Jumat, 05 Juni 2020

SYAFAAT RASULULLAH DAN TINGKATAN-TINGKATANNYA


SYAFAAT RASULULLAH صلى الله عليه وسلم DAN TINGKATAN-TINGKATANNYA
Sumber:
Judul asli: Al-Fushuul fii Siiratir Rasuul صلى الله عليه وسلم [اَلْفُصُوْلُ فِيْ سِيْرَةِ الرَّسُوْلِ صلى الله عليه وسلم]
Penerbit: Daar Ghiras-Kuwait. Cet I 1424 H / 2003 M
Judul dalam Bahasa Indonesia: Sirah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
Penerbit: Pustaka Imam Syafii. Cet I, Jumadil Awwal 1431 H / 2010 M



A. SYAFAAT UZHMA
Syafaat paling besar, paling agung dan paling luas adalah al-Maqaam al-Mahmuud (kedudukan yang mulia) yang sangat diinginkan oleh semua makhluk, di mana mereka mendambakan Rasululah memberikan syafaat kepada mereka di sisi Allah Swt, agar beliau datang untuk menyelesaikan pengadilan akhirat, menolong kaum Mukminin dari kondisi sulit di Padang Mahsyar  pada hari Kiamat, serta [menyelamatkan mereka] agar tidak berkumpul bersama orang-orang kafir di Mahsyar. Sebelumnya, umat manusia saat itu telah meminta syafaat kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa alaihimussalam. Namun, setiap Nabi tersebut menjawab: “Aku tidak memilikinya.” Akhirnya, mereka menemui Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم untuk meminta pertolongan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun menjawab: “Benar, akulah pemiliknya.” Maka beliau berangkat dan memberikan syafaat dengan izin Allah Swt.

B. SYAFAAT BAGI CALON PENGHUNI NERAKA

Maqam kedua adalah pertolongan yang diberikan oleh Nabi kepada sekelompok umatnya yang telah diperintahkan masuk Neraka, agar mereka tidak jadi dimasukkan ke dalamnya. Syafaat ini ditegaskan dalam sebuah hadits riwayat al-Hafizh Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid Dun-ya rh dalam kitabnya, Ahwaalul Qiyamah (Huru-hara Kiamat), pada Bab “Syafaat”, di akhir pembahasan.
Al-Hafizh menyebutkan: Said bin Muhammad al-Jarmi meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Abu Ubaid al-Haddad meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Tsabit al-Bunnani meriwayatkan kepada kami dari Ubaidillah bin Abdullah bin al-Harits bin Naufal dari ayahnya, dari Abdullah bin Abbas ra, ia berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Akan dibuatkan untuk para Nabi mimbar-mimbar dari emas, lalu mereka duduk di atas mimbar masing-masing. Tinggallah mimbarku yang belum diduduki. Aku terus berdiri di hadapan Allah Swt agar dapat menolong umatku. Aku khawatir segera disuruh masuk Surga, sementara umatku tertinggal di belakang. Aku berkata; ‘Ya Rabbi, ummatku.’ Allah Swt berfirman: ‘Hai Muhammad, apa yang kau harapkan dariKu untuk Aku lakukan terhadap umatmu?’ Aku berkata: ‘Ya Rabbku, percepatlah hisab mereka.’
        Mereka pun dipanggil dan dihisab. Di antara mereka ada yang masuk Surga dengan rahmat Allah dan ada juga yang masuk Surga karena syafaatku. Aku terus memberikan syafaat hingga aku memberikan surat kuasa (pertolongan) kepada sebagian orang dari umatku yang seharusnya dimasukkan ke dalam Neraka. Sampai-sampai Malaikat Malik, penjaga Neraka, berkata kepadaku: ‘Hai Muhammad, tidakkah engkau memberikan kesempatan sedikit pun bagi api Neraka untuk menyiksa karena kemarahan Allah terhadap umatmu?’”
        Dalam riwayat lain al-Hafizh Abu Bakar menyebutkan: Ismail bin Ubaid bin Umar bin Abu Karimah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Salamah meriwayatkan kepadaku dari Abu Abdurrahman: Zaid bin Abu Unaisah meriwayatkan kepadaku dari al-Minhal bin Amr, dari Abdullah bin al-Harits, dari Abu Hurairah ra, ia bercerita:
“Umat manusia nanti akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang. Mereka akan berkumpul dengan pandangan terpaku ke atas, menanti pengadilan dalam keadaan berdiri tegak selama 40 tahun. Setelah itu, Allah Swt turun dari ‘Arsy menuju al-Kursi. Yang pertama kali dipanggil adalah Ibrahim al-Khalil as, lalu dipakaikan kepadanya dua pakaian qubhthiyah dari Surga. Kemudian, Allah Swt berfirman: ‘Bawalah kepadaKu Nabi yang ummi, Muhammad صلى الله عليه وسلم.’ Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: ‘Aku pun berdiri, lalu dipakaikan kepadaku pakaian sutera dari Surga. Dipancarkan pula bagiku sebuah telaga yang luasnya sejauh jarak antara negeri Ailah hingga Ka’bah. Aku pun meminum airnya dan mandi, sementara leher-leher umat manusia nyaris putus karena kehausan. Selanjutnya, aku berdiri di sisi kanan al-Kursi. Tidak ada seorang pun pada hari itu yang berdisi di tempat tersebut selain aku.’ Barulah sesudah itu, Allah Swt berfirman: ‘Mohonlah sesuatu, pasti akan Aku kabulkan. Mintalah syafaat, pasti akan Aku berikan.’”
Perawi melanjutkan: “Seorang laki-laki bertanya: ‘Apakah engkau mengharapkan sesuatu untuk kedua orang tuamu, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Aku akan memberikan syafaat untuk mereka, tanpa peduli apakah ia diterima atau ditolak. Sungguh, aku tidak berharap apa-apa terhadap nasib mereka.’”
Al-Minhal mengatakan bahwa Abdullah bin al-Harits juga menceritakan sebuah riwayat kepada kami, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Aku pun lewat di hadapan sekelompok umatku yang sudah diperintahkan masuk Neraka. [Mereka berkata: ‘wahai Muhammad, kami mohon syafaatmu.’ Aku memerintahkan para Malaikat untuk menahan mereka di tempatnya. Lantas, aku pergi meminta izin kepada Rabbku. Allah Swt pun memberikan izin kepadaku. Kemudian, aku bersujud dan bertanya: ‘Ya Rabbi, mengapa Engkau memerintahkan sebagian umatku untuk masuk Neraka?’]
        Nabi صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Allah Swt berfirman: ‘Pergilah dan keluarkanlah siapa saja yang engkau kehendaki.’ Aku pun pergi dan mengeluarkan siapa saja yang dikehendaki oleh Allah untuk dikeluarkan. Setelah itu, sebagian umatku yang lain berkata: ‘wahai Muhammad, kami memohon syafaatmu.’ Aku kembali lagi menemui Rabbku Azza wa Jalla untuk memohon izin dan Allah memberikan izin. Maka dari itu, aku kembali bersujud. Allah Swt berfirman: ‘Angkatlah kepalamu dan mohonlah sesuatu, niscaya Aku akan mengabulkannya. Mintalah syafaat, niscaya Aku akan memberikannya.’ Maka, aku pun berdiri sambil mengucapkan puji-pujian kepada Rabbku dengan berbagai pujian yang belum pernah diucapkan oleh siapa pun, kemudian aku bertanya: ‘Ya Rabbi, mengapa Engkau memerintahkan sebagian umatku untuk masuk Neraka?’”
        Nabi صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Allah Swt berfirman: ‘Pergilah dan keluarkanlah siapa saja yang kamu kehendaki.’ Aku berkata: ‘Ya Rabbi, keluarkanlah dari dalam Neraka setiap umatku yang telah mengucapkan Laa ilaha illallaah, juga bagi setiap orang yang dalam hatinya terdapat keimanan meskipun hanya sebesar atom?’ Allah Swt berfirman: ‘wahai Muhammad, itu bukanlah hakmu melainkan hak-Ku sendiri.’ Aku pun pergi dan mengeluarkan siapa saja yang dikehendaki Allah untuk dibebaskan.”
        Rasulullah صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Tersisalah sebagian orang yang masuk Neraka. Penduduk Neraka mencemooh mereka seraya berkata: ‘Kalian dahulu menyembah Allah Swt dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu yang lain, tetapi mengapa kalian tetap masuk Neraka?’ Mereka pun menjadi gundah dan bersedih karena ejekan itu. Sesudah itu, Allah Swt mengirimkan Malaikat dengan membawa segenggam air, lalu memercikkan air tersebut kepada setiap kaum muwahhid (ahli tauhid) sehingga tidak tersisa seorang pun yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah melainkan wajahnya pasti terkena percikan air tersebut.”
        Nabi صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Orang-orang itu pun akhirnya dikenal dengan tanda tersebut, sehingga penduduk Neraka yang lain merasa iri. Tidak lama kemudian, mereka dikeluarkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga. Maka dikatakan kepada mereka: ‘Pergilah! Mintalah persinggahan dari penghuni Surga. Kalaulah mereka semua singgah pada seorang laki-laki penghuni Surga, niscaya mereka akan menemukan kelapangan di sisinya. Mereka pun lantas disebut dengan nama muharraruun (orang-orang yang dibebaskan dari Neraka).’”
        Dalam hadits di atas dan hadits sebelumnya terdapat indikasi bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga memberikan syafaat kepada sekelompok umatnya yang telah diperintahkan masuk Neraka, yaitu menolong mereka supaya tidak jadi masuk Neraka.
        Sementara itu, hadits kedua menunjukkan bahwa Nabi meminta syafaat secara berulang-ulang. Dengan kata lain, beliau memberikan syafaat itu kepada sebagaian umatnya, kemudian kepada sebagaian lainnya, lalu kepada lainnya, lalu kepada umat yang lain lagi. Semua itu dilakukan sebelum mereka dimasukkan ke dalam Neraka. Oleh karena itu, di akhir hadits disebutkan: “Tersisalah sebagian orang yang masuk Neraka.”
Akan tetapi, sayangnya derajat hadits di atas mursal.
        Ucapan beliau pada hadits pertama: “Di antara mereka ada yang masuk Surga dengan rahmat Allah dan ada juga yang masuk Surga karena syafaatku” merupakan indikasi adanya syafaat pada maqam ketiga, yakni syafaat untuk kaum yang pahala kebaikannya seimbang dengan dosa kejahatannya. Orang-orang itu belum berhak masuk Surga, namun juga tidak wajib masuk Neraka. Beliau pun memberikan syafaat kepada mereka agar masuk Surga.

C. SYAFAAT BAGI PELAKU DOSA BESAR YANG ADA DI DALAM NERAKA
Adapun syafaat pada maqam keempat adalah syafaat yang diberikan kepada para pelaku dosa besar yang sudah dimasukkan ke dalam Neraka, yaitu agar mereka dikeluarkan darinya. Banyak hadits shahih yang mutawatir dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam masalah ini, yang terdapat dalam kitab-kitab ash-Shahih, kitab-kitab Musnad, dan kitab-kitab rujukan Islam lainnya.
Para ulama dan imam kaum Muslimin, dari dahulu sampai sekarang, sepakat menerima keabsahan hadits-hadits tersebut. Tidak ada yang menentangnya, kecuali kaum Khawarij dan orang-orang yang mengikuti bid’ah mereka, seperti Mu’tazilah dan lainnya. Hujjah mereka sudah terpatahkan dengan hadits mutawatir tersebut yang sebenarnya sesuai dengan syarat hadits mereka dalam perkara ini. Hanya saja, mereka belum mengetahui derajat mutawatir yang dimiliki hadits-hadits ini. akibatnya, orang-orang ini mendustakan apa-apa yang mereka belum ketahui. Maka dari itu, tidak ada udzur bagi mereka. Sesungguhnya orang yang tidak mempercayai karamah beliau dalam masalah ini pasti tidak akan mendapatkan manfaatnya.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم betul-betul memiliki sebuah kedudukan yang agung. Beliau akan memberikan syafaat untuk mengeluarkan para pelaku dosa besar dari Neraka, satu demi satu sampai empat kali, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di atas. Para Nabi عَلَيْهِمُ السَّلَام juga memberikan syafaat seperti itu kepada umat-umat mereka. Demikian juga kaum Mukminin kepada keluarga dan teman-teman mereka. Bahkan para malaikat juga memiliki hak untuk memberi syafaat. Setelah itu, akan dikeluarkan pula dari Neraka orang yang tidak memiliki kebaikan sama sekali, namun di dalam hatinya masih terdapat seberat zarrah (atom) keimanan, yaitu setiap orang yang pernah mengucapkan kalimat لَا إِلَهَ إِلّا الله secara ikhlas.

D. SYAFAAT SETELAH MELINTASI SHIRATH
Maqam kelima adalah syafaatnya untuk kaum mukminin setelah melintasi ash-Shirath (jembatan menuju Surga) agar mereka diizinkan masuk Surga. Beliau menceritakan bahwa umat manusia menemui Adam as, Nuh as, Ibrahim as, Musa as, dan Isa as (untuk minta syafaat), baru kemudian mereka menemui Muhammad صلى الله عليه وسلم. Akhirnya, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pun memberikan syafaat kepada mereka. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada beliau hingga hari Kiamat. Pernyataan tersebut didukung oleh hadits Anas ra yang tertera dalam Shahih Muslim, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَنَا أَوَّلُ شَفِيْعٍ فِى الْجَنَّةِ
“Akulah orang pertama yang memberikan syafaat di Surga.”

E. SYAFAAT UNTUK MENAIKKAN DERAJAT DI SURGA
Maqam keenam dari syafaat Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah syafaat untuk meningkatkan derajat kaum mukminin dalam Surga. Syafaat jenis ini disetujui pula oleh kalangan Mu’tazilah dan kelompok lainnya. Dalilnya adalah hadits Ummu Salamah ra yang terdapat dalam Shahih Muslim, bahwasanya ketika Abu Salamah ra meninggal dunia, Rasulullah صلى الله عليه وسلم berdoa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَبِيْ سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِيْ الْمَهْدِيِّيْنَ, وَاخْلُفُهْهُ فِيْ عَقِبِهِ فِيْ الْغَابِرِيْنِ وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ افْتَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ
“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya di antara orang-orang yang mendapat petunjuk. Jadikanlah baginya pengganti untuk (memelihara) anak-anaknya di antara orang-orang yang ditinggalkan. Ampunilah kami dan ampunilah dia, ya Rabbal ‘alamin. Ya Allah, lapangkanlah kuburnya dan berilah dia cahaya dalam kuburnya.”
Demikian pula hadits lain dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, bahwasanya ketika dikabarkan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang terbunuhnya Abu ‘Amir pada Perang Authas, beliau segera berwudhu’ kemudian mengangkat kedua tangannya sambil berdoa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَبِيْ لِعُبَيْدٍ أَبِيْ عَامِرٍ وَاجْعَلْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَوْقَ كَثِيْرٍ مِنْ خَلْقِكَ
“Ya Allah, ampunilah ‘Ubaid Abu ‘Amir dan berilah kedudukan kepadanya di atas banyak makhlukMu yang lain pada hari Kiamat.”
Hadits itu diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain.

Selesai, 30 Mei 2020, 09.08 wib.
Sekian, salam takzim, anassekuduk (Nasrullah)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...