SYAFAAT RASULULLAH صلى الله عليه وسلم DAN TINGKATAN-TINGKATANNYA
Sumber:
Judul asli: Al-Fushuul fii Siiratir Rasuul
صلى الله عليه وسلم [اَلْفُصُوْلُ فِيْ سِيْرَةِ الرَّسُوْلِ صلى
الله عليه وسلم]
Penerbit: Daar Ghiras-Kuwait. Cet I 1424 H / 2003 M
Judul
dalam Bahasa Indonesia: Sirah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم
Penerbit: Pustaka Imam Syafii. Cet I,
Jumadil Awwal 1431 H / 2010
M
A. SYAFAAT UZHMA
Syafaat
paling besar, paling agung dan paling luas adalah al-Maqaam al-Mahmuud
(kedudukan yang mulia) yang sangat diinginkan oleh semua makhluk, di mana
mereka mendambakan Rasululah memberikan syafaat kepada mereka di sisi Allah Swt, agar
beliau datang untuk menyelesaikan pengadilan akhirat, menolong kaum Mukminin
dari kondisi sulit di Padang Mahsyar
pada hari Kiamat, serta [menyelamatkan mereka] agar tidak berkumpul
bersama orang-orang kafir di Mahsyar. Sebelumnya, umat manusia saat itu telah
meminta syafaat kepada Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa alaihimussalam. Namun,
setiap Nabi tersebut menjawab: “Aku tidak memilikinya.” Akhirnya, mereka
menemui Nabi Muhammad صلى
الله عليه وسلم untuk meminta pertolongan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم pun menjawab: “Benar, akulah pemiliknya.”
Maka beliau berangkat dan memberikan syafaat dengan izin Allah Swt.
B. SYAFAAT BAGI CALON PENGHUNI NERAKA
Maqam kedua
adalah pertolongan yang diberikan oleh Nabi kepada sekelompok umatnya yang
telah diperintahkan masuk Neraka, agar mereka tidak jadi dimasukkan ke
dalamnya. Syafaat ini ditegaskan dalam sebuah hadits riwayat
al-Hafizh Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid Dun-ya rh dalam kitabnya, Ahwaalul
Qiyamah (Huru-hara Kiamat), pada Bab “Syafaat”, di akhir pembahasan.
Al-Hafizh
menyebutkan: Said bin Muhammad al-Jarmi meriwayatkan kepada kami, ia berkata:
Abu Ubaid al-Haddad meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Tsabit
al-Bunnani meriwayatkan kepada kami dari Ubaidillah bin Abdullah bin al-Harits
bin Naufal dari ayahnya, dari Abdullah bin Abbas ra, ia berkata bahwa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Akan
dibuatkan untuk para Nabi mimbar-mimbar dari emas, lalu mereka duduk di atas
mimbar masing-masing. Tinggallah mimbarku yang belum diduduki. Aku terus
berdiri di hadapan Allah Swt agar dapat menolong umatku. Aku khawatir segera
disuruh masuk Surga, sementara umatku tertinggal di belakang. Aku berkata; ‘Ya
Rabbi, ummatku.’ Allah Swt berfirman: ‘Hai Muhammad, apa yang kau harapkan
dariKu untuk Aku lakukan terhadap umatmu?’ Aku berkata: ‘Ya Rabbku, percepatlah
hisab mereka.’
Mereka
pun dipanggil dan dihisab. Di antara mereka ada yang masuk Surga dengan rahmat
Allah dan ada juga yang masuk Surga karena syafaatku. Aku terus memberikan
syafaat hingga aku memberikan surat kuasa (pertolongan) kepada sebagian orang
dari umatku yang seharusnya dimasukkan ke dalam Neraka. Sampai-sampai Malaikat
Malik, penjaga Neraka, berkata kepadaku: ‘Hai Muhammad, tidakkah engkau
memberikan kesempatan sedikit pun bagi api Neraka untuk menyiksa karena
kemarahan Allah terhadap umatmu?’”
Dalam riwayat lain al-Hafizh Abu Bakar
menyebutkan: Ismail bin Ubaid bin Umar bin Abu Karimah meriwayatkan kepada
kami, ia berkata: Muhammad bin Salamah meriwayatkan kepadaku dari Abu
Abdurrahman: Zaid bin Abu Unaisah meriwayatkan kepadaku dari al-Minhal bin Amr,
dari Abdullah bin al-Harits, dari Abu Hurairah ra, ia bercerita:
“Umat manusia
nanti akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang. Mereka akan berkumpul dengan
pandangan terpaku ke atas, menanti pengadilan dalam keadaan berdiri tegak
selama 40 tahun. Setelah itu, Allah Swt turun dari ‘Arsy menuju
al-Kursi. Yang pertama kali dipanggil adalah Ibrahim al-Khalil as, lalu
dipakaikan kepadanya dua pakaian qubhthiyah dari Surga. Kemudian, Allah
Swt berfirman: ‘Bawalah kepadaKu Nabi yang ummi, Muhammad صلى الله عليه وسلم.’ Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: ‘Aku pun berdiri, lalu
dipakaikan kepadaku pakaian sutera dari Surga. Dipancarkan pula bagiku sebuah
telaga yang luasnya sejauh jarak antara negeri Ailah hingga Ka’bah. Aku pun
meminum airnya dan mandi, sementara leher-leher umat manusia nyaris putus
karena kehausan. Selanjutnya, aku berdiri di sisi kanan al-Kursi. Tidak ada
seorang pun pada hari itu yang berdisi di tempat tersebut selain aku.’ Barulah
sesudah itu, Allah Swt berfirman: ‘Mohonlah sesuatu, pasti akan Aku kabulkan.
Mintalah syafaat, pasti akan Aku berikan.’”
Perawi
melanjutkan: “Seorang laki-laki bertanya: ‘Apakah engkau mengharapkan sesuatu
untuk kedua orang tuamu, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Aku akan
memberikan syafaat untuk mereka, tanpa peduli apakah ia diterima atau ditolak.
Sungguh, aku tidak berharap apa-apa terhadap nasib mereka.’”
Al-Minhal
mengatakan bahwa Abdullah bin al-Harits juga menceritakan sebuah riwayat kepada
kami, bahwasanya Nabi صلى
الله عليه وسلم bersabda: “Aku pun lewat di hadapan
sekelompok umatku yang sudah diperintahkan masuk Neraka. [Mereka berkata:
‘wahai Muhammad, kami mohon syafaatmu.’ Aku memerintahkan para Malaikat untuk
menahan mereka di tempatnya. Lantas, aku pergi meminta izin kepada Rabbku.
Allah Swt pun memberikan izin kepadaku. Kemudian, aku bersujud dan bertanya:
‘Ya Rabbi, mengapa Engkau memerintahkan sebagian umatku untuk masuk Neraka?’]
Nabi صلى الله عليه وسلم
melanjutkan: “Allah Swt berfirman: ‘Pergilah dan keluarkanlah siapa saja yang
engkau kehendaki.’ Aku pun pergi dan mengeluarkan siapa saja yang dikehendaki
oleh Allah untuk dikeluarkan. Setelah itu, sebagian umatku yang lain berkata:
‘wahai Muhammad, kami memohon syafaatmu.’ Aku kembali lagi menemui Rabbku Azza
wa Jalla untuk memohon izin dan Allah memberikan izin. Maka dari itu, aku
kembali bersujud. Allah Swt berfirman: ‘Angkatlah kepalamu dan mohonlah
sesuatu, niscaya Aku akan mengabulkannya. Mintalah syafaat, niscaya Aku akan
memberikannya.’ Maka, aku pun berdiri sambil mengucapkan puji-pujian kepada
Rabbku dengan berbagai pujian yang belum pernah diucapkan oleh siapa pun,
kemudian aku bertanya: ‘Ya Rabbi, mengapa Engkau memerintahkan sebagian umatku
untuk masuk Neraka?’”
Nabi صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Allah Swt berfirman:
‘Pergilah dan keluarkanlah siapa saja yang kamu kehendaki.’ Aku berkata: ‘Ya
Rabbi, keluarkanlah dari dalam Neraka setiap umatku yang telah mengucapkan Laa
ilaha illallaah, juga bagi setiap orang yang dalam hatinya terdapat
keimanan meskipun hanya sebesar atom?’ Allah Swt berfirman: ‘wahai Muhammad,
itu bukanlah hakmu melainkan hak-Ku sendiri.’ Aku pun pergi dan mengeluarkan
siapa saja yang dikehendaki Allah untuk dibebaskan.”
Rasulullah صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Tersisalah sebagian orang
yang masuk Neraka. Penduduk Neraka mencemooh mereka seraya berkata: ‘Kalian
dahulu menyembah Allah Swt dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu yang lain,
tetapi mengapa kalian tetap masuk Neraka?’ Mereka pun menjadi gundah dan
bersedih karena ejekan itu. Sesudah itu, Allah Swt mengirimkan Malaikat dengan
membawa segenggam air, lalu memercikkan air tersebut kepada setiap kaum muwahhid
(ahli tauhid) sehingga tidak tersisa seorang pun yang mengucapkan Laa ilaaha
illallaah melainkan wajahnya pasti terkena percikan air tersebut.”
Nabi صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Orang-orang itu pun akhirnya
dikenal dengan tanda tersebut, sehingga penduduk Neraka yang lain merasa iri.
Tidak lama kemudian, mereka dikeluarkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam
Surga. Maka dikatakan kepada mereka: ‘Pergilah! Mintalah persinggahan dari
penghuni Surga. Kalaulah mereka semua singgah pada seorang laki-laki penghuni
Surga, niscaya mereka akan menemukan kelapangan di sisinya. Mereka pun lantas
disebut dengan nama muharraruun (orang-orang yang dibebaskan dari
Neraka).’”
Dalam hadits di atas dan hadits
sebelumnya terdapat indikasi bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga memberikan syafaat kepada sekelompok
umatnya yang telah diperintahkan masuk Neraka, yaitu menolong mereka supaya
tidak jadi masuk Neraka.
Sementara itu, hadits kedua menunjukkan
bahwa Nabi meminta syafaat secara berulang-ulang. Dengan kata lain, beliau
memberikan syafaat itu kepada sebagaian umatnya, kemudian kepada sebagaian
lainnya, lalu kepada lainnya, lalu kepada umat yang lain lagi. Semua itu
dilakukan sebelum mereka dimasukkan ke dalam Neraka. Oleh karena itu, di akhir
hadits disebutkan: “Tersisalah sebagian orang yang masuk Neraka.”
Akan
tetapi, sayangnya derajat hadits di atas mursal.
Ucapan beliau pada hadits pertama: “Di
antara mereka ada yang masuk Surga dengan rahmat Allah dan ada juga yang masuk
Surga karena syafaatku” merupakan indikasi adanya syafaat pada maqam ketiga,
yakni syafaat untuk kaum yang pahala kebaikannya seimbang dengan dosa
kejahatannya. Orang-orang itu belum berhak masuk Surga, namun juga tidak wajib
masuk Neraka. Beliau pun memberikan syafaat kepada mereka agar masuk Surga.
C. SYAFAAT BAGI PELAKU DOSA BESAR YANG ADA DI DALAM NERAKA
Adapun
syafaat pada maqam keempat adalah syafaat yang diberikan kepada para
pelaku dosa besar yang sudah dimasukkan ke dalam Neraka, yaitu agar mereka
dikeluarkan darinya. Banyak hadits shahih yang mutawatir dari
Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam
masalah ini, yang terdapat dalam kitab-kitab ash-Shahih, kitab-kitab Musnad,
dan kitab-kitab rujukan Islam lainnya.
Para ulama
dan imam kaum Muslimin, dari dahulu sampai sekarang, sepakat menerima keabsahan
hadits-hadits tersebut. Tidak ada yang menentangnya, kecuali kaum Khawarij dan
orang-orang yang mengikuti bid’ah mereka, seperti Mu’tazilah dan lainnya.
Hujjah mereka sudah terpatahkan dengan hadits mutawatir tersebut yang
sebenarnya sesuai dengan syarat hadits mereka dalam perkara ini. Hanya saja,
mereka belum mengetahui derajat mutawatir yang dimiliki hadits-hadits ini.
akibatnya, orang-orang ini mendustakan apa-apa yang mereka belum ketahui. Maka
dari itu, tidak ada udzur bagi mereka. Sesungguhnya orang yang tidak
mempercayai karamah beliau dalam masalah ini pasti tidak akan mendapatkan
manfaatnya.
Rasulullah
صلى الله عليه وسلم betul-betul
memiliki sebuah kedudukan yang agung. Beliau akan memberikan syafaat untuk
mengeluarkan para pelaku dosa besar dari Neraka, satu demi satu sampai empat
kali, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di atas. Para Nabi عَلَيْهِمُ السَّلَام juga memberikan syafaat seperti itu kepada
umat-umat mereka. Demikian juga kaum Mukminin kepada keluarga dan teman-teman
mereka. Bahkan para malaikat juga memiliki hak untuk memberi syafaat. Setelah
itu, akan dikeluarkan pula dari Neraka orang yang tidak memiliki kebaikan sama
sekali, namun di dalam hatinya masih terdapat seberat zarrah (atom) keimanan,
yaitu setiap orang yang pernah mengucapkan kalimat لَا إِلَهَ إِلّا الله secara ikhlas.
D. SYAFAAT SETELAH MELINTASI SHIRATH
Maqam kelima
adalah syafaatnya untuk kaum mukminin setelah melintasi ash-Shirath
(jembatan menuju Surga) agar mereka diizinkan masuk Surga. Beliau menceritakan
bahwa umat
manusia menemui Adam as, Nuh as, Ibrahim as, Musa as, dan Isa as (untuk minta
syafaat), baru kemudian mereka menemui Muhammad صلى الله عليه وسلم. Akhirnya, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم pun memberikan syafaat kepada mereka.
Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada beliau hingga hari Kiamat.
Pernyataan tersebut didukung oleh hadits Anas ra yang tertera dalam Shahih
Muslim, bahwasanya Rasulullah صلى
الله عليه وسلم bersabda:
أَنَا أَوَّلُ شَفِيْعٍ فِى الْجَنَّةِ
“Akulah orang pertama yang memberikan
syafaat di Surga.”
E. SYAFAAT UNTUK MENAIKKAN DERAJAT DI SURGA
Maqam
keenam dari syafaat Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah
syafaat untuk meningkatkan derajat kaum mukminin dalam Surga. Syafaat jenis ini
disetujui pula oleh kalangan Mu’tazilah dan kelompok lainnya. Dalilnya adalah
hadits Ummu Salamah ra yang terdapat dalam Shahih Muslim, bahwasanya ketika Abu
Salamah ra meninggal dunia, Rasulullah صلى الله عليه وسلم berdoa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَبِيْ سَلَمَةَ وَارْفَعْ
دَرَجَتَهُ فِيْ الْمَهْدِيِّيْنَ, وَاخْلُفُهْهُ فِيْ عَقِبِهِ فِيْ الْغَابِرِيْنِ
وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ افْتَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ
وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ
“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkatlah
derajatnya di antara orang-orang yang mendapat petunjuk. Jadikanlah baginya
pengganti untuk (memelihara) anak-anaknya di antara orang-orang yang
ditinggalkan. Ampunilah kami dan ampunilah dia, ya Rabbal ‘alamin. Ya Allah,
lapangkanlah kuburnya dan berilah dia cahaya dalam kuburnya.”
Demikian
pula hadits lain dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, bahwasanya ketika dikabarkan
kepada Rasulullah صلى
الله عليه وسلم tentang terbunuhnya Abu ‘Amir pada Perang
Authas, beliau segera berwudhu’ kemudian mengangkat kedua tangannya sambil
berdoa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِأَبِيْ لِعُبَيْدٍ أَبِيْ
عَامِرٍ وَاجْعَلْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَوْقَ كَثِيْرٍ مِنْ خَلْقِكَ
“Ya Allah,
ampunilah ‘Ubaid Abu ‘Amir dan berilah kedudukan kepadanya di atas banyak
makhlukMu yang lain pada hari Kiamat.”
Hadits itu
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain.
Selesai,
30 Mei
2020, 09.08 wib.
Sekian,
salam takzim, anassekuduk (Nasrullah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar