak hadits Nabi Saw. Mereka menuangkan pemikiran mereka ke dalam kitab-kitab hadits, hasil akal pikiran mereka. Dalam bidang tafsir misalnya, jika merujuk pendapat Amin Abdullah yang menyatakan semua produk tafsir adalah produk akal manusia, yang bersifat pasti “terbatas”, “parsial-kontekstual”, dan “bisa saja keliru”. Dengan demikian, menurut hermeneutika ini, maka tidak ada tafsir yang qath’i, tidak ada yang pasti kebenarannya, semuanya relatif, semuanya zhanni.
Argumentasi ini tidak sangat tidak beralasan. Islam adalah agama yang satu, dan sepanjang sejarah ulama Islam bersatu dalam banyak hal. Umat Islam sejak zaman Nabi Saw hingga kini sampai kiamat, membaca syahadat dengan lafaz yang sama, shalat subuh 2 rakaat, membaca takbir “Allahu Akbar”, berpuasa Ramadhan, Haji ke Baitullah dengan cara yang sama. Akal manusia jelas bisa menjangkau hal yang mutlak, yang tentu saja dalam batas-batas manusia. Tidak benar akal manusia berbeda dalam segala hal. Bahkan dalam menafsirkan Al-Qur’an pun, para mufasir tidak pernah berbeda tentang kewajiban shalat 5 waktu, tidak berbeda tentang kewajiban puasa Ramadhan, kewajiban zakat. Para mufasir tidak pernah berbeda tentang haramnya babi, zina, khamr, haramnya muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim dan sebagainya. Sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah manusia, bukan Tuhan atau setengah Tuhan. Ada yang qath’i dan ada yang zhanni dalam penafsiran Al-Qur’an. Itu semua sudah mafhum dalam Islam. Jadi, tidak benar jika semuanya adalah zhanni, relatif.
Paham relativisme tafsir ini sangat berbahaya, sebab: (1) menghilangkan keyakinan akan kebenaran dan finalitas Islam, sehingga selalu berusaha memandang kerelativan ajaran Islam, (2) menghancurkan bangunan ilmu pengetahuan Islam yang lahir dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang sudah teruji selama ratusan tahun. Padahal hermeneutika Al-Qur’an hingga kini masih merupakan upaya coba-coba beberapa ilmuwan kontemporer yang belum membuahkan pemikiran Islam yang utuh dan komprehensif. (3) menempatkan Islam sebagai agama sejarah yang selalu berubah mengikuti zaman. Bagi mereka tidak ada yang tetap dalam Islam. Hukum-hukum Islam yang sudah dinyatakan final dan tetap (tsawabit) akan senantiasa bisa diubah dan disesuaikan dengan arus liberasi Islam. Sudah banyak yang berani menghalalkan hukum-hukum yang sudah pasti, seperti haramnya muslimah menikah dengan laki-laki non muslim, dan haramnya perkawinan homoseksual (LGBT).
...Al-Qur’an adalah wahyu yang lafaz dan maknanya dari Allah, bukan ditulis oleh manusia. Oleh karena itu, ketika ayat-ayat Al-Qur’an berbicara tentang perkawinan, khamr, aurat wanita, dan sebagainya, Al-Qur’an tidak berbicara tentang orang Arab. Maka, dalam penafsiran Al-Qur’an, memang tidak mungkin lepas dari makna teks, karena Al-Qur’an memiliki teks yang final dan tetap. Teks AL-Qur’an tidak berubah sepanjang masa, maknanya tetap terjaga, sejak diturunkan sampai sekarang dan nanti. Jadi, meskipun ayat tentang khamr diturunkan di Arab, dan dalam bahasa Arab, ayat itu berbicara kepada semua manusia, bukan hanya ditujukan kepada orang Arab yang hidup di daerah panas dan sudah kecanduan khamr. Maka, khamr haram bagi semua manusia, sedikit atau banyak, baik Arab maupun bukan.
Begitu pula tentang menutup aurat bagi wanita, tidak hanya untuk wanita Arab. Karena sudah mafhum, anatomi tubuh seluruh wanita di belahan dunia manapun; Arab, Eropa, Cina atau Indonesia adalah sama. Karena itu, sepanjang sejarah, ulama hanya berbeda pendapat dalam hal menutu wajah (cadar) dan batasan tangan. Tidak ada yang berpendapat wanita boleh memperlihatkan perut atau punggungnya. Apalagi, yang berpendapat bahwa batasan aurat  wanita tergantung situasi dan kondisi.

2.       Curiga dan Mencerca Ulama Islam
Para pendukung metode hermeneutika juga tidak segan-segan memberikan tuduhan membabi buta terhadap para ulama Islam terkemuka, seperti Imam Syafii, yang berjasa merumuskan metodologi keilmuan Islam, yang tidak dikehendaki para pendukung hermeneutika.
Misalnya ada menyatakan bahwa pemikiran fiqh yang dirumuskan Imam Syafii mengkerangkeng dan membelenggu pemikiran kaum muslimin dan membuatnya terbuai. Bahwa metodologi rumusan Syafi’i diposisikan begitu agung, sehingga bukan saja tak tersentuh kritik, tapi juga lebih tinggi dari nash-nash syar’i (Al-Qur’an dan hadits).
Adapula tuduhan bahwa Syafi’i melakukan pembelaan terhadap mushaf Utsmani, untuk mempertahankan hegemoni Quraisy.
Jika dicermati, biasanya mereka bersikap sangat kritis terhadap para ulama Islam, tetapi mereka menjiplak begitu saja berbagai teori hermeneutika atau pemikiran dari para orientalis dan cendekiawan Barat, dengan tanpa sikap kritis sedikitpun. Biasanya mereka dengan ringan mengutip pendapat-pendapat Imanuel Kant, Paul Ricour, Habermas, Michel Foucult, Antonio Gramsci dan sebagainya, dengan tanpa sikap kritis, dan dengan mudahnya menjiplak gagasan mereka untuk diaplikasikan terhadap Al-Qur’an.

3.       Dekonstruksi Konsep Wahyu
Dekonstruksi yang terjadi, dapat kuringkaskan sebagai berikut: Nabi Muhammad Saw sebagai bagian dari masyarakat, bagian dari realitas sejarah, sosial dan budaya. Muhammad Saw dipandang sebagai semacam “pengarang” Al-Qur’an. Artinya redaksi Al-Qur’an adalah versi Muhammad. Padahal kita tahu betul bahwa Al-Qur’an secara lafaz dan makna berasal dari Allah Swt, Beliau Saw hanya menyampaikan. Kita juga paham betul diawal masa turun dan penulisannya, Rasulullah Saw memerintahkan untuk memisahkan penulisan Al-Qur’an dengan hadits. Bahkan membatasi penulisan Al-Qur’an pada sahabat tertentu. Metodologi hermeneutika juga mengharuskan Al-Qur’an yang merupakan wahyu, diturunkan derajatnya menjadi teks yang manusiawi, bahwa Al-Qur’an yang sudah keluar dari mulut Nabi Muhammad Saw adalah bahasa Arab biasa yang dipahami orang-orang Arab ketika itu. Dan karena bahasa adalah produk budaya, maka Al-Qur’an yang berbahasa Arab adalah juga produk budaya Arab. [dalam tataran paling praktis pemahaman misalnya, kerudung/jilbab adalah budaya Arab, sehingga tidak ada keharusan muslimah menggunakannya sebagai bagian dari syariat Islam, anassekuduk]

Hermeneutika yang digunakan dalam teks-teks agama Barat, kata Prof. Wan Mohd Nor, bermula dengan masalah besar: 1) ketidakyakinan tentang kesahihan teks-teks tersebut oleh para ahli dalam bidang itu sejak dari awal karena tidak adanya bukti material teks-teks yang paling awal, 2) tidak adanya laporan-laporan tentang tafsiran yang dapat diterima umum, yakni ketiadaan tradisi mutawatir dan ijma’, dan 3) tidak adanya sekelompok manusia yang menghafal teks-teks yang hilang itu. Ketiga masalah ini tidak terjadi dalam sejarah Islam, khususnya dengan Al-Qur’an.

Apakah Al-Qur’an Kitab Sains dan ilmu Pengetahuan??
Bahasan ini diambil dari buku yang sama, akan tetapi di bagian yang ditulis oleh Abdurrahman Al-Baghdadi.  Kukutip tulisan ini di halaman 68 dan seterusnya.

........Anggapan orang banyak di masa lampau maupun kini bahwa Al-Qur’an berisi macam-macam ilmu pengetahuan, dan ada kaitannya dengan sains dan teknologi, kemudian mereka menambahkan semua teori dan fakta ilmiah ke dalam tafsir Al-Qur’an......Anggapan bahwa Al-Qur’an mengandung semua teori ilmiah, sama sekali tidak mempunyai dasar. Al-Qur’an sendirilah yang mendustakan mereka, karena Al-Qur’an adalah buku wahyu yang mengajak manusia dan jin beriman agar hidup mereka dapat diatur oleh Allah Swt dengan peraturan yang sempurna, dan supaya mereka hidup sejahtera, aman sentosa, dan bahagia dunia akhirat. Al-Qur’an tidak dijadikan sebagai buku sains dan/atau buku panduan ilmu teknologi, sebagaimana yang menjadi anggapan banyak kaum intelektual di zaman sekarang. Semua ayat Al-Qur’an hanyalah merupakan bahan pemikiran untuk membuktikan keagungan Allah Swt dan pokok-pokok hukum untuk mengatur perilaku dan tingkah laku manusia.
Adapun mengenai berbagai cabang ilmu pengetahuan yang terungkap dalam Al-Qur’an, semua itu tidak diketengahkan dalam Al-Qur’an, sekalipun hanya dalam satu ayat atau sepotong ayat. Kalau di dalam Al-Qur’an terdapat sesuatu yang sejalan dengan ilmu pengetahuan umum atau sesuai dengan kenyataan ilmiah, itu semata-mata hanya dimaksud sebagai pembuktian tentang kekuasaan Allah Swt, dan sebagai bukti kemukjizatan Al-Qur’an, bukan untuk menetapkan kebenaran suatu teori atau fakta ilmiah.
Al-Qur’an tidak mengetengahkan masalah penelitian ilmiah, dan tidak mengemukakan teori ilmiah secara murni (maksudnya murni ilmiah), tidak ada kata-kata maupun kalimat-kalimat yang menunjukkan hal itu dan Rasulullah Saw sendiri tidak pernah menjelaskan masalah itu, karenanya Al-Qur’an sendiri tidak mempersoalkan ilmu pengetahuan sains maupun teknologi, meskipun menyinggung banyak fakta ilmiah yang baru terungkap pada abad yang lalu dan sekarang. Jadi, kesimpulannya bahwa teori ilmu pengetahuan dan kenyataan ilmiah yang dibahas oleh Al-Qur’an yang tersurat maupun tersirat pada ayat-ayatnya memang berguna untuk memahami ayat-ayat kauniyah (yang ada di alas semesta), sejalan dengan tujuan Al-Qur’an sebagai kitab wahyu yang membawa petunjuk (hidayah), rahmah (bagi semesta), dan berita gembira bagi kaum muslimin semata; dan bukan sebagai buku sains atau panduan teknologi.
Sekian, salam takzim, anassekuduk,
Selesai, Sekuduk, 09.53, Kamis, 27-6-2019, dimulai sekitar ba’da Subuh di hari yang sama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...