SHAID AL-KHATIR: IBNUL JAUZI (Abu
Faraj Abdurrahman bin Ali al-Jauzi)
Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahwashshalatuwassalamu ‘ala Rasulillah, amma
bad’du.
Ibnul Jauzi dan buku ini adalah
salah satu alasan aku menulis di blog ini. Coba sejenak baca kalimat di awal muqaddimah tulisannya, beliau menulis:
Karena
pikiran yang berselancar meneliti beberapa hal di hadapannya tak mau
menuliskannya, maka ia pun pergi sia-sia. Oleh sebab itu, termasuk tindakan
terpuji adalah mencatat apa-apa yang terlintas di pikiran supaya ia tak
terlupakan sepanjang masa, apalagi Nabi Muhammad Saw juga telah bersabda,
“Jagalah ilmu dengan menuliskannya.” (hal. 28)
Selain itu ada juga buku berjudul Bukan Buku
Best Seller yang pusat pembicaraannya ialah motivasi untuk menulis. Membaca
karya Buya Hamka, misalnya Tenggelamnya Kapal Van Der wijk, Di bawah Lindungan Kakbah, dan
Tasawuf Modern yang mana dari Hamka ini aku mengambil ibrah, inilah tokoh ulama
nusantara, setanah air dengan diriku sendiri, yang telah membuktikan dirinya
sebagai seorang ulama yang memiliki banyak karya dan mempunyai keahlian mumpuni
di berbagai bidang. Bahkan hal unik ialah ketika Buya Hamka dikatakan kedapatan
oleh temannya sedang membaca buku tulisannya sendiri yang berjudul Tasawuf
Modern. Temannya pun berujar, “Pak Hamka sedang membaca buku karangan Pak
Hamka.” Beliau pun menimpali bahwa benar setelah banyak menasehati orang lain,
kini dia menasehati dirinya sendiri lewat buku yang ia tulis sendiri.
Adapun Shaid Al-Khaitr ini, terbilang sudah
lama memang kumiliki setelah tercatat kubeli Minggu, 17 Maret 2012 seharga 60K,
pada masa itu. Akan tetapi, baru kali ini aku berkesempatan untuk sedikit
berbagi kepada rekan pengunjung blog anassekuduk, alhamdulillah ‘ala kulli
hal....
Buku ini kucari setelah membaca buku di
mana penulis buku tersebut (Kalau tidak salah
Dr. Aidh Al-Qarni.) menyarankan untuk merujuk karya Ibnul Jauzi ini,
karena menurutnya memuat isi yang berbobot.
Buku ini memuat refleksi Ibnul Jauzi, yang
sebagaimana ditulis pentahqiqnya, Yusuf Ali Budaiwi, merupakan kumpulan
renungan mendalam, ide matang, dan lintasan bercahaya dalam memahami jiwa,
kehidupan, agama dan perilaku yang baik dan ibadah yang benar. (hal.23)
Berdimensi 16x24 dengan 618 halamanan, buku
ini sangat baik untuk dimiliki, berikut kutuliskan beberapa ringkasan yang
tertulis di cover buku:
·
Orang tua yang berakal harus menjauhkan anak-anak dari
teman-teman yang jahat, dan apabila anaknya punya sifat malu, ia harus
didekatkan dengan orang-orang terhormat dan para ulama. (h. 325)
·
Orang yang bercita-cita tinggi selalu meburu hal-hal
yang mendekatkanNya kepada Allah, dan bisa jadi kebingungan saat mencari itu
justru petunjuk kepada sesuatu yang sedang dicarinya. (h. 321)
·
Tubuh harus diperlakukan dengan baik. Hati pun mesti
dijauhkan dari kesedihan yang menimbulkan bahaya, karena kesedihan yang
terus-menerus menderanya akan mempercepat kerusakan tubuh. (h. 368)
[untuk poin ini, berdasarkan bacaan
beberapa buku, khususnya yang membahas TCM (Traditional Chinese Medicine:
konsep pengobatan tradisional Cina) dijelaskan bahwa faktor emosi ini dapat
tidak hanya sistem, akan tetapi mampu menyebabkan kerusakan organ tubuh.
Misalnya kesedihan berpengaruh ke organ paru-paru, marah berpengaruh ke liver,
terlalu gembira ke jantung]
·
Orang berakal adalah orang yang melaksanakan kewajiban
pada waktunya, sehingga bila kematian mendatanginya secara mendadak, ia sudah
punya kesiapan untuk menghadapinya. Dengan demikian, bila ia berhasil merengkuh
cita-citanya ia akan bisa menambah pundi-pundi kebaikannya, (h. 36)
·
Seseorang yang tidak punya minat bekerja dan puas
dengan harta yang sedikit, bukanlah termasuk kelompok orang hebat, melainkan
kelompok para pengecut. (h. 45)
·
Orang yang hatinya sangat keras dan tak punya sikap
mawas diri yang bisa mencegahnya melakukan kesalahan, disarankan banyak-banyak
mengingat kematian dan mendatangi orang-orang yang sedang sekarat. (h. 205)
·
Berikut kukutipkan secara lengkap salah satu refleksi
Ibnul Jauzi tentang musibah:
Agar Musibah Terasa Lebih Ringan
Orang yang tertimpa suatu musibah dan
berkeinginan mengenyahkannya kami sarankan untuk membayangkan yang lebih berat
darinya. Jika ia melakukannya, musibah pasti akan terasa lebih ringan. Kami
juga menyarankan untuk mengingat-ingat balasan pahala dan membayangkan
terjadinya musibah yang lebih besar lagi. Bila ia melakukannya, ia pasti akan
merasa lebih beruntung, sebab dia hanya ditimpa musibah yang tengah menimpanya
itu.
Kami
juga menyarankan untuk merenungi kecepatan berlalu musibah. Sebab, kalau bukan
karena kepedihan pada saat-saat yang menyedihkan, tentu saat-saat kebahagiaan
tak akan pernah diharapkan. Ia juga seyogianya tahu bahwa waktu menetapnya musibah
pada dirinya sama dengan waktu mukimnya seorang tamu. Karena itu, ia mesti
selalu meneliti apa-apa yang dibutuhkannya di setiap saat. Ia akan menyadari
bahwa masa tinggalnya sangat cepat berlalu. Dan sesudah meninggalkannya, si
tamu itu akan memujinya, berterimakasih kepadanya serta menyebutnya sebagai
tuan yang dermawan.
Demikian
pula bila bencana menimpa, saat-saat yang dilewatinya wajib dikontrol, hal-ihwal
jiwa mesti diawasi dan anggota-anggota tubuh harus dikendalikan, supaya lisan
tak mengeluarkan kata-kata yang buruk dan hati tak menyimpan rasa tak suka.
Kalau orang yang tertimpa musibah melakukan itu semua tentu ia akan melihat
fajar pahala akan segera terbit. Malam bencana akan secepatnya berlalu dan
orang yang berjalan di waktu malam akan dipuji karena telah melewati kegelapan.
Dan kala mentari pahala mulai menyingsing, maka ia telah sampai di peraduan
kedamaian.
Tak
Memprotes Hikmah Ilahi
..........Sampaikanlah kepada orang yang
memprotes hikmah Allah, “Kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian
hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang
menyakitkan hatinya.” (QS. Al-Hajj: 15), lalu tegaskanlah lagi kepadanya, “Bila
kamu protes, protesmu tidak akan menghentikan perjalanan takdir, dan jika kamu
pasrah, takdir juga akan tetap berjalan seperti sediakala. Tetap berjalannya
takdir sedang kamu mendapat pahala (mungkin sabar/tawakkal maksudnya, blogger)
adalah lebih baik daripada berjalannya takdir sedang kamu memperoleh dosa!” (h.
614)
(walhamdulillah, sekian,
selesai @sekuduk, 13.6.19: 02.50, Nasrullah/anassekuduk blog)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar