DUA PULUH EMPAT JAM DALAM KEHIDUPAN
SEORANG MUSLIM
[dikutip dari e-book Harun Yahya]
|
|
Pendahuluan
Dalam
Al Qur’an, Allah langsung menjawab semua pertanyaan yang jawabannya
dibutuhkan oleh manusia sepanjang hidupnya. Allah memberikan pemecahan yang
sempurna dan paling masuk akal untuk semua masalah yang muncul. Seperti
firman Allah pada ayat kedua surat Al Baqarah, " Kitab (Al Qur’an) ini
tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa."
Ayat-ayat lainnya juga menunjukkan bahwa Allah telah menjelaskan segalanya
dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS Yusuf, 12:111)
…
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri. (QS An Nahl, 16:89)
Orang
yang beriman mengatur seluruh hidupnya sesuai dengan Al Qur’an dan berjuang
untuk melaksanakan dengan hati-hati setiap hari apa yang telah dia baca dan
pelajari dari ayat-ayat Al Qur’an. Dalam segala perbuatannya sejak bangun di
pagi hari sampai tidur di malam hari, dia berniat untuk berpikir, berbicara,
dan bertindak berdasarkan ajaran Al Qur’an. Allah menunjukkan dalam Al Qur’an
bahwa pengabdian seperti ini menjadi ciri utama seluruh kehidupan orang
beriman.
Katakanlah:
sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam. (QS Al An'am, 6:162)
Tetapi
ada orang yang berpikir bahwa agama hanyalah meliputi ritual yang terbatas
pada waktu-waktu tertentu—bahwa hidup hanya terdiri atas waktu sholat dan
waktu lainnya. Mereka memikirkan Allah dan hidup setelah mati hanya di saat
mereka berdoa, berpuasa, bersedekah, atau naik haji ke Mekah. Di waktu lain
mereka tenggelam dalam urusan dunia. Hidup di dunia ini bagi mereka adalah
perjuangan tanpa arah yang jelas. Orang semacam itu hampir memisahkan diri
dari Al Qur’an sepenuhnya dan memiliki tujuan sendiri dalam hidup, pemahaman
sendiri mengenai akhlak, pandangan sendiri mengenai dunia dan pedoman
nilainya. Mereka tidak mengerti apa arti ajaran Al Qur’an sebenarnya.
Seseorang yang melaksanakan ajaran Al
Qur’an dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sebagai pedoman hidup tentu akan
menjalani hidup yang sangat berbeda dengan orang yang bermental seperti kita
sebutkan tadi. Orang ini tidak akan lupa bahwa dia adalah bagian dari takdir
yang Allah telah tetapkan atasnya dan akan menjalani hidupnya dengan percaya
dan berserah diri pada-Nya. Dengan demikian, dia akan tahu bahwa dia tidak
perlu khawatir, sedih, takut, resah, pesimis atau tertekan; atau dikuasi oleh
kepanikan pada saat kesulitan menghadang. Dia akan menghadapi semua yang
datang kepadanya dengan cara yang Allah tunjukkan dan izinkan. Semua
perkataan, keputusan, dan tindakannya menunjukkan bahwa dia hidup sesuai
dengan Sunnah yang merupakan kerangka pengamalan dari ajaran Al Qur’an. Baik
di saat sedang berjalan, menyantap hidangan, pergi ke sekolah, menuntut ilmu,
bekerja, berolah raga, mengobrol, menonton televisi, atau mendengarkan musik,
dia sadar bahwa dia bertanggung jawab menjalankan hidupnya sesuai dengan rida
Allah. Dia menyelesaikan semua urusan sesuai amanat yang diembannya dengan
sebaik-baiknya, sekaligus berpikir bagaimana meraih rida Allah dalam urusan
yang dikerjakannya. Dia tidak pernah bertindak dengan cara yang tidak
diperkenankan oleh Al Qur’an dan berlawanan dengan Sunnah.
Hidup
dengan nilai-nilai Islam dapat dilakukan dengan mengamalkan perintah dan
nasihat yang diberikan oleh Al Qur’an pada segala segi kehidupan. Hal
demikian dan pelaksanaan Sunnah adalah satu-satunya cara agar manusia mampu
mencapai hasil terbaik dan yang paling membahagiakan di dunia dan akhirat.
Tuhan berfirman dalam Al Qur’an bahwa seseorang dapat mencapai kehidupan yang
terbaik dengan melakukan amal saleh:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan. (QS An Nahl, 16: 97)
Dengan
kehendak Allah, menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunnah akan
membuat seseorang mampu mengembangkan sebuah pemahaman yang luas, kecerdasan
yang unggul, kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, dan
kemampuan untuk mempertimbangkan sebuah urusan secara mendalam. Karakteristik
ini akan menjamin seseorang yang memilikinya akan menjalani setiap saat dalam
hidupnya dengan kemudahan yang bersumber dari kelebihan tersebut. Seseorang
yang menjalani hidupnya dengan berserah diri kepada Allah dan sesuai dengan
ajaran Al Qur’an akan sepenuhnya berbeda dengan orang lain dalam hal cara
bertindak, duduk dan berjalan, dalam sudut pandangnya dan dalam cara
menjelaskan serta menafsirkan sesuatu, juga dalam pemecahan yang ia temukan
atas persoalan yang dihadapinya.
Buku
ini akan menelaah hal-hal yang dilakukan dan kejadian yang dihadapi oleh
manusia hampir setiap hari dalam kehidupan dari sudut pandang seorang Muslim
yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an. Buku ini akan menunjukkan
bagaimana seorang muslim harus menyikapi berbagai kejadian sehari-hari dan
situasi yang dihadapinya. Ada dua tujuan dari buku ini: untuk memberikan
gagasan mengenai hidup yang baik yang dapat dimiliki berkat ajaran Al Qur’an,
dan untuk mengajak semua orang ke dalam hidup yang lebih baik melalui ajaran
ini. Sudah pasti bahwa hanya ajaran Al Qur’an yang mampu membuat seseorang
menjalani hidupnya setiap jam dalam setiap hari, dan setiap saat dalam
hidupnya dalam suasana surgawi, lingkungan damai yang jauh dari tekanan,
keresahan, dan kekhawatiran di dunia ini.
|
DUA
PULUH EMPAT JAM DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM MENURUT AJARAN AL QUR’AN
Bangun di Pagi Hari
Bangun di Pagi Hari
Salah
satu perbedaan mendasar antara seorang Islam yang menjalani hidupnya menurut
ajaran Al Qur’an dengan mereka yang menolak Allah adalah: kearifan yang
dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani dan teguh dalam
kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah karya Harun Yahya:
True Wisdom Described in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang beriman segera
menyadari alasan di balik berbagai peristiwa yang menurut orang tak bertuhan
dan mereka yang tak mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak bermakna.
Sejak bangun di pagi hari, seorang beriman
mengetahui bahwa ada (seperti yang disebut oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah
“tanda” di setiap pengalaman yang dialaminya sepanjang hari. Kata “tanda” (atau
ayat dalam bahasa Arab) diberikan untuk kejadian tersebut dalam wujudnya yang
merupakan bukti nyata akan keberadaan, keesaan dan sifat-sifat Allah— ayat juga
merupakan nama untuk bagian dari surat dalam Al Qur’an. Pendapat lain yang
hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan yang menuntun kepada iman”. Hal
ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang membawa seseorang kepada iman, dan
pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh, berkembang dan menjadi kuatnya
iman. Namun hanya mereka yang dengan ikhlas kembali kepada Allah-lah yang dapat
mengenali “tanda” tersebut dan kenyataan yang menuntunnya kepada iman. Ayat
ke-190 Surat Ali ’Imran adalah contohnya:
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang berakal. (QS. Al 'Imran,
3:190)
Bagi
mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an, setiap hari baru
penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada iman.
Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu nikmat Allah
kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang perlu direnungkan.
Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang malam dan semua yang dapat
dia ingat dari tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa mimpi yang tidak
jelas selama 3-5 detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur tanpa
berhubungan dengan dunia ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia
pikirkan sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan
dalam Al Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.
Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan (QS
Az Zumar, 39:42)
Dan
Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu
kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk
disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu
kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan (QS Al
An'am, 6:60)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman
bahwa jiwa manusia diambil pada saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai
waktu yang telah ditentukan untuk kematian datang. Selama tidur, seseorang
setengah kehilangan kesadaran terhadap dunia luar. Untuk bangkit dari
“kematian” tidur kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti pada hari
sebelumnya, dan untuk dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan baik dan
sempurna adalah sebuah keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang yang
berangkat tidur di malam hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang tiada
bandingannya ini akan diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan kita tidak
pernah dapat memastikan apakah kita akan mengalami bencana atau bangun dalam
kondisi sehat.
Orang
yang beriman memulai hari barunya dengan memikirkan kenyataan ini dan berterima
kasih kepada Allah yang telah meliputinya dengan kasih sayang-Nya dan
perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah kesempatan yang
diberikan kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan mendapatkan Surga. Di
saat dia membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan pikirannya kepada
Allah dan memulai hari dengan sebuah sholat yang khusyuk, Sholat subuh.
Sepanjang
hari, dia bertindak atas dasar pengetahuan bahwa Allah senantiasa mengawasinya,
dan dengan seksama mencari ridha Allah dengan mematuhi perintah dan
petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan Allah dan memulai hari dengan
sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa ia akan lupa pada nikmat Allah
sepanjang hari atau tidak mempedulikan larangan-Nya menjadi kecil; dia akan
berperilaku sepanjang hari dengan menyadari bahwa Allah sedang mengujinya di
dunia ini.
Seseorang
yang secara tulus mengarahkan pikirannya kepada Allah akan dituntun untuk
melihat bahwa dia harus dengan seksama merenungkan nikmat Allah yang telah
diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang berkuasa memberikan itu
semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar manusia merenungkan hal
ini dalam-dalam:
Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan
serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya
kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan
tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS Al
An'am, 6:46)
Pastilah
Allah, Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang menjadikan tidur sebagai waktu
istirahat bagi manusia dan memberikan kembali nikmat-Nya pada mereka di pagi
hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan kedekatan Allah sejak saat mereka
memulai hari mereka dan bergembira dengan karunia tiada tara yang mereka
nikmati.
Mereka
yang berpaling dari agama dan menolak untuk merenungkan kenyataan ini tidak
akan pernah sepenuhnya menyadari nikmat yang mereka miliki atau mengetahui
nikmat yang dirasakan oleh orang beriman. Pada umumnya, di pagi hari, mereka
merasa sulit untuk beranjak dari tempat tidur hangat mereka dan tertekan dengan
kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai hari. Beberapa dari mereka merasa
resah dan tertekan karena hal-hal yang harus mereka kerjakan setiap pagi.
Mereka tidak mau bangun dari tempat tidur; ada perjuangan dalam diri mereka
antara bangun dan tidur barang semenit lagi. Gangguan rohani yang sering
dihadapi oleh orang-orang semacam ini adalah rasa terganggu, tertekan dan tidak
senang saat mereka bangun tidur.
Orang
tak bertuhan tidak dapat menikmati kesenangan dalam nikmat Allah; sejak mereka
bangun tidur di pagi hari mereka kembali pada kebosanan karena melakukan
hal-hal yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain orang yang tidak menyadari
bahwa hari baru tersebut mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang Allah
berikan kepada-Nya: dia mempersiapkan diri secepatnya untuk memulai hari dengan
hasrat untuk mendapatkan lebih banyak uang, untuk pamer kepada orang lain
dengan harta maupun penampilannya, untuk menarik perhatian orang dan disukai.
Orang
yang tidak peduli pada kenyataan yang diwahyukan Allah dalam Al Qur’an akan
memulai hari mereka dengan cara mereka sendiri. Umumnya, mereka kurang arif
dalam cara berperilaku: mereka tidak mempertimbangkan bahwa Allah telah
menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengabdi pada-Nya dan
meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan mereka mungkin saja merupakan
kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk melaksanakan kewajiban mereka
kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka dalam ayat berikut:
Telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada
dalam kelalaian lagi berpaling (dari hal itu). (QS Al Anbiya', 21:1)
Jelas
bahwa mereka yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini telah
melakukan kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap pagi
mungkin merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi
seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena
kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak
terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, kita
harus merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan
kita jalani, agar kita meraih ridha Allah.
Kebersihan
Ada beberapa hal yang menimbulkan
perubahan di tubuh Anda pada saat bangun di pagi hari. Wajah Anda kusut, rambut
Anda kotor, tubuh Anda berbau tak sedap dan ada aroma yang tidak menyenangkan
dari mulut anda. Wajah kusut yang kita lihat di cermin dan penampilan yang
tidak rapi menunjukkan ketidaksempurnaan kita. Setiap orang harus mencuci muka
di pagi hari, menggosok gigi, dan merapikan diri. Hal ini mengingatkan orang
yang telah dekat dengan ajaran Al Qur’an bahwa dia tidaklah berbeda dengan
orang lain, dan hanya Allah yang tidak memiliki kekurangan.
Lebih
dari itu, saat seseorang yang ikhlas kembali kepada Allah memandang ke cermin
dan merasa tidak nyaman dengan apa yang dilihatnya, dia makin paham bahwa dia
tidak dapat memiliki keindahan apa pun hjanya dengan kekuatan keinginannya
semata.
Bisa
dilihat bahwa Allah telah menciptakan dalam hamba-Nya kekurangan untuk
mengingatkan mereka akan ketergantungan mereka kepada-Nya. Jelas bahwa menjadi
kotornya tubuh seseorang dan lingkungan dalam waktu singkat merupakan
contohnya. Tetapi Allah telah menunjukkan kepada manusia bagaimana cara untuk
mengatasi kekurangan ini dan telah memberikan nikmat berupa tersedianya sabun
mandi dan sabun cuci untuk kita. Allah memberitahu hal ini kepada kita dalam Al
Qur’an:
Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. (QS Alam-Nasyrah, 94: 5-6)
Kemampuan
untuk memperhatikan rahasia penciptaan nikmat dan bersyukur kepada Allah atas
hal itu hanya dimiliki oleh orang beriman yang dikaruniai pemahaman.
Saat
seseorang yang beriman sedang membersihkan dirinya, di pagi hari atau di waktu
lain di hari tersebut, ia berterima kasih kepada Allah yang telah menyediakan
alat-alat pembersih yang dia gunakan. Karena dia tahu bahwa Allah mencintai
kebersihan dan orang yang bersih, dia memandang pembersihan diri sebagai ibadah
kepada Allah dan berharap meraih ridha-Nya. Dia dengan senang hati mematuhi apa
yang diperintahkan Allah dalam ayat 4 dan 5 Surat Al Muddatstsir:
…
dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (QS Al
Muddatstsir, 74: 4-5)
Dalam
ayat berikut diterangkan peristiwa saat perang Badar. Allah berfirman bahwa Dia
menurunkan hujan dari surga untuk manusia agar mereka membersihkan diri mereka
dan untuk keperluan lainnya.
(Ingatlah),
ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan
Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan
itu dan menghilangkan darimu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan
hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (QS Al Anfal, 8:11)
Air
merupakan kebutuhan mendasar yang dibutuhkan manusia untuk membersihkan diri,
harta benda dan rumah mereka. Selain dapat membersihkan kotoran yang terlihat
dan bakteri yang tak terlihat, air juga mampu membuat kita merasa tenang. Saat
air membasuh tubuh, air akan menghilangkan elektron statis yang menyebabkan
rasa lelah dan pegal. Kita tidak dapat melihat elektron statis di tubuh kita,
tetapi elektron statis ini akan kita sadari karena adanya suara menghentak di
saat kita membuka baju hangat. Ini adalah kejutan listrik kecil karena kita
menyentuh sesuatu atau karena gerakan rambut kita. Saat kita membersihkan
badan, kita menghilangkan elektron statis yang telah terkumpul sehingga badan
terasa ringan dan nyaman. Sejuknya udara setelah hujan reda juga merupakan
bukti bahwa air telah membersihkan elektron statis di udara.
Allah
menyukai orang yang bersih dan berpenampilan rapi. Hal ini dapat dilihat dalam
beberapa ayat Al Qur’an yang memuji kebersihan tubuh para penghuni Surga.
Allah
berfirman "… Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk
(melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. ." (QS
At Tur, 52:24), dan dalam ayat lainnya Allah berfirman bahwa di sana terdapat
“istri-istri (bidadari) yang terpelihara ” bagi mereka di Surga (QS Al Baqarah,
2:25; QS Ali 'Imran 3:15; QS An Nisa', 4:57)
Sebagian manusia mementingkan penampilan
rapi hanya apabila mereka ingin disukai orang lain; mereka tidak peduli pada
penampilan dan kebersihan mereka di saat orang lain tidak ada. Merasa tenang
berjalan di dalam rumah hingga malam hari tanpa membersihkan diri, wajah yang
kotor, dan bau napas tak sedap, tidak terurus, tempat tidur tidak tertata dan
kamar yang tidak dirapikan disebabkan oleh pendapat yang keliru ini.
Padahal,
Allah menyeru kaum Muslimin untuk menciptakan lingkungan yang terbaik dan
terbersih bagi diri mereka sendiri dan memerintahkan setiap orang untuk menjaga
kebersihan sebaik mungkin dalam segala hal mulai dari makanan dan pakaian
sampai pada tempat tinggal mereka.
Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan
itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah, 2:168)
Mereka
bertanya kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah:
"Dihalalkan bagimu yang baik-baik …" (QS Al Ma'idah, 5:4)
…
(Nabi) yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … (QS Al A'raf, 7:157)
Dan
(ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat
sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,
"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang
rukuk dan yang sujud." (QS Al Baqarah, 2:125)
Mereka
menjawab, "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata
(yang lain lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada
(di sini). Maka suruhlah salah seorang di antaramu untuk pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat manakah makanan yang lebih
baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, (QS Al Kahfi, 18:19)
…
dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa).
Dan ia (Yahya) adalah seorang yang bertakwa. (QS Maryam 19:13)
Sementara
gaya hidup orang-orang jahiliah membuat mereka menciptakan lingkungan yang
tidak nyaman dan tidak sehat untuk ditinggali dengan tangan mereka sendiri,
kaum Muslimin, sesuai dengan ajaran Al Qur’an, menjalani hidup yang baik di
dunia. Orang-orang jahiliah menciptakan lingkungan yang menyulitkan diri mereka
sendiri dan orang lain di sekitarnya, sementara kaum muslimin menata hidup
mereka di tempat yang sehat dan menumbuhkan semangat, tempat setiap orang dapat
hidup dalam kenyamanan dan kedamaian pikiran.
Singkatnya, sesuai dengan ajaran Al
Qur’an, orang beriman akan bersih diri dan berpenampilan baik, bukan untuk
orang lain, tetapi karena demikianlah yang dikehendaki oleh Allah dan secara
alami, karena cara inilah yang terasa paling nyaman. Dengan membersihkan tempat
tinggal mereka, mereka merasakan kesenangan yang berlimpah karena menciptakan
lingkungan yang membuat orang lain merasa nyaman di dalamnya; dalam hal
kebersihan mereka tidak sedikit pun menunjukkan keengganan, dan mereka senantiasa
berusaha sekuat tenaga agar bersih dan berpenampilan baik.
Berpakaian
Pada saat orang yang beriman memutuskan
pakaian mana yang hendak dikenakannya sepanjang hari dan mengenakannya, dia
menyadari sebuah kenyataan penting: bahwa pakaian adalah salah satu dari nikmat
Allah yang tidak terhitung banyaknya dan ada kebaikan dalam adanya pakaian.
Semua orang mengambil manfaat dari nikmat ini, tetapi hanya seorang muslim yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an yang mampu menghargai dengan baik bahwa pakaian
yang indah adalah kasih sayang dari Allah dan bersyukur kepada-Nya atas berkah
tersebut. Pakaian segera mengingatkan orang beriman bahwa makhluk hidup adalah
sumber pakaian wol, kapas, dan sutra. Bahan pakaian yang kita pakai, hampir di
setiap saat dalam hidup kita, diperoleh dari tumbuhan dan hewan yang merupakan
ciptaan yang menakjubkan. Dengan kata lain, seandainya Allah tidak menciptakan
makhluk hidup yang memiliki kemampuan menyediakan untuk manusia berbagai macam
pakaian dari yang paling sederhana sampai yang paling mewah, maka bahan mentah
tersebut tidak akan ada.
Meskipun
mereka sebenarnya mengetahui ini, sebagian orang tidak peduli atau, karena
kesesatannya, tidak menghargai nikmat yang mereka miliki. Karena mereka diberi
pakaian yang mereka butuhkan sejak mereka lahir, berpakaian telah menjadi
kebiasaan bagi mereka. Kebiasaan ini melalaikan mereka dari menyadari bahwa
pakaian mereka merupakan nikmat. Mereka juga lalai untuk mensyukurinya.
Padahal, salah satu alasan mengapa Allah menurunkan nikmat di dunia adalah agar
manusia berterima kasih kepada-Nya atas semua nikmat tersebut. Oleh karena itu,
marilah kita mempelajari alasan mengapa Allah menciptakan pakaian untuk kita.
Mari kita mulai dari manfaat pakaian tersebut untuk kita.
Pakaian
seolah sebuah tameng yang melindungi tubuh manusia dari dingin, sinar matahari
yang berbahaya, dan bahaya ringan di sekitar kita seperti lecet dan cedera.
Kalau kita tidak memiliki pakaian, kulit tipis yang menutupi tubuh manusia akan
sering terluka oleh berbagai bahaya ringan tersebut. Tentu itu menyakitkan,
mengancam kesehatan, dan kulit dapat mengalami kerusakan yang parah.
Allah
berfirman dalam Al Qur’an tentang alasan lain penciptan pakaian pelindung:
Hai
anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. (QS. Al A’raf, 7: 26)
Sebagaimana
yang disampaikan ayat ini, pakaian memberi manusia penampilan yang lebih indah.
Jelaslah
bahwa pakaian merupakan kebutuhan yang tak bisa dielakkan dan nikmat sangat
penting yang telah Allah berikan kepada kita. Orang beriman yang menyadari ini
akan sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengenakan pakaian. Ini
menunjukkan bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah
dikaruniakan-Nya.
Sifat
lain yang dikaruniakan kepada orang beriman berdasarkan nilai-nilai yang
diajarkan oleh Al Qur’an adalah kesederhanaan dalam membelanjakan uang yang
juga diterapkan pada saat membeli pakaian. Dia membeli barang yang dia
butuhkan, cocok dengannya, dan tidak berlebihan. Dia tidak menghamburkan uang
dengan membelanjakan uang untuk barang yang tidak diperlukannya. Ayat berikut
menunjukkan kenyataan tersebut:
Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang
demikian. (QS Al Furqan, 25:67)
Kehatian-hatian
dalam berpakaian bagi seseorang yang menjalani hidup sesuai Al Qur’an tidak
hanya berhenti sampai di sini. Sebagai contoh, selain berpakaian dengan pakaian
yang bersih, orang beriman yang menghargai keindahan akan berhati-hati dalam
berpakaian dengan baik dan juga disesuaikan dengan situasi yang ada.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Al Qur’an, pakaian itu menyenangkan untuk
dipandang mata (Surat al-A'raf: 26). Ada beberapa contoh mengenai bagaimana
Nabi Muhammad, SAW berpakaian dan anjurannya mengenai hal ini dalam sabdanya
kepada kita:
“Makanlah
apa yang kamu suka, dan pakailah apa yang kamu suka dengan memperhatikan bahwa
tidak terdapat dua hal: berlebih-lebihan dan kemewahan yang sia-sia.” (Maulana
Muhammad Mansyur Nu'mani, Ma'ariful Hadith)
Berikut
ini juga merupakan keterangan yang diberikan kepada kita mengenai bagaimana
Nabi Muhammad, SAW berpakaian:
Setiap
saat seorang utusan datang kepada Rasulullah. dia akan mengenakan pakaian
terbaiknya dan memerintahkan sahabat-sahabat dekatnya untuk melakukan hal yang
sama (Tabaqat Hadith, Volume 4, Nomor 346)
Ketika
seorang sahabatnya tidak mempedulikan penampilannya dan terlihat tidak rapi,
Nabi Muhammad, SAW. segera menegurnya. Contoh ini telah disampaikan kepada
kita:
Rasulullah
sedang berada di mesjid, di saat seseorang dengan rambut tidak disisir rapi dan
janggut kusut datang. Nabi (SAW) menunjukkan jari kepadanya, seperti
mengisyaratkan padanya bahwa dia harus merapikan rambut dan janggutnya. Orang
tersebut pergi dan melakukan apa yang diisyaratkan, kemudian kembali. Nabi
(SAW) berkata, “Tidakkah lebih baik jika setiap orang dari kalian datang dengan
rambut terurus?" (Malik's Muwatta, Volume 2, Nomor 949)
Dalam
Al Qur’an, Allah berfirman bahwa pakaian dan perhiasan merupakan bagian dari
nikmat terbaik di Surga. Beberapa di antaranya disebutkan dalam ayat-ayat
berikut:
Sesungguhnya
Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam
surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi
perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah
sutera. (QS Al Hajj, 22:23)
…
mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk)
berhadap-hadapan. (QS Ad Dukhan, 44:53)
Mereka
memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada
mereka gelang yang terbuat dari perak … (QS Al Insan, 76:21)
Dalam
ayat-ayat tersebut, Allah berfirman mengenai sutra halus dan sutra tebal, dan
perhiasan yang terbuat dari emas, perak dan mutiara. Perhiasan yang kita miliki
di dunia ini sama dengan yang ada di Surga. Bagi orang yang beriman, memandang
perhiasan ini (mereka memilikinya atau tidak) merupakan sarana yang menuntunnya
untuk merenungkan Surga dan keinginan yang lebih besar untuk mencapainya. Orang
beriman merenungkan tujuan penciptaan semua itu dan menyadari bahwa segala
nikmat di dunia ini tidaklah kekal. Satu-satunya nikmat sejati dan yang kekal
terdapat di akhirat.
Sesungguhnya
mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik. Mereka itulah
(orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya;
dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian
hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar
di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat
istirahat yang indah. (QS Al Kahfi, 18:30-31)
Salah
satu hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang yang menjalani hidup sesuai Al
Qur’an dan Sunnah dalam hal pakaian adalah bahwa penampilan luar sangat penting
dalam membangun hubungan dengan orang lain. Berdasarkan alasan ini, orang
beriman akan memberikan perhatian lebih pada apa yang akan dia kenakan ketika
mengajak orang lain menerima agama Al Qur’an. Dia akan sangat bersemangat
memakai pakaian yang bersih, bersahaja, dan cocok dengannya. Ini menunjukkan
pengabdiannya kepada perintah Allah dan penghormatannya kepada orang lain.
Hanya mereka yang hidup sesuai Al Qur’an
saja yang sangat memperhatikan kondisi psikologis seseorang. Dia juga
berhati-hati agar dapat seberhasil mungkin dalam menyampaikan jalan keselamatan
yang abadi. Dia pun sangat teliti mengenai apa yang sedang dikenakannya.
Sebagai
kesimpulan, orang beriman yang menjadikan Nabi Muhammad, SAW sebagai teladan,
selalu berada dalam keadaan bersih, rapi, dan berpakaian menarik. Dia sangat
menikmati hal ini karena mengharapkan meraih ridha Allah.
Sarapan Pagi
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan kemampuan untuk berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal penting saat dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu adalah bahwa semua nikmat yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan dan minuman adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan kemampuan untuk berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal penting saat dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu adalah bahwa semua nikmat yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan dan minuman adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Misalnya, api yang digunakannya untuk memasak makanan dapat menyebabkan bahaya besar baginya bahaya besar pula pada banyak makhluk lain. Api juga dapat menghancurkan. Namun panas merupakan kebutuhan dalam mengolah makanan agar dapat dimakan. Dan dari sudut pandang ini, api justru adalah nikmat yang sangat besar. Dengan kata lain, sebagaimana hal-hal lainnya di dunia, api telah ditundukkan untuk melayani manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman:
Dan
Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) dari-Nya…. (QS Al Jatsiyah, 45:13)
Selain
itu, api adalah peringatan bagi orang beriman dalam hidup ini akan pedihnya api
Neraka. Dalam Al Qur’an, ketika menggambarkan orang-orang yang dimasukkan ke
dalam neraka, Allah menyebut adanya api yang pedih. Dalam beberapa ayat, Dia
menggambarkan pedihnya api yang telah diciptakan-Nya untuk orang-orang yang
berpaling dari-Nya:
(Hari
pembalasan itu) ialah hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (QS Adz
Dzariyat, 51:13)
Muka
mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.
(QS Al Mu’minun, 23:104)
Dan
barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya
Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala. (QS
AL Fath, 48:13)
Saat
orang beriman memikirkan dengan imannya yang mendalam mengenai api yang
bergejolak dalam Neraka tersebut, ketakutan kepada Allah pun muncul. Mereka
berdoa kepada-Nya dan berlindung kepada-Nya dari api Neraka. Dengan cara ini,
hal keseharian yang sangat remeh pun dapat menjadi peringatan akan persoalan
yang besar ini, dan ini merupakan ciri amal yang sangat penting bagi orang
beriman.
Seseorang yang sungguh-sungguh merenung
tanpa prasangka mengenai makanan yang dimakannya untuk sarapan akan memperoleh
banyak petunjuk darinya. Rasa dan aroma roti, madu, keju, tomat, teh, sari
buah, pentingnya makanan dan warna-warninya merupakan nikmat. Semuanya
menyediakan protein, asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan
cairan yang dibutuhkan tubuh. Untuk menjalani hidup sehat, kita harus makan
secara teratur dan cukup. Yang menakjubkan, ini bukan pekerjaan yang sulit bagi
kita. Ini malah merupakan sesuatu yang kita nikmati. Buah-buahan, sayuran,
nasi, dan roti memenuhi kebutuhan makanan seseorang dan juga memberikan banyak
kesenangan.
Sebenarnya,
semua yang telah kita bahas tadi merupakan hal yang amat sepele dan diketahui
dengan baik oleh setiap orang. Semua orang akrab dengan kegiatan itu dalam
setiap 24 jam kesehariannya, sejak dia dilahirkan. Namun sebagian besar orang
tidak merenungkan hal ini dengan benar. Dia tidak sadar bahwa semua itu telah
dikaruniakan oleh Allah untuk kehidupan keseharian kita. Semuanya disepelekan
begitu saja, tidak ada kesadaran tentang betapa berharganya itu semua.
Padahal, semua makanan dan minuman lezat
tersebut mampu menyediakan berbagai manfaat bagi tubuh manusia, dan setiap
makanan atau minuman itu merupakan ciptaan yang mengagumkan. Sebagai contoh,
seekor lebah yang berbobot hanya beberapa gram menghasilkan madu. Karena
vitamin dan mineral yang dikandungnya atau karena kekhasan struktur yang
dimilikinya, madu berguna untuk kesehatan dan obat bagi manusia. Dalam Al
Qur’an Allah berfirman bahwa Dia mengilhamkan sifat madu dan memberi ilham pada
lebah madu saat bekerja:
Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibangun oleh manusia,"
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS An Nahl,
16:68-69)
Orang beriman yang merenungkan proses
pembuatan madu menjadi sadar akan keajaiban penciptaan yang terkandung di
dalamnya. Dia segera mengerti bahwa mekarnya pohon yang berbuah, yang menjadi
bahan mentah dasar untuk madu, yang sari bunganya diubah oleh lebah menjadi
madu, maupun madu yang menakjubkan itu sendiri, tidak dapat terjadi secara
kebetulan. Hal ini mendekatkan dirinya kepada Allah.
Lebih
lanjut, kepatuhan tanpa syarat dari seekor lebah kecil kepada Allah juga
merupakan bukti lain yang menuntun kepada iman. Orang beriman akan mengerti
bahwa berdasarkan petunjuk Allah-lah, seekor lebah madu yang tidak memiliki
kecerdasan ataupun kesadaran sebagaimana yang telah kita pahami, bekerja tanpa
henti dan dengan disiplin sempurna melaksanakan tugasnya yang menakjubkan itu.
Pentingnya
daging, susu, keju, dan manfaat lain dari binatang sebagai nikmat bagi manusia
dari Allah difirmankan dalam Al Qur’an:
Dan
sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang
penting bagimu. Kami memberimu minum dari air susu yang ada dalam perutnya. Dan
pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untukmu, sebagian
darinya kamu makan. (QS Al Mu’minun, 23:21)
Ada keterangan tentang “apa yang ada dalam
perutnya”, ketika ayat tersebut menerangkan kepada kita tentang manfaat yang
kita ambil dari hewan. Misalnya, ada sesuatu yang tertinggal dalam proses
pencernaan dari pakan yang dimakan oleh sapi, air yang diminum oleh sapi, darah
yang mengalir dalam pembuluh darah, dan alat-alat tubuh sapi. Sungguh merupakan
keajaiban bahwa aroma manis, bersih, campuran putih semacam susu yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan manusia, dapat dihasilkan dari campuran rumit semacam
itu. Hebatnya lagi, susu dihasilkan dengan sifat paling menyehatkan, padahal
jelas susu terletak pada bagian yang mengandung kotoran.
Petunjuk
lain tentang pengetahuan Allah yang Mahaluas adalah kenyataan bahwa
satu-satunya bahan mentah yang digunakan untuk menghasilkan susu adalah rumput
hijau. Namun hewan yang menghasilkan susu ini dapat mengeluarkan cairan putih
dari bahan hijau kaku tersebut berkat sistem mengagumkan yang Allah ciptakan
dalam tubuh mereka. Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan kepada kita tentang
bagaimana susu dibuat:
Dan
sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagimu.
Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang
bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya. (QS An Nahl, 16:66)
Seperti
kita ketahui, susu merupakan minuman yang sangat kaya akan beberapa bahan yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Susu merupakan cairan yang berperan penting
dalam pertumbuhan anak-anak dan orang dewasa.
Makanan lain yang berasal dari hewan,
kecil bentuknya namun nilai gizinya sangat besar, adalah telur. Pembentukan
gudang protein, vitamin, dan mineral ini merupakan keajaiban yang lain. Seekor
ayam yang rendah tingkat kecerdasannya mampu menghasilkan telur setiap hari dan
melindungi telur yang dihasilkannya dengan kemasan yang mengagumkan.
Memperhatikan bagaimana kulit telur dibentuk secara menakjubkan mengelilingi
cairan yang ada di dalam kulitnya, walaupun tanpa pelindung, meningkatkan
kekaguman yang dirasakan oleh orang beriman terhadap seni penciptaan Allah.
Berbagai
minuman, yang dianggap oleh sementara manusia harus tersedia dalam sarapan,
berasal dari tumbuhan. Setelah daun-daun tumbuhan tersebut mengalami proses
tertentu, daun tersebut menjadi cairan beraroma manis. Beribu-ribu macam
tumbuhan yang tumbuh dari tanah yang sama menunjukkan kekuasaan, kekuatan, dan
kasih sayang tak terbatas dari Allah yang telah menciptakannya. Sebagaimana
difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an:
Dan
Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya)… (QS Al An'am, 6:141)
Allah
memberi kita nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Dia menciptakannya banyak
nikmat untuk kita makan. Dia menguji manusia dalam hidup di dunia ini dengan
kekayaan dan kemiskinan. Dia menyukai orang yang menunjukkan akhlak terpuji di
saat berhadapan dengan ujian ini. Dia menerangkan dalam Al Qur’an bahwa mereka
akan menerima nikmat yang kekal di dalam Surga. Sebagai contoh, sementara
sebagian orang menyantap sarapan yang lezat, orang lain hanya memiliki sedikit
makanan. Namun orang beriman, kaya atau miskin, akan selalu bertingkah laku
dengan cara diridhai oleh Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan ikhlas. Apabila
dia kaya, dia tidak akan sombong atau menjadi tinggi hati. Apabila dia miskin,
dia tidak akan khawatir dan menyesali keadaannya.
Orang
beriman menyadari bahwa Allah sedang mengujinya. Dia juga menyadari bahwa
segala hal dalam hidup ini adalah tidak kekal. Al Qur’an menyatakan bahwa Allah
akan menguji manusia melalui kebaikan dan keburukan. “Tiap-tiap yang berjiwa
akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan." (QS Al Anbiya', 21:35). Dengan alasan ini, orang yang hidup
sesuai dengan Al Qur’an mengetahui bahwa bukanlah nikmat yang dia terima,
melainkan sikapnya terhadap nikmat tersebutlah yang bernilai di hadapan Allah.
Walaupun dia tidak kaya, orang beriman dengan ikhlas bersyukur kepada Allah.
Dalam Al Qur’an Allah menerangkan bahwa Dia akan menambah nikmat kepada mereka
yang bersyukur dengan ikhlas dan kesungguhan hati. Dia juga memperingatkan
orang yang tidak bersyukur akan pedihnya siksa di Neraka:
Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS
Ibrahim, 14:7)
Orang
yang merenungkan bukti kesempurnaan ciptaan di sekililingnya, dan juga alasan
di balik penciptaan makanan, juga akan melihat kehendak Yang Mahakuasa di dalam
susunan dan cara kerja mulut yang diciptakan untuk memakan makanan dengan
mudah. Agar manusia dapat makan, makanannya, bibirnya, gigi, lidah, rahang,
kelenjar ludah, dan jutaan sel bekerja sama dalam keselarasan yang sempurna.
Semua ini diatur sedemikian rupa sehingga beberapa fungsi dapat dilakukan pada
waktu bersamaan tanpa menimbulkan gangguan. Gigi memotong makanan menjadi
bagian-bagian kecil, dan lidah terus-menerus mendorong makanan di sela-sela
gigi untuk dikunyah. Dengan otot yang kuat, rahang membantu gigi mengunyah
ketika orang yang makan menggerakkan lidahnya dengan cara yang sesuai. Bibir
berperan sebagai pintu yang tertutup dengan rapat untuk mencegah makanan keluar
dari mulut.
Selain
itu, bagian-bagian yang membentuk organ-organ tubuh ini bekerja sama dalam
keselarasan yang sempurna. Misalnya, gigi, sesuai dengan tempat dan susunannya,
menggigit makanan menjadi bagian-bagian kecil dan mengunyahnya. Seluruh gigi
diatur dan disusun pada tempatnya sesuai dengan fungsinya masing-masing. Setiap
gigi tumbuh dan tinggal dalam ukuran panjang tertentu agar dapat bekerja sama
dengan baik dengan gigi yang ada di tempat yang berlawanan dengannya. Tentunya
organ ini tidak memiliki kesadaran atau kecerdasan. Gigi tidak dapat menentukan
sendiri bagaimana bekerja sama dengan gigi yang lain. Dan koordinasi luar biasa
seperti yang telah dijelaskan tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Setiap
bagian dibuat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak ada
keraguan bahwa rancangan menakjubkan ini berasal dari Allah Yang “telah
menciptakan segala sesuatu, dan menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.” (QS Al Furqan, 25:2). Allah telah menciptakan semua ini untuk
memudahkan manusia memakan makanannya dan mengambil manfaat serta menikmatinya.
Hal penting lainnya yang direnungkan oleh
orang beriman adalah kenyataan bahwa dia dapat mencium bau makanan di dapur dan
mengecapnya tanpa susah payah. Hal ini dimungkinkan oleh indera yang
dimilikinya. Indera pengecap dan penciumannya, yang tidak berhenti sepanjang
hidupnya, bekerja dengan sempurna tanpa biaya apa pun; mereka tidak pernah
berlatih untuk menggunakannya dengan cara yang benar, dan mereka pun tidak
menyadari kegiatan indera tersebut.
Apabila
seseorang tidak memiliki indera pengecap ini, berbagai macam rasa dari daging,
ikan, sayuran, sup, selada, buah, minuman, dan selai tidak akan ada arti
baginya. Selain itu, rasa makanan tersebut mungkan tidak akan lezat, hambar,
tawar, atau tidak mengenakkan dan memualkan perut. Tidak diragukan lagi bahwa
rasa dan indera yang menerimanya telah secara khusus diciptakan untuk manusia.
Adalah kesalahan besar jika tidak menyadarinya karena kelalaian akibat
kebiasaan. Al Qur’an menerangkan bahwa Allah menciptakan makanan yang baik dan
bersih untuk manusia:
Allah-lah
yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan
membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan
sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha Agung
Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir, 40:64)
Sudah
barang tentu, bagi orang-orang yang berpikir, setiap rasa merupakan sarana
untuk bersyukur kepada Allah dengan sebaik-baiknya, mengingat-Nya dengan penuh
rasa terima kasih, memuji-Nya, dan berterima kasih pada-Nya. Orang beriman yang
mengetahui bahwa setiap jenis makanan lezat dan minuman datang dari Allah,
memikirkannya saat dia duduk di meja makan, sehingga bersyukur kepada Allah.
Allah berfirman dalam Al Qur’an:
Dan
suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati.
Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari itulah
mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur, dan Kami
pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya,
dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak
bersyukur? (QS Ya Sin, 36:33-35)
Dan
apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang
ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan
kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan
binatang-binatang itu untuk mereka. Maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka
dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat dan
minuman. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS. Ya Sin, 36: 71-73)
Sebagian
orang tidak berpikir tentang pentingnya beberapa kenyataan yang sangat penting.
Padahal, mereka telah menyantap makanan yang berasa dan beraroma lezat yang
telah memenuhi kebutuhan mereka secara sempurna sepanjang hidup mereka.
Kenyataan yang mereka abaikan tersebut adalah, bahwa Allah telah menciptakan
nikmat yang tiada bandingannya ini bagi mereka, dan mereka harus bersyukur
kepada Allah, Yang telah menyediakan itu semua. Jelas sebuah sikap yang keliru.
Mereka seharusnya tidak melupakan bahwa mereka akan ditanya di akhirat, tentang
apakah mereka telah bersyukur kepada Allah.
Orang
beriman menyadari bahwa Allah telah memberikan tubuh sebagai amanat. Dia
bertanggung jawab untuk menjaga nikmat tiada tara ini sebaik mungkin. Untuk itu
dia harus memberi tubuh tersebut makanan dengan cara yang sehat. Dia tahu bahwa
agar bekerja dengan baik, tubuh harus sehat, sehingga harus diberi makanan yang
cukup dengan menu yang seimbang. Dia tahu bahwa tubuhnya harus mendapat semua
makanan yang dibutuhkannya untuk pertumbuhan 100 triliun sel dan agar tubuh
bisa pulih dan berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, baik di saat sarapan,
maupun pada waktu lainnya di hari tersebut, dia akan makan makanan sehat dan
alami. Dia menghindari makanan yang berbahaya, walaupun terlihat menarik dan
lezat. Dia tidak akan lalai atau ceroboh dalam masalah ini. Misalnya, dia tahu
bahwa berfungsinya alat tubuhnya, kemampuan tubuhnya untuk membersihkan bahan
beracun, dan kemampuan tubuhnya untuk menghilangkan sakit dan lelah, semuanya
tergantung pada air (banyak orang mengabaikan untuk meminumnya secara teratur).
Dia dengan seksama meminumnya dalam jumlah yang cukup sepanjang hari. Nabi
kita, SAW dalam beberapa kesempatan menunjukkan kepada kita akan pentingnya
air.
"All
praise is due to Allah Who has made it delicious and sweet by His grace and has
not made it either salty or unsavoury." (Imam Ghazali's Ihya Ulum ad-Din)
Sebagai
contoh, dalam sebuah perjalanan dia duduk di suatu tempat dan meminta air dari
orang yang berada di sebelahnya. Setelah membasuh tangan dan wajahnya dan
meminum air, beliau bersabda pada pengikutnya, “Percikkan sebagian airnya pada
wajah dan dadamu.” (Sahih al-Bukhari) Nabi Muhammad, SAW bersabda setelah
meminum air:
“Segala
puji bagi Allah Yang telah membuatnya lezat dan manis dengan kasih sayang-Nya
dan tidak membuatnya asin atau membahayakan.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Dalam Perjalanan
Orang yang telah selesai makan pagi dan telah berbenah diri, siap menyambut berbagai tantangan di tempat kerja mereka, sekolah, atau tempat lainnya. Sebagian besar orang memperoleh yang mereka butuhkan sebelum hari itu berakhir. Allah menggambarkan keadaan ini dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya
kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (QS Al Muzzammil,
73:7)
…
dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (QS. al-Furqan, 25:47)
Orang
beriman melihat hari di hadapannya sebagai kesempatan untuk meraih cinta dan
ridha Allah serta untuk mendapatkan Surga. Untuk itu dia perlu bekerja keras
melakukan pekerjaan yang baik. Bagaimanapun sibuknya, dia tetap waspada agar
tidak lalai dari mencari ridha Allah. Dia meneladani doa Nabi Sulayman AS,
sebagaimana difirmankan dalam ayat ke-19 Surat An Naml, dengan harapan bahwa
Allah akan memberinya petunjuk dalam kegiatannya sepanjang hari:
"Ya
Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS An Naml, 27:19)
Setiap
orang yang meninggalkan rumah menuju ke sekolah atau bekerja, akan menghadapi
banyak orang, hal, dan kejadian yang dapat direnungkan. Setiap hal yang dilihat
oleh seorang manusia ada dalam pengetahuan Allah, muncul atas kehendak-Nya, dan
terjadi dengan alasan tertentu. Maka, ketika orang beriman memandang ke langit
dalam renungan ini, dia melihat bahwa semua itu telah diciptakan dengan cara
yang menakjubkan. Dia memahami bahwa kebenaran ayat berikut berada di
hadapannya: "Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang
terpelihara…" (QS Al Anbiya', 21:32)
Fungsi langit sebagai sebuah “atap yang
terpelihara” disebabkan oleh atmosfernya. Atmosfer ini menutupi bola bumi dan
melakukan tugas pentingnya agar manusia bertahan hidup. Atmosfer menolak sinar
yang datang dari luar angkasa yang berbahaya bagi makhluk hidup. Atmosfer
menghancurkan meteor besar dan kecil yang menuju ke bumi dan mencegah meteor
agar tidak mengancam bumi dan makhluk di dalamnya. Atmosfer juga melindungi
bumi dari suhu yang membekukan (sekitar minus 270 derajat Celcius) di luar
angkasa. Walaupun sebagian orang tidak peduli akan hal ini sebagaimana
mestinya, Allah telah menciptakan sebuah lingkungan yang cocok untuk kita dan
melindungi kita dari ancaman yang mungkin datang dari langit.
Dalam
Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa orang beriman yang mengamati langit akan
segera memahami bukti bahwa langit adalah ciptaan yang paling selaras dan
sempurna.
Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan
tidak menemukan sesuatu cacat, dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.
(QS Al Mulk, 67:3-4)
Allah
berfirman dalam Al Qur’an bahwa terdapat tanda-tanda dalam penciptaan langit
dan bumi bagi mereka yang mengamatinya dengan iman.
Maka
apakah mereka tidak melihat langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak
sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu, dan Kami letakkan padanya
gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang
indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba
yang kembali (mengingat Allah). (QS Qaf, 50:6-8)
Orang
beriman yang dengan seksama melayangkan pandangannya dari langit ke bumi akan
melihat bukti lain dari penciptaan-Nya. Di bawah bumi tempat dia berjalan di
atasnya dengan percaya diri terdapat sebuah lapisan batu meleleh yang luar
biasa panasnya disebut “magma”. Sebagai perbandingan dengannya, kerak bumi
sangatlah tipis, yang artinya bahwa batu meleleh ini berada sangat dekat di
bawah kaki kita. Jadi, ketebalan kerak bumi dibandingkan dengan bagian dalam
bumi itu sendiri dapat diibaratkan dengan ketebalan kulit apel dibandingkan
dengan keseluruhan apel. Orang beriman yang memikirkan hal ini akan sangat
paham bahwa dunia dan seluruh makhluk hidup di dalamnya ada karena keseimbangan
sempurna yang telah Allah ciptakan berdasarkan kehendak-Nya, dan setiap ciptaan
dapat terus hidup dengan aman karena kehendak Allah.
Orang beriman yang melihat dengan mata
yang penuh renungan akan memperhatikan keindahan di sekelilingnya dan ciptaan
yang menakjubkan. Misalnya, karena merupakan nikmat Allah, burung di langit,
buah-buahan yang menghiasi jendela pajang toko dengan warnanya yang menarik,
dan bau sedap yang berasal dari toko roti punya makna bagi orang beriman. Makna
ini tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Orang
beriman yang merenungkan berbagai macam bukti yang tidak terhitung jumlahnya
yang dia temui selagi berjalan di jalanan juga akan berhati-hati dalam
berperilaku. Sebagai contoh, dia akan berjalan tanpa menyombongkan diri atau
pamer karena Allah berfirman dalam sebuah ayat: “Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan…" (QS Luqman, 31:19). Orang yang rendah hati patuh pada perintah
Allah dan, seperti dalam aktivitas-aktivitasnya yang lain, tidak berlebihan
dalam cara berjalan. Hal ini dapat disukai dalam pandangan Allah maupun di mata
orang beriman.
Orang
beriman mengetahui bahwa Allah telah menciptakan manusia dan mengaruniai mereka
dengan semua sifat-sifatnya. Namun orang-orang yang tidak mengikuti ajaran Al
Qur’an tidak akan peduli pada kenyataan ini dan menganggap bahwa sifat yang ada
pada mereka merupakan milik mereka sendiri. Orang-orang yang berpikir bahwa
kecantikan, kemakmuran, pengetahuan, dan kesuksesan mereka adalah milik mereka
sendiri menjadi bangga dan sombong. Karena kesombongan tersebut, mereka ingin
menunjukkan keunggulan mereka dengan menindas orang lain. Tingkah laku ini
terlihat dari cara mereka berjalan sebagaimana cara mereka berbicara dan
bertindak. Padahal, semua orang tidak ada artinya di hadapan ilmu dan kekuasaan
Allah. Kita membutuhkan Allah di tiap saat dalam hidup kita. Dalam Al Qur’an,
Allah memperingatkan kita mengenai hal ini dan melarang kita untuk bersikap
sombong:
Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Luqman, 31:18)
Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung. (QS Al Isra', 17:37)
Setiap
orang yang hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an selalu menyadari
ketidakberdayaannya, dan dia hidup berdasarkan kehendak Allah. Hanya Tuhan
Semesta Alam saja yang telah memberikan apa yang dia miliki. Dan karena dia
hidup dalam kesadaran ini, dia memahami semua yang terjadi di sekitarnya
berdasarkan Al Qur’an.
Jelaslah
bahwa seseorang tidak dapat menempuh jarak jauh dengan berjalan kaki dalam
sehari. Mudah untuk menempuh jarak yang dekat. Kemampuan untuk berjalan memang
merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah. Namun, manusia tidak mampu
berkelana menempuh jarak yang sangat jauh dengan berjalan kaki. Tubuh mereka
akan menjadi lelah dan dalam batas tertentu tidak mampu berjalan lebih jauh
lagi. Allah mengetahui kelemahan hamba-hamba-Nya ini dan telah menciptakan
binatang dan kendaraan untuk membawa mereka, dan telah membuat transportasi
menjadi mudah. Berikut adalah beberapa ayat Al Qur’an yang terkait dengan
nikmat Allah yang menunjukkan kemuliaan, kasih sayang, dan belas kasih-Nya
kepada hamba-Nya:
Dan
mereka (ternak-ternakmu) memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak
sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang
menyulitkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, agar kamu
menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang
kamu tidak mengetahuinya. (QS An Nahl, 16:7-8)
Dan Yang menciptakan semua yang
berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu
tunggangi. (QS Az Zukhruf, 43:12)
Apakah
kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan
bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan
(benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia. (QS Al
Hajj, 22:65)
Dengan
menggunakan akal, jelaslah bagi kita bahwa Allah-lah Yang telah menciptakan
bahan-bahan seperti besi dan baja yang memiliki kemampuan tertentu, dan
mengilhami manusia untuk memanfaatkannya dalam menciptakan bermacam-macam
kendaraan. Dan dengan kehendak Allah pula orang membuat kendaraan seperti
mobil, bus, kereta, kapal dan pesawat terbang. Ya, Allah telah mempermudah kita
untuk menempuh perjalanan yang tidak mungkin kita lakukan seorang diri. Apa
yang harus kita lakukan sebagai balasan atas nikmat ini adalah dengan mengingat
Allah di saat kita naik ke atas kendaraan, memuji nama-Nya, dan berterima kasih
kepada-Nya. Allah berfirman kepada kita mengenai ini:
Supaya
kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu
telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang
telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya." (QS Az Zukhruf, 43:13)
Berjalan jauh masa kini jauh lebih cepat,
mudah dan nyaman daripada masa lalu. Bagi orang yang hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur’an, merenungkan hal ini merupakan cara penting untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya dengan ikhlas atas segala nikmat-Nya.
Orang
beriman juga mengingat Allah ketika dia berada dalam perjalanan. Dia
merenungkan orang di sampingnya yang mengemudikan mobil, model dan warna mobil
tersebut, mobil lain dan orang di sekelilingnya, pergerakan mereka, tulisan di
jendela belakang mobil yang ada di depannya, barisan bangunan sepanjang jalan,
bentuknya, jendelanya, papan reklame, dan tulisan yang ada padanya. Semuanya
telah diciptakan oleh Allah atas perintah-Nya. Allah menyampaikan ini kepada
manusia dalam ayat berikut:
Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS Al Qamar, 54:49)
Allah
menciptakan benda-benda yang kita temui setiap saat dalam hidup kita, bukan
hanya untuk orang tertentu, tetapi juga untuk miliaran manusia di bumi. Bagi
seseorang yang hidup mengikuti ajaran Al Qur’an, memikirkan hal ini adalah
sebuah jalan baginya untuk mengetahui bahwa Allah senantiasa berada di sisinya,
dan Dia melihat setiap gerak-gerik dan perbuatannya. Karena kesadaran akan
kenyataan ini senantiasa bersamanya sepanjang hari, kemacetan, atau kendaraan
yang mengambil jalurnya, atau kesulitan lain yang dia alami tidak akan mengubah
sikap berserah dirinya kepada Allah.
Sebagian
orang memandang ketidakberuntungan kecil saja sebagai sebuah hambatan besar.
Mereka menjadi tidak sabar dan terkadang kehilangan kendali atas diri sendiri,
bertingkah laku secara tidak masuk akal. Mereka mungkin mulai menggerutu
sendiri atau berteriak. Mereka tidak memiliki kesabaran saat mereka terjebak
dalam kemacetan dan mereka menunjukkannya dengan membunyikan klakson
terus-menerus dan mengganggu orang lain. Semua itu adalah karena mereka telah
lupa bahwa segalanya berada dalam kendali Allah.
Bagi
orang yang berpaling dari Allah, transportasi bukanlah sebuah nikmat, melainkan
sebuah gangguan dan hal yang menjengkelkan. Misalnya, lubang di jalan,
kemacetan lalu-lintas, hujan angin tiba-tiba dan banyak hal lainnya memenuhi
pikirannya sepanjang hari. Padahal, pikiran yang tak berguna ini tidaklah
bermanfaat baginya, baik dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang.
Sebagian orang mengaku bahwa hal utama yang mencegah mereka dari berpikir
terlalu dalam mengenai masalah ini adalah perjuangan yang mereka lakukan di dunia.
Karena waktu yang harus mereka korbankan untuk memenuhi kebutuhan makan, tempat
tinggal dan kesehatan, mereka mengaku tidak punya waktu untuk berpikir mengenai
keberadaan Allah atau bukti-bukti yang menuntun kepada iman. Namun ini tak lain
hanyalah tindakan menghindari tanggung jawab. Tugas seseorang sebagai kepala
keluarga dan jabatannya tidak ada hubungannya dengan berpikir. Seseorang yang,
dalam rangka meraih ridha Allah, memikirkan bukti-bukti yang menuntun kepada
iman, perintah Allah, akhirat, kematian, dan merenungkan nikmat yang telah
Allah berikan kepadanya dalam kehidupan ini, akan mendapatkan pertolongan Allah
bagi dirinya. Dia akan melihat bahwa banyak permasalahannya dapat dengan mudah
diselesaikan dan dia akan mampu meluangkan waktu dan istirahat untuk merenung.
Orang
beriman tidak pernah lupa bahwa Allah telah menciptakan setiap situasi yang
dialaminya sepanjang hari. Tujuan dari penciptaan tersebut adalah agar kita
bersabar atau menggunakan pikiran kita untuk menyelesaikan masalah dengan cara
yang paling disukai Allah. Apabila ada masalah yang tidak mampu diselesaikan
seorang diri, maka yang harus dilakukan adalah bersabar. Marah, berteriak, dan
menghujat seperti yang dilakukan sebagian orang, adalah keliru dan tidak ada
artinya karena dapat membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.
Salah
jika ada orang yang menganggap bahwa cobaan hanya muncul dalam bentuk kepedihan
yang luar biasa dan tragedi sebagai ujian bagi kesabaran kita. Allah menguji
manusia sepanjang hari dengan berbagai cobaan, baik yang besar maupun kecil.
Jadi, hal yang menjengkelkan seperti terjebak kemacetan atau terlambat menuju
suatu tempat dan kecelakaan kecil adalah ujian bagi manusia. Namun, dalam
situasi ini, mereka yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an tidak merasa
jengkel dan tetap bersabar tanpa berkeluh-kesah. dalam Al Qur’an, Allah
menerangkan bahwa salah satu sifat orang beriman adalah tetap bersabar dengan
cobaan yang datang kepada mereka:
(yaitu)
orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang
yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan
sembahyang, dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami
rezekikan kepada mereka. (QS Al-Hajj, 22:35)
Dalam
menghadapi kecelakaan lalu lintas yang mungkin mereka alami, orang beriman
menjaga ketenangan mereka dan berserah diri kepada takdir, tidak dalam arti
diam saja, tetapi secara realistis menerima apa yang telah Allah tentukan pada
mereka. Dalam situasi tersebut mereka bertindak arif dengan menyadari bahwa
Allah telah menciptakan apa yang terjadi kepada mereka dan mereka mencoba
melakukan sesuatu untuk mengobati lukanya, mencari bantuan, dan menghentikan
kerusakan. Mereka tahu bahwa mereka bertanggung jawab setiap saat dalam
kehidupan duniawi ini untuk bertindak dengan apa yang disukai oleh Allah.
Dalam
Surat Al-Mulk, Allah menerangkan tujuan penciptaan manusia dan tanggung jawab
yang diberikan kepada kita:
Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujimu, siapa di antaramu yang lebih
baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Al Mulk, 67:2)
Orang
beriman yang menjalani setiap saat dalam kehidupan dunianya sesuai dengan
ajaran Al Qur’an tidak akan membiarkan pikirannya dikuasai oleh pikiran yang
tidak berguna dan tidak masuk akal selama perjalanan. Dia mengarahkan
perhatiannya pada hal dan peristiwa yang dapat dia renungkan dengan mendalam.
Misalnya, mereka yang telah jauh dari ajaran Al Qur’an, ketika memperhatikan
burung yang terbang di udara akan melihatnya sebagai kejadian biasa. Namun
demikian, bagi orang beriman, burung yang jelas tidak menempel pada suatu apa
pun, tetapi tetap melayang di udara yang renggang dan melakukan gerakan manuver
dengan sayapnya yang lemah; dan sayap mereka yang dirancang agar mereka dapat
terbang, bergerak cepat dan melakukan manuver ini; dan paruh mereka mereka
dengan susunan yang diciptakan khusus agar mereka dapat makan dengan baik; cara
terbang mereka, susungan rangka tulang yang khusus, dan sistem pernapasan,
syaraf dan lainnya; susunan aerodinamis dan rumit dari bulu-bulu mereka; cara
pembuatan sarang mereka; alat penginderaan mereka, cara berburu dan memberi
makan, tingkah laku mereka, suara yang mereka buat di saat kawin dan
waktu-waktu lainnya; kenyataan bahwa sistem yang mereka amati pada burung jelas
adalah rancangan yang menakjubkan, adalah bukti keberadaan Allah, kekuatan, dan
ilmu-Nya. Allah menuntun kita untuk memperhatikan hal ini dalam Al Qur’an: “Dan
apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan
sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha
Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu" (QS Al Mulk,
67:19).
Di
saat orang beriman berada dalam perjalanan mereka, mereka mengamati ciptaan
yang menakjubkan seperti yang ada di sekeliling mereka. Mereka menjadi saksi
setiap saat akan kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
Di Tempat Kerja
Pada umumnya orang dewasa menghabiskan sebagian besar hari mereka untuk bekerja. Namun mereka yang bertindak sesuai dengan ajaran Al Qur’an sangat berbeda dengan rekan-rekan kerjanya, yang memiliki kesamaan nilai moral. Bagi orang beriman, tidak peduli betapa penting urusannya di hari itu, melakukan pengabdian dan menyembah Allah adalah lebih penting daripada apa pun. Allah menerangkan hal ini dalam Al Qur’an:
Katakanlah,
"Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan," dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah,
62:11)
Orang
beriman menyadari hal ini, dan tidak ada pekerjaan yang akan mencegahnya dari
mengingat nama Allah atau melakukan sholat. Dia tidak akan mengabaikan atau
menunda kewajiban agama apa pun demi meraih materi. Allah mengajak kita untuk
memperhatikan ini dalam sebuah ayat Al Qur’an:
Bertasbih
kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang
tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (QS An Nur, 24:36-37)
Alasan
di balik memberikan perhatian pada perniagaan dalam ayat ini adalah karena
keinginan yang besar akan keuntungan materi merupakan salah satu kelemahan
terbesar pada manusia. Sebagian orang rela mengabaikan ajaran agama demi
mendapatkan uang lebih banyak, memperoleh harta lebih banyak, dan meraih
kekuasaan lebih besar. Misalnya, mereka tidak melaksanakan sholat atau menunaikan
kewajiban lainnya, dan mereka tidak menunjukkan watak terpuji, walaupun mereka
mampu melakukannya.
Ada
beberapa hal yang mereka harap dapat diraih dari pekerjaan mereka. Mereka
menginginkan kehidupan yang baik di dunia ini, menjadi kaya-raya, mendapat jabatan
dan penghormatan dan dimuliakan masyarakat, memiliki perkawinan yang baik dan
anak-anak yang terpuji.. Hal-hal inilah yang memisahkan manusia dari
nilai-nilai Al Qur’an, bahkan tersesat lebih jauh dengan mengutamakannya
daripada kehidupan setelah mati. Memang benar, semua itu adalah nikmat yang
boleh kita tuju untuk meraih ridha Allah dan menggapai akhirat sebagai
cita-cita. Orang beriman juga ingin mendapatkan nikmat yang sama: pekerjaan
yang berguna, mendapatkan uang dan harta milik sendiri. Namun mereka memiliki
beberapa sifat yang membedakan mereka dari orang lain: mereka melakukan semua
pekerjaan mereka demi ridha Allah, membelanjakan uang mereka di jalan yang
dituntun oleh Allah. Dan dalam perniagaan mereka, sebagaimana dalam hal
lainnya, mereka sangat berhati-hati mematuhi perintah Allah.
Di
dalam ayat Al Qur’an, Allah mengajak kita memperhatikan bahaya karena
mengutamakan perniagaan di atas agama:
Katakanlah,
"Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik." (QS At Taubah, 9:24)
Orang
beriman dengan iman yang sangat mendalam akan berbuat sekuat tenaga untuk
menghindar dari terjebak dalam nafsu semacam ini. Ada sebuah sifat mulia yang
dikehendaki oleh Allah dari orang beriman, dan yang akan mereka tunjukkan,
dalam pekerjaan apa pun yang mereka lakukan. Dalam melakukan pekerjaan mereka
jujur, ikhlas, rela berkorban, bekerja keras, adil, dan sederhana. Seluruh
perhatian mereka diarahkan untuk meraih ridha Allah dan menjaga batasan yang
telah ditetapkan antara yang benar dan yang salah. Allah telah memerintahkan
orang beriman bahwa dalam bekerja mereka dilarang melanggar hak orang lain,
mereka harus memberikan takaran dan berat yang sempurna berdasarkan keadilan,
dan tidak mengurangi hak milik orang lain. (Surah Hud: 85).
Dalam
beberapa ayat Allah menerangkan pentingnya kejujuran dalam bekerja,
memperlakukan orang dengan adil dan, dalam melakukan itu, menunjukkan sikap
mencari ridha Allah:
Dan
sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang
benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS Al Isra',
17:35)
Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
(QS Ar Rahman, 55:9)
Dalam
Al Qur’an, Allah menjelaskan bagaimana seharusnya kita melakukan perdagangan
dan perniagaan. Pertama-tama, Allah dengan jelas melarang riba: "..
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. " (QS Al
Baqarah, 2:275)
Hal
lain yang diterangkan oleh Allah adalah bagaimana mengatur perdagangan dan
utang-piutang. Allah memerintahkan bahwa, dalam bekerja, saat berutang (yang
akan dibayar di kemudian hari pada waktu yang telah ditentukan), dia harus
menuliskannya. Apabila orang yang berutang tersebut tidak mampu atau lemah atau
tidak mampu menyebutkannya, maka walinya harus menyebutkan untuknya dengan
adil. Dan dua orang dari golongan mereka harus harus menjadi saksi. (QS Al
Baqarah, 2:282)
Hal
lain yang harus dilakukan dengan seksama oleh orang beriman dalam pekerjaan
mereka adalah membahas pandangan orang lain saat mengambil keputusan, memulai
usaha baru, dan memajukan kegiatan mereka. Allah berfirman dalam Al Qur’an
bahwa hal ini adalah sifat dari orang beriman.
Seperti
halnya dalam setiap segi kehidupan, begitu pula dalam perdagangan dan
perniagaan, Al Qur’an membawa hal terbaik, termudah, dan paling benar ke dalam
kehidupan manusia. Dalam hal ini, Al Qur’an membantu manusia keluar stress dan
tekanan batin dan memungkinkan mereka bekerja dalam lingkungan yang sehat dan
damai, tempat mereka dapat berserah diri kepada Allah, mengambil keputusan yang
tepat, dan berunding dengan orang lain saat mengambil keputusan.
Di samping itu, orang beriman sangat
berpikiran terbuka dalam kehidupan kerjanya, dalam menyusun rencana, baik
jangka panjang maupun jangka pendek dan merancang berbagai tahapannya. Dan
setelah dia mulai bekerja, dia akan benar-benar memperhitungkan tahapan
selanjutnya, tindakan apa yang akan memastikan kesuksesan baginya untuk waktu
yang lama dan kemungkinan jalan lain. Dan dia akan memperhatikan segala
peringatan yang telah diberikan Allah dalam Al Qur’an untuk memastikan bahwa
langkah yang menurutnya bermanfaat untuk dilakukan tidak akan merugikannya di
tahapan berikutnya. Selagi terlibat dalam pekerjaannya, dia akan berdoa
terus-menerus kepada Allah di dalam hati, meminta Allah untuk memudahkannya dan
dia akan memahami bahwa tidak ada perusahaan yang berhasil, kecuali Allah
menghendaki. Dia berharap agar pekerjaan yang dia kerjakan menjadi sarana untuk
meraih ridha Allah.
Di
masa kita hidup saat ini, penemuan baru dan perkembangan ilmu pengetahuan telah
terjadi. Orang-orang di masa lampau bahkan tidak pernah dapat membayangkannya.
Ajaran Al Qur’an mewajibkan kita untuk berterima kasih atas kesempatan yang
tidak ada bandingannya ini. Misalnya, ilmu pengetahuan, teknologi, transportasi
canggih, dan komunikasi telah mencapai tingkatan kemajuan seperti saat ini.
Berkat komputer dan teknologi internet, orang dari seluruh dunia dapat saling
berkomunikasi dalam hitungan detik, berbagi informasi, dan menjalin hubungan.
Tentu saja, semuanya adalah nikmat yang harus direnungkan dalam-dalam. Para
nabi yang telah dijadikan sebagai contoh oleh Allah dalam Al Qur’an senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas, dan senantiasa mengingat Allah
serta bersyukur kepada-Nya di saat menjalani pekerjaan mereka. Dalam Surat
Saba’, Allah berfirman:
Para
jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya (dalam bentuk)
gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung serta piring-piring yang (besarnya)
seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah, Hai
keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS Saba', 34:13)
Berbelanja
Saat ini berbelanja merupakan kegiatan penting bagi banyak orang. Misalnya, banyak orang menghabiskan berjam-jam, bahkan berhari-hari mendatangi toko demi mendapatkan busana untuk dipamerkan kepada teman-teman mereka. Mereka menghabiskan banyak uang untuk pakaian yang akan dikenakan beberapa saat saja dalam hidup mereka. Tanpa peduli dengan keadaan lemari mereka yang sudah penuh, mereka mungkin akan membeli pakaian baru dengan hasrat yang tidak berkurang. Bagi orang ini, berbelanja lebih dari sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Inilah sifat orang yang lupa diri saat berbelanja dan seringkali membeli barang kemudian mereka sesali telah membelinya.
Sudah barang tentu, berbelanja adalah penting
bagi setiap orang dan bahkan bisa menjadi sebuah kegiatan sehari-hari yang
menyenangkan. Namun yang salah adalah jika belanja dapat menimbulkan hasrat
duniawi dalam diri manusia dan membuat mereka sepenuhnya lalai akan kehidupan
setelah mati. Mereka mencurahkan seluruh hidup, pikiran, dan kegiatan untuk
kegiatan ini. Bukan mencari jalan yang diridhai oleh Allah Yang telah
menciptakan mereka, mereka malah mencoba mencari kepuasan dalam pekerjaan
sepele seperti berbelanja.
Seperti
dalam bagian lain dari kehidupan, seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al
Qur’an pun akan mencoba memandang kegiatan berbelanja sebagai kebaikan yang
telah diciptakan oleh Allah serta makna di balik peristiwa yang terjadi.
Baginya, berbelanja bukan sekadar berjalan-jalan tanpa tujuan, melainkan
kesempatan untuk mencukupi dirinya dan keluarganya dengan barang yang dia
butuhkan. Berbelanja sudah pasti tidak akan menjauhkannya dari melakukan
kewajibannya kepada Allah. Allah memerintahkan orang beriman di dalam Al
Qur’an:
Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap ridha-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling
dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta
menuruti hawa nafsunya; dan adalah keadaan (mereka itu) melewati batas. (QS Al
Kahfi, 18:28)
Orang
beriman yang pergi berbelanja akan selalu ingat: Allah telah menciptakan
berbagai macam makanan, pakaian, dan nikmat-nikmat lainnya bagi orang beriman.
Namun di banyak negara, karena pengangguran, kemiskinan atau konflik, orang
tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan. Walaupun tinggal di negara yang
kaya akan sumber daya alam, ada orang yang terlalu miskin untuk dapat membeli
kebutuhan mereka. Semua ini berada di bawah kekuasaan Allah. Jumlah rezeki yang
telah ditetapkan oleh Allah untuk diberikan kepada manusia memiliki alasan
tersendiri. Allah mengingatkan kita akan hal ini dalam Al Qur’an:
Dan
tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya
bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. (QS Az Zumar, 39:52)
Allah
telah menciptakan berbagai macam keadaan untuk menguji manusia. Dan orang
beriman tidak akan berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya, dalam keadaan
apa pun dia berada. Dia menyadari bahwa ujian dan keadaan dirinya hanyalah
bersifat sementara. Untuk itu, dia berkemauan keras untuk bertindak setiap saat
dengan cara yang disukai Allah. Dia mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah
atas nikmat-Nya di dalam hati, dalam ucapannya, dan dalam tindakannya. Dia
membelanjakan karunia yang dimilikinya pada amal saleh, dan jika Allah membatasi
nikmat yang diterimanya, dia akan bersabar dan tetap bersyukur dengan ikhlas
kepada-Nya. Dia tahu bahwa dia sedang diuji dengan kemiskinan dan berdoa agar
Allah memberinya kesabaran. Dalam segala keadaan, orang beriman ridha atas
keputusan Allah dan berharap agar Allah merasa ridha dengannya.
Namun
manusia yang mengikuti tradisi, kebiasaan, dan norma masyarakat yang tidak
hidup berdasarkan ajaran Al Qur'an, segera kehilangan rasa bersyukur mereka di
saat berhadapan dengan ketidaknyamanan yang paling kecil sekalipun. Allah
melaknat mereka dalam Al Qur'an, sebagai kehinaan karena tidak mampu melihat
bahwa kekayaan dan kemakmuran mereka adalah sebuah cobaan yang sama dengan
pengalaman mereka akan kemiskinan dan kekurangan:
Adapun
manusia, apabila Tuhannya mengujinya, lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, maka dia akan berkata, "Tuhanku telah memuliakanku."
Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata,
"Tuhanku menghinakanku." (QS Al Fajr, 89:15-16)
Allah telah menciptakan nikmat yang tidak
terhitung jumlahnya di bumi ini. Namun, orang yang tidak menyadari hal ini lupa
bahwa hanya atas kehendak Allah dan izin-Nya sajalah mereka dapat membeli
makanan dan pakaian mereka. Mereka tidak berterima kasih kepada Allah. Mereka
justru terus-menerus bertindak di bawah kendali hawa nafsu. Semua yang mereka
pikirkan di saat berbelanja adalah pakaian mana yang akan dikagumi teman-teman
mereka. Apa yang memenuhi pikiran mereka seringkali adalah: di mana mereka
dapat membeli pakaian dengan model terbaru dan paling menarik dalam hal warna
dan mutu yang mereka inginkan. Mereka selalu menaruh perhatian kepada apa yang
dimiliki orang lain. Mereka iri akan semua itu. Mereka tidak sanggup hidup
tanpa harta benda maupun materi. Mereka sangat menginginkan memiliki kekayaan
dan harta benda. Mereka membandingkan apa yang telah mereka terima dengan apa
yang diterima oleh orang lain. Mereka menjadi tidak sabar. Mereka berpikir
bahwa mereka diperlakukan tidak adil dan mereka tidak bersyukur. Dalam Al
Qur'an, Allah menerangkan sikap tidak bersyukur orang yang tidak puas dengan
apa yang mereka miliki dan selalu menginginkan lebih banyak lagi:
Dan
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang
diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).
(QS An Naml, 27:73)
Orang
beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui bahwa nikmat yang
ada di sekelilingnya merupakan pemberian dari Allah. Mereka berhati-hati untuk
tidak membelanjakan uang dengan tergesa-gesa. Di saat sedang berbelanja, dia
berusaha sekuat tenaga untuk menghindari buang-buang uang dan waktu. Dia
bertindak sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an:
“..
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan (QS Al A’raf, 7:27).
Dia
tidak pernah lupa bahwa Allah menyebut orang yang menghambur-hamburkan uang
secara berlebihan sebagai “saudara-saudara setan” (QS Al Isra’, 17:27).
Al
Qur'an menuntut kita untuk tidak menghamburkan uang dalam berbelanja atau
membeli barang lainnya. Seperti itu pula kita dituntut untuk bersifat dermawan.
Allah menerangkan hal ini di dalam Surat al-Furqan: “Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang demikian (QS. al-Furqan,
25:67)”. Ayat ini meningkatkan kearifan yang ditunjukkan oleh orang-orang
beriman dalam cara mereka berbelanja.
Olahraga dan Latihan Fisik
Setiap orang beriman mengetahui bahwa
tubuhnya telah diamanahkan kepadanya untuk digunakan dalam waktu yang singkat
di kehidupan dunia ini. Dia bertanggung jawab untuk memeliharanya sebaik
mungkin. Oleh karena itu dia berhati-hati menjaga kesehatannya. Untuk itu, dia
menyediakan waktu dengan sungguh-sungguh dalam kegiatannya sehari-hari untuk
melakukan olahraga atau latihan fisik. Olahraga dan latihan fisik membantu
menguatkan tubuh, memberikannya daya tahan, dan membuat tubuh mampu berfungsi
teratur dan sehat. Olahraga memungkinkan orang beriman untuk bekerja lebih baik
lagi untuk mendapatkan ridha Allah dan beramal saleh.
Metabolisme
(kerja tubuh) manusia tidak akan baik jika kita tidak melakukan kegiatan.
Metabolisme diciptakan untuk mendukung pergerakan. Saat ini diketahui bahwa
olahraga memiliki banyak manfaat: olahraga memperkuat kekebalan tubuh,
peredaran darah, pernapasan, dan sistem saraf.Olahraga membuat tubuh memiliki
daya tahan lebih terhadap kumandan penyakit. Olahragamenjamin keteraturan
fungsi sistem hormon, hati dan pembuluhdarah. Olahraga memperkuat otot, sendi,
dan urat otot. Olahraga meningkatkan kondisi
tubuh dan kekuatan. Olahraga membantu memelihara keseimbangan dalam gula darah,
mengurangi tingkat kolesterol “jahat”, dan menambah tingkat kolesterol “baik”.
Alasan
lain mengapa orang beriman berusaha berolahraga dengan baik, adalah karena
kesehatan fisik adalah ciri yang disorot oleh Allah dalam Al Qur'an, untuk kita
perhatikan. Misalnya, dapat dilihat pada ayat 144 Surat al-A’raf, ketika Allah
berkata kepada Musa AS dan memilihnya untuk memimpin Bani Israil. Kisah
tersebut menceritakan tentang kekuatan fisiknya. Ayat lain menceritakan
kekuatan fisik Talut AS yang diutus untuk memimpin kaumnya:
Nabi
mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut
menjadi rajamu." Mereka menjawab, "Bagaimana Thalut memerintah kami,
padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia
pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata,
"Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang
luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
(QS Al Baqarah, 2:247)
Ada
alasan lain, mengapa orang beriman harus dengan seksama memperhatikan kebutuhan
olahraga: apabila orang yang menyampaikan ajaran Al Qur'an berpenampilan fisik
yang kuat dan menarik, dia akan memiliki pengaruh terhadap orang lain.
Penampilan luar orang tersebut yang terhormat dan menarik akan memberi kesan
yang baik bagi mereka yang sedang diajaknya berbicara.
Oleh
karena itu, orang beriman harus selalu berusaha untuk memelihara tubuh yang
kuat dan sehat. Mereka tidak boleh malas, teledor, atau ceroboh dalam hal ini.
Berdoa
Ayat
ke-56 Surat Adz Dzariyat yang berbunyi: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” menyatakan bahwa Allah
telah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Dengan kata lain, tujuan
diciptakannya manusia adalah, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an, untuk
mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan segalanya. Untuk itu, orang yang
menerima Al Qur'an sebagai pedoman hidup mereka akan menempatkan pengabdian
kepada Allah di atas segalanya. Mereka menggunakan kehidupan singkat mereka
(sekitar 70 tahun bila Allah menghendakinya) dengan memperhatikan kehidupan
akhirat dan meraih ridha Allah. Hal ini terlihat dengan sendirinya dalam setiap
saat di kehidupan duniawi mereka.
Orang
beriman selalu menyadari bahwa ajaran Al Qur'an berlaku tidak hanya pada
sebagian saja dari hidupnya di dunia ini, atau pada saat atau tahapan tertentu
di dalamnya, melainkan pada seluruh hidupnya. Dia mematuhi semua perintah Allah
dengan sepenuh kemampuannya dan melakukan sebanyak mungkin kebajikan yang dapat
dia lakukan, Dia menghabiskan waktunya dengan amal ibadah sebagaimana yang
telah difirmankan Allah dalam Al Qur'an. Di saat dia telah menyelesaikan
pekerjaannya, dia melanjutkan ke pekerjaan berikutnya. Karena Allah
berfirman dalam ayat 162 Surat Al An’am, (6:162): “Katakanlah: sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam,” dia mengejar apa yang baik dan bermanfaat, dan tidak ada kata henti,
tunggu, atau batasan dalam usahanya tersebut. Bagi orang beriman, memulai
pekerjaan baru setelah yang sebelumnya diselesaikan adalah penting karena dia
tahu bahwa dia harus menghabiskan setiap detik yang diberikan kepadanya di
dunia ini dengan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah. Dia akan memberi perhatian
kepada hidup setelah mati dalam setiap saat yang telah dilewatinya di dunia
ini. Untuk itu, dia menghabiskan setiap menit dengan hanya mengharapkan ridha
Allah, dan mengerjakan semua yang dia harapkan paling diridhai oleh Allah.
Dalam Al Qur'an, Allah menyampaikan kepada orang beriman untuk mencurahkan
usahanya menuju ke arah tersebut:
Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (QS Alam-Nasyrah, 94:7)
Perbuatan
orang beriman untuk mendapatkan ridha Allah tidak berhenti dari hari ke hari.
Hal ini ditunjukkan dalam ayat ke-76 Surat Maryam: “Dan amal-amal saleh yang
kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.”
Dan dalam ayat yang lain, Allah menerangkan bahwa Dia menginginkan agar manusia
tekun dalam ibadah mereka:
Tuhan
(yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (QS Maryam,
19:65)
Jalan
pemikiran sesat dari sebagian kaum jahiliyah dalam persoalan ini, menjerumuskan
mereka ke dalam keragu-raguan akan keberadaan kehidupan setelah mati dan hanya
melakukan beberapa kegiatan peribadatan dari waktu ke waktu saja.
Sebagian
orang membuat kekeliruan yang sangat besar ketika berusaha memperoleh nikmat di
dunia ini, yang mereka jadikan sebagai tujuan. Mereka melakukan apa saja untuk
menjadi kaya, mendapat jabatan, dan mendapatkan hal lain yang mereka inginkan.
Dalam waktu yang sangat singkat mereka terlibat dalam sebuah perlombaan yang
besar demi “harga yang sedikit” (QS. At-Taubah, 9:9) yang akan segera lenyap
dari mereka. Namun orang beriman yang mengejar ridha Allah dan jalan menuju
Surga, berjuang hanya demi Allah. Al Qur'an menggambarkan sifat orang beriman
ini:
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah
mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.
(QS Al Isra’, 17:19)
Orang
beriman yang menghabiskan seluruh harinya dengan mencari ridha Allah giat dan
bersemangat dalam menunaikan sholatnya. Dia mengingat Allah sepanjang hari di
dalam hatinya dan dalam kegiatannya dan merenungi dalam-dalam kekuasaan-Nya,
kecerdasan-Nya, pengetahuan-Nya, karya seni-Nya, dan sifat-sifat-Nya yang lain.
Sikap ini merupakan penerapan dalam kehidupan sehari-hari dari perintah yang
ada dalam ayat-ayat berikut:
“…Dan
sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang
dan pagi hari." (QS Ali ‘Imran, 3:41)
Dan
sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang. (QS Al A’raf,
7:205)
Dalam
ayat 28 Surat ar-Ra’d, Allah berfirman bahwa hati hanya akan merasa damai jika
mengingat Allah:
…
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah… (QS. ar-Ra’d, 13:28)
Seseorang
yang menjadikan Al Qur'an sebagai petunjuknya akan sangat berhati-hati dalam
melakukan ibadah seperti sholat lima waktu, berpuasa, dan berwudhu, sebagaimana
yang telah Allah perintahkan. Misalnya, sholat tepat waktu adalah hal yang
penting. Dia tidak membiarkan urusan dunia menghalanginya dalam menunaikan sholat.
Setiap dia sholat, dia melakukannya dengan rendah hati, suka-cita dan
bersemangat, berharap bahwa hal itu akan membawanya semakin dekat kepada Allah.
Namun
demikian, orang yang tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan semangat yang
benar, melainkan untuk pamer atau takut akan pendapat orang lain, tidak dapat
merasakan kenikmatan dalam beribadah kepada Allah. Saat mereka melakukan
sholat, mereka tidak tahu bahwa itu dapat mendekatkan dirinya kepada Allah.
Pikiran mereka terlalu tenggelam dalam urusan sehari-hari sehingga sulit untuk
dapat mengingat Allah dan memuji-Nya. Dalam Al Qur'an, Allah memperingatkan
orang-orang yang lalai dalam sholatnya:
Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
sholatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS Al Ma’un, 107:6)
Ini
berarti, mereka menunda sholat dari waktu yang telah ditentukan dan bahkan
tidak melaksanakannya sama sekali. Sekalipun demikian, meski Surat tersebut
tidak merujuk pada hal itu, orang yang cerdas akan melihat peringatan akan
kelalaian dalam sholat.
Orang
yang lalai keliru ketika berpikir bahwa mereka melakukan sesuatu untuk Allah
tanpa takut kepada-Nya, memikirkan-Nya dan tanpa merasakan kehadiran atau
kedekatan-Nya. Perilaku yang akan membawa seseorang lebih dekat kepada Allah
meliputi keiklasan dalam mendirikan sholat, takut kepada Allah dan kepatuhan
serta merendahkan-diri di hadapan-Nya.
Sebagian
orang memiliki pandangan yang sangat sempit tentang sholat, menganggap bahwa
cukuplah mematuhi beberapa perintah Allah saja dalam sehari. Padahal, menurut
Al Qur'an, ibadah tidak hanya terbatas pada perintah agama seperti sholat,
berpuasa, haji, dan bersedekah.
Ibadah
berarti melayani. Jadi, ibadah meliputi tingkah laku seseorang dan pikirannya
serta segala hal yang dilakukan dan diucapkan sebagai hamba Allah. Sepenting
apa pun sebuah kewajiban sholat sebagai sebuah amal ibadah pribadi, begitu pula
halnya mengalahkan kemarahan, menggunakan tutur kata yang sopan, melakukan
kebaikan dan melarang kejahatan, memberikan kepercayaan kepada muslim yang lain
dan tidak bersikap menang sendiri; semua ini juga termasuk perbuatan ibadah.
(Untuk lebih lengkapnya bacalah karya Harun Yahya Commonly Disregarded Rulings
of the Qur'an (dalam Bahasa Indonesia berarti, Aturan Al Qur’an yang Sering
Diabaikan). Karena itu, perilaku baik termasuk hal yang harus dilaksanakan dan
diterapkan dengan cara yang sama dalam hal semangat dan kekhusyukan dengan amal
ibadah. Tentu, sejalan dengan itu, seorang Muslim harus mengetahui berbagai
hubungan muamalah di dunia, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, dan
perceraian yang dapat diterima, serta cara yang benar untuk melakukan hal-hal
tersebut. Singkatnya, orang beriman menunjukkan kepedulian yang sangat besar di
setiap saat dalam hidupnya pada perintah Allah dalam Al Qur'an serta terhadap
perintah, larangan, dan tuntunan Rasulullah SAW.
Salah
satu amal ibadah yang paling penting yang dapat dilaksanakan oleh orang beriman
sepanjang hari adalah berdakwah, yaitu mengajak manusia mengikuti jalan yang
benar, menyampaikan kebaikan kepada mereka, dan memperingatkan mereka akan
kejahatan, serta mengajak mereka untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai
Islam, Iman, dan Ihsan serta membaca Al Qur'an. Ibadah ini merupakan bagian
penting dalam kegiatan mereka sehari-hari. Orang beriman bertanggung jawab
setiap saat sebagai wakil Allah di antara makhluk-Nya dan menyerukan agama
Allah melalui perkataannya, perilakunya, dan keberadaan dirinya sendiri.
Tanggung jawab ini tidak semata-mata terbatas pada kegiatan ibadah. Orang
beriman akan berusaha menjadi teladan bagi orang di sekitarnya dengan bertindak
dengan cara sebaik mungkin. Allah berfirman mengenai hal ini dalam Al Qur'an:
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan mereka taat
pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS At Taubah, 9:71).
Orang
beriman bersemangat untuk melakukan semua yang bisa dia lakukan untuk mengajak
orang lain kepada Allah dan kepada jalan-Nya. Dia akan menyampaikan kepada
mereka mengenai Allah, Keesaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya, tujuan penciptaan
mereka, perilaku, dan perbuatan baik serta bentuk kehidupan yang disukai oleh
Allah. Mereka juga menyampaikan kebaikan, kejahatan, kebenaran, dan kekeliruan
yang difirmankan dalam Al Qur'an, Hari pembalasan, Neraka dan Surga, dan pembahasan
lain semacam itu. Dia akan menyampaikan kepada mereka mengenai Nabi Muhammad
SAW dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat mereka tertarik kepadanya,
untuk mengikuti dan meneladaninya.
Perbincangan
antar-orang beriman benar-benar menjadi peringatan bersama. Mereka saling
mengajak untuk mematuhi perintah Allah dan hidup berdasarkan Sunnah Rasul-Nya
SAW dan untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam. Singkatnya,
jalan yang lazim ditempuh oleh orang beriman adalah saling mengingatkan dan
memberi peringatan.
Orang
beriman menggunakan cara lisan maupun tulisan sebagai peringatan, dan mereka
dapat memanfaatkan sarana komunikasi massa yang sangat maju saat ini. Dalam
memanggil orang kepada ajaran Al Qur'an, mereka dapat memanfaatkan televisi,
radio, buku, majalah, surat kabar, internet, atau media lainnya.
Sama
pentingnya dengan dakwah harian kepada Islam oleh orang beriman yang hidup
sesuai dengan ajaran Al Qur'an, ada waktu yang mereka sediakan untuk
mempersiapkan dakwah tersebut. Dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan bahwa orang
yang ingin melaksanakan perjuangan pemikiran di jalan-Nya, pertama-tama harus
melakukan persiapan untuk itu. Untuk itu, sangatlah penting agar seseorang
mempersiapkan diri dengan berbagai cara untuk pekerjaan ini. Allah berfirman:
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu.” (QS At Taubah, 9:46)
Untuk
menyampaikan pesan Allah, salah satu hal yang harus dilakukan oleh orang
beriman yang memenuhi syarat untuk berdakwah adalah mengembangkan dirinya
sendiri dan mempelajari berbagai macam pengetahuan yang berguna untuk dapat
menyampaikan agama Allah. Yaitu, dia harus mendidik dirinya sendiri, baik dalam
hal agama maupun kecerdasan. Dia harus melakukan segala usaha untuk berbicara
dan menulis dengan tepat, langsung pada pokok masalah dan tepat sasaran, mampu
meyakinkan orang lain, tepat guna, dan memuaskan pendengarnya dengan kearifan
yang dipelajarinya dari agama Allah. Syarat utamanya adalah orang beriman
mempelajari agama Islam, makna ayat-ayat Al Qur'an, dan memahami perbuatan dan
perkataan Nabi kita Muhammad SAW. Jadi, semua persiapan dan usaha ini mendapat
tempat istimewa dalam kehidupan sehari-hari orang beriman yang mampu dan berhak
untuk menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya.
Berangkat
Tidur di Malam Hari
Bagi semua orang yang berpikir, ada banyak
hal untuk direnungkan dalam penciptaan malam. Allah mengemukakan ini kepada
manusia dalam ayat Al Qur'an berikut: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang
besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka
dengan serta-merta mereka berada dalam kegelapan” (QS Ya Sin, 36:37). Salah
satu hal penting dalam penciptaan itu tersimpan dalam hilangnya cahaya secara
perlahan-lahan dan semakin gelapnya langit. Karena peralihan yang lambat ini,
makhluk hidup dengan mudah menjadi terbiasa dengan perbedaan cahaya dan suhu
antara siang dan malam dan tidak menghadapi bahaya karena perbedaan tersebut.
Allah, dengan ilmu dan kekuasaan-Nya Yang Mahatinggi, memiliki belas kasih
kepada hamba-Nya dan semua makhluk hidup, dan dia memberikan nikmat tersebut
kepada semua orang. Namun sebagian besar manusia tidak memikirkannya walau
hanya sekali saja dalam kehidupan mereka.
Ketika
seseorang yang menjalani hidup menurut nilai-nilai Al Qur'an memikirkan hal
ini, dia melihat bukti lain dari apa yang difirmankan Allah dalam ayat ke-92
Surat Yusuf: “… dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang."
Tidak ada keraguan bahwa bergantinya siang dan malam merupakan salah satu dari
nikmat yang tidak terhitung jumlahnya yang diciptakan Allah untuk manusia.
Supaya dapat memahami ini dengan lebih baik, Allah mengajak kita memperhatikan
akan hal ini di dalam Al Qur'an:
Katakanlah,
"Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam terus-menerus
sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar
terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?" Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang terus-menerus
sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam
kepadamu agar kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?" (QS Al Qashash, 28:71-72)
Allah
menciptakan keadaan, keseimbangan, dan sistem yang diperlukan untuk siang dan
malam. Hanya Allah yang mampu menolong jika salah satu dari semua hal ini tidak
ada. Apabila Allah menghendaki, dia dapat menciptakan siang terus-menerus atau
malam terus-menerus. Akan tetapi, makhluk hidup tidak mampu bertahan hidup
dalam keadaan semacam itu. Jika keadaan semacam itu terjadi, kehidupan di bumi
akan berakhir. Tidak ada keraguan bahwa Allah menciptakan siang dan malam dalam
keteraturan yang sempurna, yang menyediakan lingkungan tempat makhluk hidup
mampu bertahan. Ini adalah tanda kasih sayang dan belas kasihan-Nya. Dalam ayat
yang mengikuti ayat sebelumnya, Allah berfirman sebagai berikut:
Dan
karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS Al Qasas, 28:73)
Orang
yang merenungkan alasan di balik bergantinya siang dan malam hanyalah orang
yang menggunakan akal pikiran untuk memikirkan penciptaan tersebut, dan mereka
yang takut kepada Allah, yaitu, yang menjalani hidup sesuai dengan Al Qur'an.
Allah menerangkan ini dalam beberapa ayat:
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS Ali ‘Imran, 3:190)
Sesungguhnya
pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di
langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi
orang- orang yang bertakwa. (QS Yunus, 10:6)
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al
Baqarah, 2:164)
Allah
menciptakan metabolisme manusia yang membutuhkan istirahat di malam hari. Dia
menerangkan hal ini dalam ayat-ayat berikut:
Dialah
yang menjadikan malam bagimu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan)
siang terang-benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
mendengar (QS Yunus, 10:67).
Allah-lah
yang menjadikan malam untukmu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan
siang terang-benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang
dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur (QS Al
Mukmin, 40:61).
Selain
sebagai waktu beristirahat, malam memiliki sifat lain yang sangat istimewa.
Salah satu alasan diciptakannya malam adalah karena waktu yang penuh kedamaian
dan ketenangan di seluruh penjuru dunia ini sangat bernilai untuk kegiatan
ibadah tertentu. Dibandingkan dengan siang hari, malam hari lebih memberikan
kemudahan untuk berpikir, membaca, dan berdoa. Allah menerangkan ini di dalam
Al Qur'an:
Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu
itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang
panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan
penuh ketekunan. (QS Al Muzzammil, 73:8)
Adalah
lebih mudah bagi kita untuk memusatkan pikiran di malam hari untuk memikirkan
keajaiban ciptaan Allah, membaca Al Qur'an dan berdoa. Orang beriman yang
menyadari hal ini tidak akan menghabiskan seluruh malam hanya dengan tidur atau
beristirahat. Diam-diam dia akan menghadap Allah untuk menyampaikan
kebutuhannya dan memohon pengampunan atas segala kekeliruan dan kesalahannya.
Dia akan menilai hari yang telah berlalu, meninjau ulang kekeliruan yang telah
dibuatnya, menyesali kesalahannnya, dan memohon ampun. Dia akan menjalani
waktunya di jalan yang disukai Allah, mengingat-Nya, dan mencoba untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Dia akan memikirkan banyak hal seperti keberadaan
Allah dan kemuliaan-Nya, Al Qur'an, rancangan alam semesta yang luar biasa,
makhluk hidup di bumi dengan sistem yang tanpa cacat, nikmat yang terus-menerus
diciptakan Allah, Surga, Neraka, dan keabadian. Perilaku orang beriman yang
mengabdikan sebagian malam untuk beribadah dipuji oleh Allah dalam beberapa
ayat Al Qur'an:
(Dan
hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah)… orang yang melalui malam hari
dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (QS Al Furqan, 25:64)
Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo'a kepada Rabbnya
dengan penuh rasa takut dan harap. (QS As Sajdah, 32:16)
(Apakah
kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab)
akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran. (QS Az
Zumar, 39:9)
Dengan
jalan ini, orang beriman melaksanakan Sunnah Nabi kita SAW yang menghabiskan
sebagian waktu setiap malam dengan berdoa, renungan, dan dengan ibadah. Hal ini
disebutkan dalam satu ayat:
Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu… (QS Al Muzzammil, 73:20)
Sebuah
hadis telah disampaikan kepada kita, bahwa Nabi kita SAW berdoa agar Allah
memberinya watak dan perbuatan yang baik. Diriwayatkan bahwa beliau berdoa
sebagai berikut:
“
Ya Allah, jadikanlah jalan dan perbuatanku menjadi baik. Ya Allah,
selamatkanlah aku dari sifat dan perbuatan yang buruk.” (Imam Ghazali, Ihya
Ulumuddin)
Tidak
boleh dilupakan bahwa, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, tidur adalah
layaknya kematian. Bila Allah menghendaki, seseorang tidak akan bangun lagi.
Dengan alasan ini, menit terakhir sebelum tidur bisa jadi merupakan kesempatan
terakhir bagi seseorang untuk memohon ampun. Allah menerangkan ini dalam Al
Qur'an:
Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang berpikir. (QS Az Zumar, 39:42)
Orang
beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui nilai dari
kesempatan yang diberikan oleh Allah kepadanya ini (mungkin yang terakhir
baginya) sebelum tidur. Dia menyimpannya dalam ingatan dan dengan ikhlas
mendekatkan diri kepada Allah; dia memohon ampun atas tindakannya yang salah,
memohon pertolongan Allah dalam segala hal, dan berdoa hanya kepada-Nya dalam
larutnya malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar