KONSEP KHUTBAH
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ
وَالَّرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ
اِتَّقُوااللهَ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.
Alhamdulillahirabbil’alamin,
marilah kita bersyukur kepada Allah Swt atas segala nikmatNya pada kita hingga
saat ini. Shalawat dan salam moga selalu tercurah kepada baginda Nabi kita,
Muhammad Saw, ahli keluarga dan para sahabat beliau. Mengawali khutbah ini, khatib
berpesan, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada
Allah Swt dengan sebenar-benarnya.
Kali
ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan tema: Beberapa Keadaan Kaum
Muslimin dalam Ibadah dan Kehidupannya.
Kaum muslimin, jamaah jumat
rahimakumullah.....
Hakikat tujuan
penciptaan manusia ialah pertama dan paling utama sebagai hamba Allah, dan
kedua ialah sebagai khalifah di muka bumi ini. Dalam menjalankan kedua perannya
tersebut, masing-masing orang tentunya memiliki kadar yang berbeda-beda. Ibnu
Qudamah dalam bukunya “Minhajul Qashidin”, membagi kadar rutinitas ibadah
seorang muslim menjadi beberapa bagian:
1.
Ahli Ibadah, mereka ini
biasanya fokus menekuni rutin ibadah yang khusus dan juga sudah tidak terlalu
tergantung atau terganggu dengan kebutuhan serta kesibukan duniawi.
2.
Para Alim atau Orang Ahli Ilmu, mereka ini
lebih banyak dan lebih baik memberi manfaat kepada orang lain lewat
menyampaikan fatwa, mengajar, menulis, atau memberi nasihat.
3.
Pelajar atau Penuntut Ilmu. Bagi mereka
belajar atau memperdalam penguasaan ilmu adalah lebih baik setelah menunaikan ibadah
fardhu, dan lebih baik daripada menyibukkan diri dengan dzikir dan shalat
sunnah.
4.
Waliyul amri, yang termasuk
golongan ini misalnya para pemimpin, penguasa, hakim, para pejabat yang
menangani urusan kaum muslimin dan masyarakat luas. Aktivitas mereka melayani
masyarakat luas, selama itu untuk keselamatan dan kesejahteraan ramai,
dilakukan secara ikhlas dan profesional, lebih utama dibandingkan menenggelamkan
diri dalam ibadah khusus yang sunnat dan berskala pribadi. Setelah menunaikan
ibadah fardhu, mengurus kepentingan orang ramai adalah lebih utama bagi mereka.
Setelah itu, mereka bisa melakukan ibadah sunnat lainnya semisal dzikir khusus
atau shalat sunnat atau lainnya. Hal ini sesuai dengan kadar prioritas dan
kemampuan masing-masing.
5.
Pekerja
atau masyarakat umum. Yaitu mereka yang perlu bekerja sebagai mata pencaharian
dan menghidupi keluarganya. Mereka tidak perlu menenggelamkan diri dalam ibadah
sunnat sehingga menelantarkan keluarga atau kehilangan masa untuk mencari
nafkah. Tetapi mereka harus bekerja. Selama rezeki yang didapat dari sumber
yang halal, dibelanjakan pula ke jalan yang halal, kerja ini juga dihitung
sebagai ibadah. Bukankah mencari penghidupan yang halal adalah perintah Allah?
Bukankah dengan memenuhi perintah Allah tersebut sudah menunjukkan diri sebagai
hamba yang patuh kepada aturan Tuhannya? Tentang hal ini, Rasulullah Saw
bersabda:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطٌّ خَيْرٌا
مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ كَانَ
يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ. (رواه
البخاري)
“Tidaklah sekali-kali seseorang makan
makanan yang lebih baik daripada makan dari kerja tangannya sendiri. Dan
sesungguhnya Nabi Allah Daud juga makan dari kerja tangannya sendiri.” (HR.
Bukhari)
Ibnu Abbas
ra berkata: “Adam menjadi petani, Nuh menjadi tukang kayu, Idris menjadi
penjahit, Ibrahim dan Luth menjadi petani, Shalih menjadi pedagang, Daud
menjadi pandai besi, Musa, Syuaib dan Muhammad menjadi penggembala.” Dalam
hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa Zakaria adalah seorang tukang kayu.
Abu
Sulaiman Ad-Darani berkata: “Ibadah menurut pandangan kami bukan berarti engkau membuat kedua kakimu
kepayahan dan orang lain menjadi payah karena melayanimu. Tetapi mulailah
dengan mengurus adonan rotimu, setelah itu beribadahlah.
Demikianlah
keadaan setiap orang yang berbeda antara satu sama lain. Hal ini berpengaruh
terhadap pola dan rutinitas ibadah yang dapat dilakukannya.
Jamaah Jumat
Rahimakumullah, adalah penting pula untuk selalu melakukan evaluasi atas amalan
kita. Untuk itu dapatlah kita merujuk tips-tips untuk memantau keadaan diri
dari Ibnul Qayyim.
Imam Ibnul Qoyyim رحمه
الله berkata: "Hendaknya mulai dari perkara-perkara yang wajib, apabila
menjumpai kekurangan maka berusahalah untuk menutupnya. Kemudian perkara-perkara
yang dilarang, jika sadar bahwa dirinya pernah mengerjakan yang haram maka
tamballah dengan taubat, istighfar dan perbuatan baik yang bisa menghapus dosa.
Kemudian introspeksi diri terhadap perkara yang melalaikan dari tujuan hidup
ini. Jika selama ini banyak lalai, maka hilangkanlah kelalaian tersebut dengan
banyak dzikir, menghadap Allah عزّوجلّ.
Kemudian introspeksi diri terhadap anggota badan, ucapan yang keluar dari
lisan, langkah kaki yang diayunkan, pandangan mata yang dilihat, telinga dalam
hal yang didengarkan. Tanyakanlah dalam diri, apa yang saya inginkan dengan
ini, untuk siapa saya kerjakan dan bagaimana saya mengerjakannya."1
Jamaah
Jumat Rahimakumullah, berikut ini khatib mengutip beberapa amalan ringan yang
dapat kita laksanakan akan tetapi memiliki bobot ganjaran yang besar di sisi
Allah. Semoga bisa menjadi bekal pulang untuk diajarkan atau diamalkan oleh
kita masing-masing.
Pertama,
keutamaan bershalawat.
Sabda Nabi
Saw,
أَكْثِرُوْا
مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ.
‘Perbanyaklah oleh kalian membaca shalawat
atasku pada hari dan malam Jumat.’” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)[1]
Abdullah bin Amr bin Ash ra,
pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ
صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku
satu kali, Allah akan bershalawat (memberikan rahmat) kepadanya 10 kali.”
(Diriwayatkan Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, Tirmidzi)[2]
Ibnu Mas’ud
ra meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,
أَوْلَى
النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً
“Manusia
yang paling berhak (mendapat syafaatku dan paling dekat majelisnya) denganku
pada hari Kiamat adalah manusia yang paling banyak membaca shalawat
atasku.”(Diriwayatkan Tirmidzi)[3]
Kedua, Beberapa Amalan Hari
Jumat
Salman
al-Farisi ra meriwayatkan bahwa Nabi Saw telah bersabda,
“Tidaklah seseorang
mandi pada hari Jumat dan membersihkan bagian anggota tubuh kemudian dia
bersisir dan memakai wewangian lalu ia pergi ke masjid tanpa memisahkan di
antara dua orang yang telah duduk, kemudian mengerjakan shalat sunnah serta
mendengarkan imam di waktu berkhotbah, melainkan akan diampuni dosa-dosanya
antara Jumat itu dengan Jumat berikutnya.” (Diriwayatkan Bukhari)[4]
Keutamaan
Shalat Dhuha
Ahmad
dan Abu Dawud
meriwayatkan dari Buraidah bahwa Rasulullah Saw bersabda,
فِى الْإِنْسَانِ سِتُّوْنَ وَثَلَاثَمِائَةِ
مَفْصَلِ, عَلَيْهِ عَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصَلِ مِنْهَا صَدَقَةٌ...
“Di
dalam tubuh manusia terdapat 360 persendian. Ia harus
menyedekahi setiap persendian itu.”
Para sahabat bertanya, “Siapa yang dapat
melakukannya, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Memendam ludah (membersihkan kotoran) yang ada
di dalam masjid (merupakan sedekah) dan menyingkirkan aral dari jalanan (juga
sedekah). Jika tidak dapat melakukannya, maka ia cukup mengerjakan 2 rakaat
shalat Dhuha.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad)[5]
Keutamaan
Shalat Sunat Qabliyah Subuh
Di
antara amalan nan ringan lainnya yang amat sangat tinggi nilainya ialah shalat
sunnah fajar (shalat sunat sebelum Subuh). Rasulullah Saw bersabda:
رَكْعَتَا
الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا.
“Dua
rakaat (shalat sunnah) fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (diriwayatkan Abu Dawud, Ahmad,
Baihaqi dan Ath-Thahawi)[6]
a. Keutamaan
Membaca Tasbih
قَالَ : أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ
يَكْسِبَ كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ فَسَأَلَهُ سَائِلٌ مِنْ
جُلَسَائِهِ، كَيْفَ يَكْسِبُ أَحَدُنَا
أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ قَالَ: يُسَبِّحُ مِائَةَ تَسْبِيْحَةٍ،
فَيُكْتَبُ لَهُ أَلْفُ حَسَنَةٍ أَوْ
يُحَطُّ عَنْهُ أَلْفُ خَطِيْئَةٍ.
“Rasulullah Saw bersabda:
“Apakah seseorang di antara kamu tidak mampu mendapatkan 1.000 kebaikan tiap hari?” Salah
seorang di antara yang duduk bertanya: “Bagaimana di antara kita bisa
memperoleh 1.000 kebaikan (dalam sehari)?” Rasul bersabda: “Hendaklah dia
membaca 100 tasbih, maka ditulis 1.000 kebaikan baginya atau 1.000 kejelekannya
dihapus.” (HR. Muslim 4/2073)[7]
b. Membebaskan
10 budak dari keturunan Isma’il
Bukhari-Muslim
meriwayatkan
dari Abu Ayyub Al-Anshari ra, dari Nabi Saw bahwa beliau bersabda: ”Barang siapa
yang membaca:
[لَاإِلَهَ
إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ]
(Tiada tuhan
kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyalah segala kekuasaan dan
segala pujian. Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu) sebanyak 10 kali, maka
seolah dia telah memerdekakan 4 orang budak dari keturunan
Isma’il.”[8]
c. Tasbih
yang Menghapus Dosa Sebanyak Buih Lautan
مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ
وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ لَهُ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ
مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Rasulullah Saw bersabda:
‘Barang siapa membaca: [سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ] (Mahasuci Allah dan segala puji
bagi-Nya), dalam sehari sebanyak 100 kali, maka dosa-dosanya akan dihapus meski
sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah)[9]
d.
Bertanam Kurma di Surga
Jabir ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,
مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ،
غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang mengucapkan kalimat:
[سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ]
(Mahasuci
Allah, Mahaagung, dan dengan memuji-Nya), maka sebuah pohon kurma ditanam di
surga untuknya.” (HR. Tirmidzi)[10]
Khutbah Kedua....
اَلْحَمْدُللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ.
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا
جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
سَيِّدِ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَر. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الْغُرَر.
فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا
وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ تَعَلَى: اِنَّا اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَااَيُّهَا
الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ,
وَالْمُسْلِمِيْنِ وَالْمُسْلِمَات, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَات,
اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات. رَبَّنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ
لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَ فِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. فَيَا عِبَادَ
اللهَ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَان وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى
وَالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّروْنَ
وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ
[1] Fiqh Sunnah Jilid
1, Sayyid Sabiq, Penerbit: Pundi Aksara: Jakarta, hlm. 577
[2] Ibid., hlm. 519
[3] Ibid., hlm. 519
[4] Fiqh Sunnah Jilid
1, Sayyid Sabiq, Penerbit: Pundi Aksara: Jakarta, hlm. 580
[5] Fiqh Sunnah Jilid
1, Sayyid Sabiq, Penerbit: Pundi Aksara: Jakarta, hlm. 377
[6] Fiqh Sunnah Jilid
1, Sayyid Sabiq, Penerbit: Pundi Aksara: Jakarta, hlm. 328
[7] Hisnul Muslim,
Said bin Ali Qathani E-Book
[8] Ringkasan Riyadhus
Shalihin, Imam Nawawi,
Peringkas Syaikh Yusuf An-Nabhani, Penerbit: Irsyad Baitus Salam: Bandung, 178
[9] Ibid, h. 178-179
[10] Fiqh Sunnah Jilid
2, Sayyid Sabiq, Penerbit: Pundi Aksara: Jakarta, hlm. 450
Tidak ada komentar:
Posting Komentar