BERSAMA RASULULLAH SAW MENDIDIK
GENERASI IDAMAN
[45 Pola Pengajaran Rasulullah Saw]
النّبيّ الكريم صلى الله عليه وسلم معلّما
Dr. Fadhl Ilahi
Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i
Xxix
+ 409 hlm; 15,5 x 23, 5 cm
Bismillahirrahmanirrahim,
alhamdulillahwashshalatuwassalamu
‘ala Rasulillah, amma ba’du.
a. INTRO>>>>>>>
Di
antara banyak buku teori pendidikan, kurasa buku ini layak untuk menjadi buku wajib bagi
siapapun yang menyandang atau menjalankan peran sebagai pengasuh, pendidik,
pembimbing atau pengajar. Entah itu yang menjalankannya secara penuh atau paruh masa. Membaca buku karya Dr. Fadhl Ilahi membuka
mata dan hati, setidaknya untukku dalam pandanganku pribadi, bahwa Rasulullah Saw benar-benar dekat dengan umat. Begitu
perhatian, begitu pengertian. Beliau bukanlah seseorang yang mengurung diri dan
menyendiri di dalam mihrab peribadatan yang tertutup dan menjauh dari umat,
semata menyelamatkan diri dari kekeruhan dunia. Beliau صلى الله عليه وسلم juga tidak semata memandu umat dari balik
mimbar. Akan tetapi, begitu dekat, merakyat. Turun menyaksikan sendiri
permasalahan, perkembangan umatnya. Peduli, siap berbagi, bahkan berkorban
segenap jiwa dan raga demi umatnya yang tercinta. Jika menengok ke belakang,
proses Beliau menerima wahyu di Gua Hira lalu melaksanakan tugas dakwah ke
tengah masyarakat, yang terpikir di benakku begitulah kita mestinya. Sejenak
membekali diri, mencari pencerahan, lalu jika diri telah “berisi”, segeralah
turun membaur dengan lingkungan untuk memperbaiki keadaan yang timpang,
membantu insan yang dhaif, menolong meleraikan kekacauan, membantu mengurai
kekusutan, menerang kegelapan. Jika terjadi perang, Beliau ada di barisan
terdepan. Jika antara Sahabat ada yang kelaparan, Beliau pernah mengikatkan 3
buah batu di balik ikat pinggangnya ketika Sahabat hanya mengikat perut dengan
sebuah batu. Jika mendapat hadiah, misalnya suatu pemberian makanan, Beliau
sering kali akan terlebih dahulu mencari Sahabat yang tengah kelaparan. Direkam
dalam Sunnah, Beliau pernah minum susu bergilir dari gelas yang sama. Lihatlah betapa
indah perikehidupan Nabi kita ini. Secara pribadi, aku
mengganggap buku ini tak semata membahas teori pengajaran/pendidikan. Akan
tetapi, jika kita mau membaca dengan hati yang tenang, merenung halaman demi
halaman, lembar demi lembar, seakan terpapar biografi Beliau yang agung,
merasakan bagaimana kecintaan yang mendalam dan keinginan yang besar untuk
membersamai umatnya dalam berbagai kesempatan.
Allahumma shalli wa sallim wa barik
alaih......صلى الله عليه وسلم[anassekuduk]
b. POINTER>>>>>>>>>>
POIN-POIN
ISI BUKU:
·
Dr. Fadhl Ilahi
dalam buku ini mengemukakan 45
pola pengajaran yang dilakukan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Di antaranya: memanfaatkan waktu dan
tempat yang tepat, memberi pertanyaan dan jawaban, menyapa baik dengan nama
asli, panggilan atau julukan, memberi perumpamaan, ilustrasi, memperhatikan
kondisi murid, mengenali keistimewaan murid, dan lainnya yang dapat rekan baca
secara utuh di buku ini.
Dalam
buku terjemahan ini, matan hadits ikut dimuat, diikuti terjemahan, dilengkapi
syarh penjelasan, dan di bagian catatan kaki pembaca dapat melihat penilaian
terhadap hadits ini, derajat dan kualitasnya.
- · Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjelaskan dengan ilustrasi.
Aku
tertarik pada bagian yang menerangkan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga menjelaskan dengan ilustrasi. Imam
Ath-Thibi menggambarkan bentuk ilustrasi tersebut, dan rekan bisa melihatnya di
halaman 136 dari buku ini. Berikut ilustrasinya:
[Hhhmmmm
di sini aku kemudian berpikir, para guru yang dulu mengajar kita menggunakan
model ilustrasi berarti sudah melaksanakan salah satu sunnah ya? Apalagi guru
IPA entah itu biologi, fisika, kimia lewat gambar anatomi, coretan gambar
botol-botol reaksi, poster-poster, dan sebagainya.
Atau IPS yang biasanya menjelaskan dengan ilustrasi tabel, diagram, peta dan
sebagainya. Guru jaman now juga
biasa menggunakan proyektor atau infocus untuk memudahkan pemahaman murid-murid
mereka. anassekuduk]
- · Respon Nabi صلى الله عليه وسلم terhadap pertanyaan:
Nabi صلى الله عليه وسلم sangat toleransi terhadap pertanyaan,
pujian beliau terhadap pertanyaan yang berbobot, dan pemberian jawaban beliau
melebihi apa yang ditanyakan.
Akan
tetapi, di samping semua itu, beliau tidak menyukai pertanyaan yang sengaja
dibuat-buat, pertanyaan yang sengaja diajukan untuk menyulitkan, pertanyaan
yang dapat memberatkan umat.
Dalam
kitab Syarhus Sunnah, Al-Baghawi berkata: pertanyaan itu ada 2 jenis:
Pertama,
pertanyaan dalam rangka mempelajari urusan agama yang dibutuhkan. Pertanyaan
semacam ini boleh bahkan diperintahkan. (Silakan dirujuk QS. An-Nahl: 43).
Dalam
konteks inilah pertanyaan para Sahabat mengenai harta rampasan perang,
kalaalah, dan selainnya diajukan.
Kedua,
pertanyaan untuk menyulitkan, membingungkan, dan mengada-ada. Ini dilarang.
Nabi
صلى الله عليه وسلم
memperlakukan setiap pertanyaan berbeda-beda sesuai konteksnya. Terkadang
beliau memuji pertanyaan yang baik, terkadang beliau menjawab dengan yang lebih
banyak daripada apa yang ditanyakan ketika situasi menuntut demikian, serta
terkadang beliau marah terhadap pertanyaan yangmenyulitkan dan membingungkan.
Pertanyaan
juga dapat digunakan untuk menarik perhatian, sebagaimana Allah Swt dalam
Al-Qur’an juga banyak mengajukan pertanyaan, yang dijelaskan oleh ulama sebagai
penarik perhatian. Cobalah simak dalam Al-Ma’un, Al-Qadr, Al-Qari’ah, Al-Humazah
dan lain-lain.
- · Marahnya Nabi صلى الله عليه وسلم
Nabi صلى الله عليه وسلم pernah marah?? Iya, tentu saja. Akan
tetapi marilah kita lihat kontes marahnya Nabi صلى الله عليه وسلم itu. Dalam tema bahasan Nabi صلى الله عليه وسلم sebagai pengajar dan pendidik, pada
halaman 254 buku ini,
penulis menerangkan bahwa dalam kitab Syarh-nya, Al-Hafizh Ibnu Hajar
berkata: “Imam Bukhari رَحِمَهُ اللهُ hanya menyebutkan 2 konteks marah, yaitu
ketika ceramah dan mengajar. Beliau tidak menyebutkan bolehnya marah ketika
sedang memutuskan suatu perkara. Hal itu dikarenakan seorang hakim dilarang
memutuskan perkara dalam keadaan marah.
Perbedaan
mendasar di antara kedua hal itu adalah adakalanya seorang penceramah (pemberi
nasihat) harus bersikap marah karena posisinya menuntut dirinya untuk
menunjukkan sisi emosionalnya, dan peran dirinya adalah seperti pemberi
peringatan. Sama halnya dengan seorang guru, adakalanya dia harus marah
terhadap kedangkalan pemahaman muridnya atau karena alasan sejenisnya. Sebab,
terkadang sikap amarah bisa mendorong murid untuk dapat menerima pelajaran yang
diberikannya.
[Jadi, hakikatnya kita tidak dilarang marah sama sekali, tetapi perlu adanya manajemen marah. Marah diarahkan kepada upaya merubah sikap negatif anak menjadi posotif, anassekuduk]
Sekian,
untuk lebih lanjut silakan rekan merujuk ke buku ini. Recommended. Moga tulisan
kali ini bermanfaat.
Salam takzim,
Jum’at, 28-6-2019
Selesai 10.17 di hari yang
sama..anassekuduk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar