Menjaga Keikhlasan |
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ
وَالَّرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ
اِتَّقُوااللهَ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.
Alhamdulillahirabbil’alamin,
marilah kita bersyukur kepada Allah Swt atas segala nikmatNya pada kita hingga
saat ini. Shalawat dan salam moga selalu tercurah kepada baginda Nabi kita,
Muhammad Saw, ahli keluarga dan para sahabat beliau. Mengawali khutbah ini, khatib
berpesan, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada
Allah Swt dengan sebenar-benarnya.
Kali
ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan tema: “Menjaga Keikhlasan”.
Jamaah Jumat,
Kaum muslimin, Rahimakumullah.........
Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَ إِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى....
“Sesungguhnya amal-amal itu
tergantung niat, dan sesungguhnya setiap orang itu mendapatkan seperti apa yang
diniatkannya.” Berikut adalah lanjutan terjemahan matan hadits
tersebut: ....”Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan RasulNya, maka
hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Barang siapa yang hijrahnya karena dunia
yang diinginkannya atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa
yang dia tuju.” (Diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari
Umar bin Khattab)
Dalam surat
Al-Bayyinah: 5, Allah Swt berfirman:
وَمَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ
لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلَوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَوةَ وَذَلِكَ
دِيْنُ الْقَيِّمَةِ. (البينة: ٥)
“Dan mereka hanya diperintah
menyembah Allah dengan ikhlas semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga
agar melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama
yang lurus (benar).” (Al-Bayyinah: 5)
Begitulah
gambaran pentingnya untuk selalu menjaga niat yang ikhlas dalam tiap amal perbuatan
kita. Baru niat yang sungguh-sungguh saja, dalam pandangan Islam telah dianggap
sebagai suatu kebaikan. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa
Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْلَمْهَا كُتِبَتْ
لَهُ حَسَنَةٍ.
“Barang siapa menghendaki
(berbuat) suatu kebaikan namun belum sempat mengamalkannya, maka ditetapkan
baginya satu kebaikan.”
Jamaah Jumat,
Kaum muslimin, Rahimakumullah.........
Akan tetapi,
perlu diperhatikan bahwa niat baik ini menuntut adanya upaya untuk
merealisasikannya. Misalnya, seseorang yang berniat untuk mengerjakan shalat
sunat malam/ tahajud misalnya, maka ia setidaknya berikhtiar: entah tidur lebih
awal, memasang alarm, atau meminta dibangunkan nanti pada waktunya kepada ahli
keluarga atau temannya. Seseorang yang ingin bersedekah, misalnya, tentulah ia
harus berusaha dengan cara yang halal agar bisa memiliki barang atau uang yang
nanti akan disedekahkannya. Begitu pula amal-amal lainnya. Tentunya, sebagai
orang yang berakal sehat, kita juga tak bisa menerima jika seseorang meniatkan
berbuat suatu kebaikan akan tetapi menempuh cara atau mengambil dari yang haram
dan terlarang.
Dari Abu
Imran Al-Juwani, dia berkata: “Para malaikat naik ke atas langit sambil membawa
amal-amal. Allah berfirman, “Lemparkan saja lembar catatan itu!”
Para malaikat bertanya, “Wahai
Tuhan kami, dia telah melakukan kebaikan dan kami menjaga kebaikan untuknya.”
Allah berfirman, “Dia tidak
memaksudkannya untukKu.”
Lalu Allah kemudian berseru
perihal amal seseorang yang lain. “Tulislah
untuk Fulan begini dan begini.!” Para malaikat berkata, “Wahai Rabb kami, dia
tidak pernah melaksanakannya.” Allah Swt
berfirman, “Dia telah meniatkannya.”
Jamaah Jumat,
Kaum muslimin, Rahimakumullah.........
Akan tetapi,
dalam kenyataannya, tak dapat dipungkiri sebagian kita merasa bahwa ikhlas ini
terkesan sangat sulit –jika tidak bisa dikatakan mustahil- untuk dilakukan. Sehingga
memunculkan tanya, bagaimanakah status amalan yang di dalamnya tercampuri niatan
lain? Misalnya pamer, atau dorongan lain misalnya berbuat baik agar dikenal
sebagai orang baik-baik, menolong orang lain agar mendapat balasan, melakukan
sesuatu semata-mata agar dipermudahkan segala urusan atau demi mendapatkan
suatu posisi atau jabatan.
Oleh karena
itu ada baiknya kita simak penjelasan dari Ibnu Qudamah dalam “Minhajul
Qashidin” tentang status amal yang demikian yang dibahasnya di bawah judul ‘amal
yang ternoda dan hak pahalanya’.
Beliau menjelaskan
bahwa amal yang dilakukan semata-mata untuk riya’, maka pelakunya akan mendapat
dosa dan sama sekali tidak mendapat pahala, dan mendapat azab Allah,
sebagaimana amal yang tulus mengharap ridha Allah merupakan sebab mendapat
pahala. Tidak ada kesulitan membedakan 2 jenis amalan ini (yang murni ikhlas
dan murni karena riya’). Beliau melanjutkan bahwa yang memancing perbedaan
pendapat ialah dalam hal amalan yang tercampuri sedikit riya’ atau dorongan
nafsu lainnya.
Ibnu Qudamah
kemudian menyampaikan pendapatnya mengenai hal ini bahwa kita perlu melihat
kadar kekuatan pendorong (motivasi) amal tersebut. Jika pendorong agama
sebanding atau seimbang dengan nafsu, maka amal tersebut tidak mendatangkan
baik dosa maupun pahala. Jika dorongan riya’ lebih kuat, maka itu mendatangkan
siksa. Tetapi siksanya tidak seperti siksa yang ditimpakan karena dorongan riya’
murni. Jika pendorong (motivasi) agama lebih kuat, amal itu mendatangkan
pahala, tergantung kadar kekuatan pendorong itu. Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللهَ لَايَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَ إِنْ
تَكُ حَسَنَةً يُضَعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيْمًا.(النساء: ٤٠)
“Sesungguhnya Allah tidak
menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada kebaikan sebesar
dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakan dan memberika dari sisiNya pahala
yang besar.” (An-Nisa: 40)
Hal ini
diperkuat ijma’ ulama, bahwa siapa yang berhaji sambil membawa barang dagangan,
maka hajinya tetap sah dan berpahala, sekalipun ada bagian nafsu (tujuan
berdagang) dari amalan ini. tapi jika niat haji menjadi penggerak asli, maka
setiap dari perjalanan haji ini mendatangkan pahala.
Jamaah Jumat,
Kaum muslimin, Rahimakumullah.........
Dari sini
dapatlah kiranya kita simpulkan, bisa jadi di antara amalan kita, ada amalan
yang dapat kita lakukan dengan seikhlas mungkin. Amalan lain mungkin masih
tercampur dengan motivasi lain. Akan tetapi, ini jangan menyurutkan semangat
kita. Niatkan dan usahakan untuk seikhlas mungkin, dan bila bisikan-bisikan
nafsu atau setan mencoba untuk menyimpangkan niat kita, cobalah sekuat mungkin
untuk melawannya dan mengembalikan niat di jalur ikhlas.
Jamaah Jumat,
Kaum muslimin, Rahimakumullah.........
Imam Nawawi
dalam Nashaihul Ibad menyebutkan ada tiga tingkatan ikhlas:
1.
Ikhlas tingkat tertinggi;
ibadah yang dilakukan semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah Swt dan
memenuhi hak ubudiyah (menjalankan kewajiban sebagai hamba).
2. Beramal karena
Allah dengan tujuan agar Allah memberi balasan di akhirat seperti dijauhkan
dari siksa neraka, dimasukkan ke dalam surga, dan diberi berbagai nikmat di
akhirat. Ini adalah ikhlas di tingkatan kedua.
3. Beramal karena
Allah dengan harapan Allah juga memberi balasan di dunia seperti diluaskan
rezeki, dihindarkan dari bahaya atau hal-hal yang tidak disukainya. Inilah ikhlas
di tingkatan terendah.
Adapun amal yang dilakukan dengan
dorongan selain di atas, maka ia merupakan riya’ yang tercela.
Oleh karena itu janganlah kita meremehkan baik
sebagaimana kita juga jangan meremehkan perbuatan buruk dan dosa. Terkait dosa,
mari simak pesan Rasulullah Saw:
لَاصَغِيْرَةَ مَعَ
الَإِصْرَارِ وَلَا كَبِيْرَةَ مَعَ الَإِسْتِغْفَارِ
“Tidak
disebut dosa kecil bila dilakukan terus-menerus, dan tidak disebut dosa besar bila
disertai dengan istighfar.”
Istighfar di sini dijelaskan sebagai taubat
nasuha, karena dosa besar hanya akan dapat diimbangi dengan taubat nasuha.
Diriwayatkan
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Ketika
seseorang melintasi suatu jalan, ia menemukan dahan berduri di jalan tersebut. Lalu
ia meminggirkannya, maka Allah berterimakasih kepadanya dan lalu mengampuninya.”
Jamaah Jumat, Kaum muslimin, Rahimakumullah.........
Untuk menutup khutbah kali ini, khatib ingin
mengutip hadits dari Abu Dzar ra bahwa Rasulullah Saw suatu kali pernah bersabda:
لَاتَحْقِرَنَّ
مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقِ
“Sekali-kali janganlah kamu meremehkan kebaikan meskipun sekadar
bertemu saudaramu dengan wajah yang ceria.”
Demikian
khutbah yang dapat khatib sampaikan, yang baik dan benar dari Allah Swt, sedangkan yang salah dan
khilaf datang dari kedhaifan khatib pribadi. Semoga Allah Swt menjadikan kita
termasuk golongan mukhlishin, amin... waqul rabbighfir warham wa anta
khairurrahimin........
................0000000000................0000000000................0000000000................0000000000................
[dikonsep dan disampaikan di Masjid
Jamiatul Khairiyah, 26 Juni 2020, waktu
Zuhur 11. 48]
Khutbah
Kedua....
اَلْحَمْدُللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ.
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا
جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
سَيِّدِ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَر. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الْغُرَر.
فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا
وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ تَعَلَى: اِنَّا اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَااَيُّهَا
الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ,
وَالْمُسْلِمِيْنِ وَالْمُسْلِمَات, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَات,
اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ
لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَ فِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. فَيَا عِبَادَ
اللهَ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَان وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى
وَالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّروْنَ
وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar