Rabu, 24 Juni 2020

Kutipan dari buku Tasauf Modern: Buya HAMKA


Kutipan dari buku Tasauf Modern: Buya HAMKA
1.   PERIKEHIDUPAN RASULULLAH SAW
Bahagia yang Dirasai Rasulullah Saw
Berkata Anas bin Malik ra, “Saya telah menjadi khadam Rasulullah Saw 10 tahun lamanya. Maka tidak pernah beliau berkata kepada atas barang yang saya kerjakan: “Mengapa engkau kerjakan?” tidak pernah pula beliau berkata pada barang yang tidak ada: “Alangkah baiknya kalau barang itu ada.” Kalau pada suatu ketika terjadi perselisihan saya dengan ahlinya, dia berkata kepada ahlinya itu: “Biarlah, sebab apa yang telah ditakdirkan Allah mesti terjadi.”
Memikirkan bunyi hadits yang diriwayatkan Anas itu, dapatlah difikirkan pula apa artinya redha, yang telah berkali-kali kita tuliskan dahulu dari ini. Dapatlah fikirkan hal ihwal Rasulullah itu. Dia sendiri, setelah sempurna makrifatnya kepada Tuhan: Allah, tidaklah dia lupa bahwa Yang Maha Kuasa itu adalah Dia, yakni Allah. Dia yang mentadbirkan, Dia yang menyusun, mengatur, dan alam ini terlingkung kita di dalamnya, berhaklah Dia bertasharruf, berbuat sekehendak hatiNya di atas hak milikNya itu.
Nabi Saw penuh kepercayaan bahwa Tuhan Bijaksana, tidaklah Dia menentukan satu keputusan di luar pertimbangan seadil-adilnya. Dia menyerah kepadaNya, lebih daripada penyerahan budak kepada penghulu. Meskipun apa yang dijatuhkan atas dirinya, namun dia berubah tidak; selangkah haram surut, setapak dia tidak kembali. Dia terima apa yang ada, tak mengaduh, tak merintih dan tak menyesal. Jika bukit teguh pada tempatnya, tiada bergoyang oleh bertumbuk angin dari segenap penjuru, maka keteguhan hati Rasulullah jika dihembus angin kehidupan, lebih dari teguhnya bukit, sebab jika gempa datang, bukitpun bergoyang juga.
Cubalah perhatikan kehidupan junjungan kita itu. Segenap alam gelap-gulita, satupun tak ada tanah tujuan dari perjalanan bangsa manusia. Dia utus seorang dirinya ke dunia ini, tak berkawan, tak berteman, hatta ahli rumahnya sendiri pun ‘masih orang lain’ baginya laksana perlainan Nuh dengan anaknya jua. Kekafiran, kedurhakaan kepada Tuhan, kelupaan dari kebenaran, membelakangi yang hak.
Cubalah kenangkan bagaimana hidupnya orang yang dibenci, dihina, dimaki, sampai terpaksa lari ke kiri, ke kanan menyembunyikan diri kalau perlu. Berdarah kakinya dan mengalir dalam terompahnya kena pukulan orang, disungkut orang badannya dengan kulit unta sedang mengerjakan sembahyang. Dia terima itu dengan diam dan tenang.
Seketika dia kembali dengan perlawatan ke Thaif yang hampir saja membahayakan jiwanya itu, sebab yang empunya rumah tempatnya bertamu sendiri telah memberitahu kepada penduduk ‘bahaya’ ajaran yang dibawanya, sehingga dia dipukul orang. Ketika akan pulang ia telah bertemu dengan malaikat, lalu beliau ditanyai, sudikah dia kalau malaikat itu membinasakan ummat yang menolak pengajarannya itu. Maka dengan lemah lembut beliau menolak tawaran itu, dengan perkataan bahwasanya meskipun orang-orang yang masih hidup ini tiada beliau harapkan lagi keimanan mereka, moga-moga anak cucu turunan mereka itulah kelah yang akan menerima faham ini. Jawaban beliau itupun terbuktilah, sebab ternyata bahwa panglima-panglima yang menurutkan jejaknya kemudian hari, terdiri dari angkatan muda, keluarga dan orang-orang yang menghalangi dahulu.
Dia keluar dari rumah, ke dalam Masjidil Haram. Kalau tak berhasil di sana, dia pergi ke atas bukit Shafa atau Marwa. Tidak pula berhasil di sana, dia pergi ke Mina, ke Jumratul Aqaba di waktu musim (haji?), sambil menunggu dengan hati yang tetap, kalau-kalau ada dari kabilah lain atau kampung lain yang suka menerima pengajarannya itu. Selalu dia serukan: “Siapa yang suka (sudi, ansskd) membelaku? Siapa yang suka menolongku?” 
Begitu sulit jalan yang dilaluinya, kalau sentana orang lain, maulah agaknya timbul kemarahan atau kekecewaan. Dan akan maulah agaknya berkata: “Ya Rabbi, bukankah Tuhanku telah berjanji hendak menolong hambaMu, manakah pertolongan itu kini? Bukankah sudah patut saya menerimanya?”
Di dalam pertempuran siasat yang masyhur di Hudaibiyah itu, yang kaum Quraisy di sana telah mengemukakan janji-janji yang amat pincang menurut pandang selintas lalu. Umar telah berkata: “Bukankah kita berdiri di atas kebenaran? Mengapa kita hendak mendatangkan kehinaan atas agama kita?”
Rasulullah Saw menjawab dengan pendek tetapi jitu: “Saya ini hamba Allah, dan Allah tidak akan mengecewakan daku.” Kalau ada yang menyangka pada masa itu, bahwa perjanjian itu melemahkan pihak kita, bagi Rasulullah Saw adalah satu kemenangan besar. Sebab walaupun macam mana corak perjanjian, namun sekarang kaum Quraiys tidak memandangi lagi bahwa golongan kaum Muslimin sebagai golongan ‘pemecah’, tetapi duduk sama rendah, tegak sama tinggi, telah boleh mengikat satu perjanjian politik.
Cubalah perhatikan kembali kalimat yang diucapkan Rasulullah untuk menenteramkan fikiran Umar bin Khattab itu: “Saya ini hamba Allah dan utusanNya, saya tidak akan menentang perintahNya dan Dia tidak akan mengecewakan daku.”
Artinya, saya hamba Allah, bahwa saya ini di bawah kekuasaanNya, di bawah perintahNya, digantungNya tinggi, dibuangNya jauh.
Dia tidak akan mengecewakan daku. Artinya saya percaya sesungguhnya segala yang diatur Tuhan atas diriku ini, tidaklah karena pertimbangan yang kurang. Amat sucilah  Allah. Dengan dasar inilah Rasulullah Saw berjuang, yakni:
اَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُوْلُهُ, لَنْ أُخَالِفَ أَمْرُهُ, وَلَنْ يُضَيِّعَنِي.
“Saya ini hamba Allah dan utusanNya, dan saya tidak akan menentang perintahNya dan Dia tidak akan mengecewakan daku.”
Kadang-kadang lapar perutnya karena tidak ada yang akan dimakan. Kadang-kadang sebulan lamanya dapurnya tak berasap. Tidak dia mengeluh, malahan diambilnya saja batu, diikatkannya kepada perutnya. Padahal kunci Masyriq dan Maghrib telah diserahkan ke tangannya.
Dibunuh orang sahabat-sahabatnya yang setia, seorang di antaranya pamannya sendiri Hamzah, pahlawannya yang gagah berani. Dibedah orang perutnya dan diambil orang jantungnya dan dimakan orang, dan dihisap orang darahnya. Nabi lihatkan semuanya itu dengan tak cemas. Luka jari tangannya, patah siangnya, hampir pecah kepalanya. Dia bangun kembali dan diaturnya pula persiapan yang baru.
Saya hamba Allah dan Dia tidak akan mengecewakan daku.
Meninggal anak-anaknya, maka ditumpahkannyalah kasih sayang kepada cucu-cucunya dari anak perempuannya Fathimah, yaitu Hasan dan Husain. Diambilnya perintang hati. Walaupun dia sedang mengerjakan sembahyang dipanjatnya punggungnya oleh kedua anak-anak itu. Dia telah tahu dalam ilham Ilahi bahwa perkara-perkara yang besar akan dihadapi kedua anak itu kelak. Tetapi supaya orang lain jangan berguncang hati, hanya dikatakannya saja, bahwa salah seorang dari anak itu akan mendamaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi di antara dua golongan yang besar. Tidak ditegaskan bahwa salah seorang anak itu akan mati dalam satu pertempuran hebat yaitu Husain.
Cinta dia kepada istrinya yang tua, Khadijah. Kebetulan meninggal perempuan itu di waktu beliau amat perlu kepada pertolongan dan bujukannya. Maka dihadapkannyalah kasih sayangnya kepada Aisyah anak sahabatnya yang setia, Abu Bakar. Tiba-tiba dituduh orang pula istri yang tercinta itu berbuat pekerjaan yang merusak hatinya.
Dia teguh: Saya hamba Allah dan Dia tidak akan mengecewakan daku.
Baru pekerjaan hampir selesai, tiba-tiba muncul berturut-turut orang-orang yang bersikap hendak melawannya, hampir semuanya mendakwakan diri nabi pula. Timbul Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansy, Thulaihah Al-Asadi, Sajah binti Al-Harits, semuanya mendakwakan dirinya nabi.
Dia serukan kebenaran, dituduh orang dia pendusta. Dia terangkan agama yang baik, dikatakan orang dia gila. Namun dia tidak bergeser dari ketegakannya. Tetapi pada keredhaan dan keteguhan. Dia percaya, dia hamba Allah, dan Allah tak akan mengecewakannya.
Di dalam kepercayaan yang penuh itulah datang kepadanya penyakit yang berat, awal dari kematian. Dia meninggal dalam keyakinan bahwa dia hamba Allah, bahwa Allah tak akan mengecewakannya. Dia menutup mata melepas nafasnya yang penghabisan, setelah bermohon kepada Ilahi supaya diizinkan duduk bersama-sama dengan teman sejawatnya yang paling tinggi, yaitu Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang dahulu daripadanya.
Dia meninggal di atas sebuah hamparan yang telah tua, berselimut kain kasar, sedang minyak penghidupan lampu semalam itu pun telah habis tengah malam, tak dapat ditambah lagi, karena tidak ada minyak lagi.
“Saya ini hamba Allah, Dia tidak akan mengecewakan daku.”
Bilamana Nabi Nuh melihat kesesatan umat yang didatanginya, serta perlawanan yang mereka hadapkan ke dirinya, beliau telah berkata:
“Jangan ditinggalkan atas bumi ini tempat-tempat buat tinggalnya orang kafir.” (Nuh: 26)
Maka dalam hal yang demikian Nabi Muhammad Saw telah meminta kepada Tuhan:
اَللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِيْ فَاِنَّهُمْ لَايَعْلَمُوْنَ
“Ya Tuhanku! Berilah petunjuk atas kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”
Musa Kalimullah seketika melihat kaumnya telah berpaling dari menyembah Allah kepada menyembah Injil, telah berkata kepada Tuhan:
“Ini tidak lain dari fitnahMu jua, ya Tuhan.”
Dan Nabi Muhammad Saw seketika melihat kesesatan kaumnya dan mereka menyesali Tuhan, telah berkata:
“Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, kalau tidak kaum itu sendiri yang mengubah nasib mereka.” (Ar-Ra’d: 11)
Isa Ruuhullah pernah berkata: “Kalau Engkau berkuasa ya Tuhanku, memalingkan kematian daripada makhlukMu, maka palingkanlah dia daripadaku.”
Sedang Nabi Muhammad Saw seketika disuruh pilih kepadanya di antara 2 perkara, yaitu hidup kekal dalam dunia, atau mati seketika hari kiamat sajat, atau mati sebagaimana orang lain mati, dipilihnya Rafiqil A’la.
Nabi Sulaiman telah memohon kepada Tuhan:
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, dan anugerahi kiranya akan daku suatu kekuasaan yang tiada diberikan kepada sesiapapun sesudahku.” (Shad: 35)
Nabi Muhammad Saw telah memohon kepada Tuhan:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ قُوْتًا (رواه البخاري)
“Ya Rabbi, jadikanlah rezeki ahli rumah Muhammad sekedar akan dimakan sehari-hari.”

2.   SAYID MUSTHAFA AL-MANFALUTHI
Carilah bahagia di dalam rimba dan belukar, di lurah dan di bukit-bukit, di kebun dan di kayu-kayu, di daun hijau dan bunga yang mekar, di danau dan sungai yang mengalir. Carilah bahagia pada Sang Surya, yang terbit pagi dan terbenam sore, pada awan yang sedang berarak dan berkumpul, pada burung-burung yang sedang hinggap dan sedang terbang, pada bintang-bintang yang sedang berkerlip-kerlip, dan yang tetap tinggal di tempatnya. Carilah bahagia di kebun bunga di dekat rumahmu, di bandarnya yang baru dibikin di barisan tanamannya yang baru diatur. Carilah di pinggir sungai sambil bermenung, di puncak-puncak bukit yang didaki dengan payah, ke dalam lurah yang dituruni. Carilah ketika mendengarkan aliran air tengah malam, pada bunyi angin sepoi-sepoi basah, pada persentuhan daun kayu ketika hendak lurut, pada bunyi jangkrik tengah malam, dan bunyi katak di tengah sawah. Dalam semua yang saya sebutkan itu tersimpanlah bahagia yang sejati, yang indah, mulia, murni, sakti, yang menyuruh faham menjalar, menyuruh perasaan menjalar ke dalam keindahan, menghidupkan hati yang telah mati, mendatangkan ketenteraman yang sejati di dalam lapangan hayat. ” (Dalam bukunya “Majdulin”)
1.   PENDAPAT FAILASUF ARAB, AMIN RAIHANY
.......Hakikatnya itu ialah, bahwasanya kesenangan hidup tidak akan terdapat, kalau tidak berdiri rukunnya yang 4; yaitu:
a.           Kesehatan Tubuh
Untuk mengupayakan kesehatan dan kesegaran tubuh ini, ia menyebutkan beberapa hal:
1.           Jangan biasakan memakai obat-obat dan alat-alat penguatkan (obat kuat) badan.
2.           Jangan meminum minuman keras untuk meringankan kesusahan hati.
3.           Kalau engkau yakin bahwa kesehatan bisa dicapai dengan suatu percubaan, janganlah mundur-maju mengerjakannya. Lakukanlah percubaan itu.
4.           Jangan diperturutkan pelesir, jangan diturutkan syahwat.
5.           Lekas tidur dan lekas bangun.
6.           Biasakan menarik nafas menurut dasar ilmu, dalam beberapa menit di dalam tiap-tiap hari. Berdirilah ke muka jendela, atau di udara terbuka, penuhi rabu (paru-paru) dengan udara, yang ditarik dari hidung dan dilepaskan dari mulut.
7.           Makanlah apa yang disetujui selera, tetapi jangan makan supaya kenyang. Biasakanlah, bahwasanya sesudah berdiri dari meja makan, seakan-akan engkau merasa makan itu belum kenyang. Kalau engkau rasai bahwa badan engkau agak berubah, (demam-demam), ingatlah perkataan Nabi Muhammad Saw: “Perut rumah penyakit, penjagaan rumah obat.”
8.           Puasalah barang seminggu atau dua minggu di permulaan musim bunga (rabi’).
9.           Biasakan dirimu bersenam (gymnastik) atau sport, sebagai belajar berenang, berburu, mengail ikan, mengendarai kuda, atau tenis. Kalau pekerjaan dan penghidupan tidak mengizinkan, maka biasakanlah sebelum tidur dan setelah bangun mengambil sedikit gerakan badan, supaya badan jangan kaku.
10.     Mandilah dengan air dingin tiap-tiap hari.
11.     Pergilah ke tempat kerjamu berjalan kaki. Atau berjalan kakilah sekurang-kurangnya setengah jam satu hari, untuk mengambil udara pagi, supaya darah yang mengalir di badan beroleh hawa baru dan bergembira, dan pipimu bercahaya. Berjalan kakilah, dan hendaklah terasa ketika melangkah itu bagaimana nikmat yang dirasai oleh burung-burung di udara yang terbang mengawang dan hinggap bebas.
Perlu dijauhi sifat membenci kepada orang. Adik kandung sifat benci itu ialah hasad (dengki). Kalau engkau pembenci pula, miskinmu akan berlipat, sebab kawanmu tak ada; padahal di dalam banyak perkara, kamu perlu kepada pertolongan sahabat handai. Kalau engkau ditimpa susah, maka kesusahan itu akan bertambah-tambah kalau engkau pembenci.
Adapun hasad dengki itu menghilangkan keindahan, baik keindahan wajah, atau keindahan jiwa, atau keindahan akal. Bahkan keindahan wajah pun dihilangkannya. Sebab itu, jangan jadi pembenci dan jangan jadi pembenci.

b.           Kesehatan Akal
Yang jadi pengiring daripada kesehatan akal itu dengan menegakkan tiangnya berupa muthala’ah dan banyak memikir.
1.   Hendaknya baca, walaupun satu saat dalam sehari pembacaan-pembacaan yang menyenangkan dan berfaedah. Jangan dibiarkan waktumu hilang percuma.
2.   Jauhkan roman hikayat yang membangunkan syahwat (cabul).
3.   Jangan menilik kehidupan dan segala masalah yang terkandung di dalamnya dengan kacamata lawanmu. Ingatlah bahwa tiap-tiap perkara itu selalu mempunyai banyak hukum, sekurang-kurangnya dua hukum. Karena dilihat dari segala sudut.
4.   Menghukum hendaklah insaf. Mengeluarkan pendapat hendaklah jujur. Mengeluarkan perkataan hendaklah benar. Pakailah keadilan walaupun kepada diri sendiri.
5.   Perkara-perkara kecil (tetek bengek) jangan mengguncangkan hati, karena kalau dibiasakan terguncang lantaran perkara kecil, tenagamu akan lemah menghadapi masalah yang lebih besar.
6.   Cukupkan persediaan kekuatan akal dan jiwa untuk menghadapi kesusahan dan perjuangan.
7.   Sediakan masa barang 1 jam atau setengah setiap hari untuk mengistirahatkan akal dan tubuh. Kalau fikiran susah, duka, sedih dan marah, maka saat yang sejam atau setengah jam itu dapatlah mengembalikan ketenangan fikiran (sakinah) dan keredhaan.
Perjuangan hayat senantiasa menghendaki kepayahan akal. Akal yang menang ialah akal yang selalu diasah, dicubakan. Akal yang lekas mengeluarkan pendapat yang dihukumkan, dan selalu pula menilik apa di belakang yang nampak mata.
Kalau akal ini dibawa berjuang, kerap kalilah dia menang dan sedikit kalahnya.
c.           Kesehatan Jiwa
Rukunnya yang pertama ialah beriman kepada Allah. Tetapi keimanan itu tidak ada artinya apa-apa kalau tidak kelihatan bayangannya, pada hal ehwal setiap hari, atau pada hubungan antara kehidupan dengan alam. Tampak alamatnya pada kerinduan yang terbit dari cinta dan cinta yang memperhubungkannya dengan hayat, dan dengan cita-cita yang menghubungkan engkau dengan alam.
Kalau engkau telah duduk dengan sendirimu, lepaskan ikatan badanmu, lunjurkan kaki dan bebaskan akal, picingkan mata, jangan dibelokkan fikiran kepada benda lain. Setelah terasa istirahat, di bawah pengaruh kebaikan hati, niscaya akan menjalarlah jiwa ke dalam alam yang lain dari alam kita ini.
Perhatikan diri sendiri, ingat pertaliannya dengan alam yang diliputi cahaya, kesehatan dan kekuatan. Setelah itu bermohonlah kepada Tuhan:
o  “Ya Ilahi, tambahkanlah kekuatanku dan tambahlah cahayaku!”
Setelah itu ingat pula bahwa diri engkau ini satu bagian dari satu masyarakat besar; masyarakat itu menghendaki supaya tiap-tiap tiangnya teguh, dan menghendaki supaya engkau menjadi salah satu tiang yang teguh itu. Ketika itu bermohonlah kepada Tuhan dan akuilah di hadapanNya.
o  “Ya Ilahi! Saya mulai memperbaiki diriku sendiri, supaya perbaikan itu berpindah kelak kepada sesama manusia yang ada di sekelilingku.”
Setelah itu ingat pula bahwa dirimu satu bagian dari rumah tangga yang harus sama-sama menanggung kesakitan dan kesulitan dalam hidup ini, di dalam memikul kewajiban yang berat. Ketika itu bermohon pula kembali kepada Tuhanmu:
o  “Ya Ilahi! Pertolongan Engkaulah yang aku harapkan supaya dilapangkan jalanku menuju cinta, menuju kemudahan langkah, menuju hikmat, dan kesederhanaan!”

d.           Kaya (Cukup)
Satu perkara lagi yang tinggal, yaitu kemiskinan dan putus asa. Kalau bertemu perkara yang 2 ini, walaupun badan sehat, akal cerdas, dan roh bersih, namun keduanya adalah racun bahagia.
Tangkal atau obat penyingkirkan racun ini mesti diikhtiarkan segera. Yaitu hendaklah segala usaha dan pekerjaan selalu digandingkan dengan 3 syarat, yaitu:
o  Tahu Harga Diri
o  Percaya kepada Diri Sendiri
o  Menyerah kepada Diri
Kalau di dalam suatu usaha pertama engkau jatuh, kedua engkau  jatuh, ketiga engkau jatuh juga, ingatlah bahwa segala sesuatu itu beredar menurut untung nasib yang selalu berputar. Saya tidak suka memberi engkau nasehat supaya dalam kekalahan itu engkau tawakkal saja, tidak diiringi oleh cita-cita.
Tetapi kalau percobaanmu itu berhasil, sekali-kali jangan engkau cukupkan begitu saja. Karena kalau berhenti hingga itu saja, pekerjaan itu akan usang, akan basi, kegiatanmu habis, cita-citamu terkurung, kemauanmu jadi lemah.
Sungguh kebahagiaan itu didapat di dalam perjuangan yang terus-terusan. Bahagia yang paling besar ialah pada kemenangan yang silih berganti. Dan kemenangan tidak ada, kalau tidak ada perjuangan.
Ada pula yang perlu saya pesankan:
Terima dengan hati besar apa yang ada ini, dan tiap-tiap hari mesti bersungguh-sungguh, walaupun kesungguhan itu ada yang tak berubah. Tidurlah dengan hati tenang dan redha, penuh kepercayaan kepada Allah, kemudian itu kepada dirimu sendiri, kelak kalau engkau bangun pagi-pagi, engkau akan beroleh kegiatan dan kemauan baru, untuk berjuang pula.
Dan sebagai pucuk itu semua nasehat itu, saya ulangkan suatu pepatah yang sangat berharga, yaitu: “Yaitu ialah pada perasaan telah kaya.”
Kalau engkau telah disebut kaya, sepeserpun tak berarti kekayaan itu, kalau tidak engkau pergunakan untuk kemaslahatan umum, untuk membela fakir dan miskin. orang yang mensucikan (menzakatkan) hartanya, baiklah untungnya.
Ingatlah pula sebelum kita berpisah bahwa berpacu di gelanggang hidup itu pun mengundang perpacuan kesucian jiwa. Dan perpacuan yang semulia-mulianya ialah berpacu di dalam berpacu.
Moga-moga engkau dijadikan Tuhan orang yang masuk gelanggang perpacuan itu, sehingga engkau merasai kebahagiaan sejati, karena kemenangan berpacu.

2.   SENANGKANLAH HATIMU (AL-ANISAH MAI)
        Di hadapan tugu kesedihan, berdirilah seorang Pemimpin Besar, sedang berpidato di depan beribu-ribu kaum. Maka terdengarlah olehku suaranya demikian bunyinya:
        “Kalau engkau kaya, senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit-sulit. Perbuatanmu disyukuri orang, engkau beroleh pujian di mana-mana. Engkau menjadi mulia, tegakmu teguh. Di hadapan engkau terhampar permadani kepujian, sebab itu engkau beroleh kebebasan dan kemerdekaan.
Dan jika engkau miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang selalu menimpa orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepada engkau lagi, lantaran kemiskinanmu. Kefakiran dan kemiskinan adalah nikmat, yang nikmat yang tidak ada jalan bagi orang lain buat kecil hati, dan tidak ada pintu bagi kebencian.
        Kalau engkau dermawan, senangkanlah hatimu! Karena dengan kedermawanan engkau dapat mengisi tangan yang kosong, telah dapat menutup tubuh yang bertelanjang, engkau tegakkan orang yang telah hampir roboh. Dengan sebab itu engkau telah menuruti perintah hatimu dan engkau beroleh bahagia: berpuluh bahkan beratus makhluk Tuhan akan sanggup menghantarkan pujian kepada Tuhan lantaran pertolonganmu. Kesenangan hatimu yang tadinya cuma satu, sekarang akan berlipat-ganda, sebab telah banyak orang lain yang telah mengecap nikmatnya. Dan kalau sekiranya engkau tak kuasa jadi dermawan, itupun senangkan pulalah hatimu! Sebab engkau tidak akan bertemu dengan suatu penyakit yang selalu menular kepada masyarakat manusia, yaitu tiada membalas guna, penghilangkan jasa. Mereka ambil budi dan kedermawananmu itu jadi senjata untuk memukulkan tuduhan-tuduhan yang rendah.
        Saat yang demikian mesti datang kepada tiap-tiap dermawan, yang telah menyebabkan hati kerapkali patah dan badan kerapkali lemah, sehingga hilang kepercayaan kepada segenap manusia, disangka manusia tidak pembalas guna. Padahal langkah belum sampai lagi kepada puncak kebahagiaan dan beroleh ampunan dari Tuhan.
        Kalau engkau masih muda-remaja, senangkanlah hatimu! Karena pohon pengharapanmu masih subur, dahan-dahannya masih rindang dan rimbun. Tujuan kenang-kenangan masih jauh. Sebab umurmu masih muda, mudahlah bagimu menjadikan mimpi menjadi kejadian yang sebenarnya.
Dan kalau engkau telah tua, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari medan pertempuran dan perjuangan yang sengit, dan engkau telah beroleh beberapa ilmu yang dalam-dalam di dalam sekolah hidup. Engkau telah tahu firasat, mengerti gerak-gerik manusia dan tahu kemana tujuan jalan yang ditempuhnya. Oleh karena itu, maka segala pekerjaan yang engkau kerjakan itu kalau engkau suka lebih banyak akan membawa faedah dan lebih banyak tersingkir daripada bahaya. Satu detik daripada umurmu di masa tua, lebih mahal harganya daripada bertahun-tahun di zaman muda, sebab semuanya telah engkau lalui dengan pandangan yang terang dan pengalaman yang pahit.  
        Kalau engkau dari turunan yang mulia-mulia, tenangkanlah hatimu! Karena diri tergambar dan terpeta dalam hati tiap-tiap sahabat itu. Kalau engkau memang di dalam kalangan sahabat yang banyak itu, lezat rasanya kemenangan, dan kalau kalah tidak begitu terasa. Lantaran banyaknya orang yang menghargai dan memperhatikan engkau, engkau dapatlah insaf, tandanya harga dirimu mahal dan timbanganmu berat. Yang penting ialah engkau dapat keluar dari daerah yang mementingkan diri seorang, memandang hanya engkau yang benar, lalu masuk ke wilayah baru, yaitu mengakui bahwa adapula orang lain yang pintar, yang berpikir dan berkuasa menimbang. Dan jika musuhmu banyak, senangkan pulalah hatimu! Karena musuh-musuh itu ialah anak tangga untuk mencapai kedudukan yang tinggi. Banyak musuh menjadi bukti atas sulitnya pekerjaan yang engkau kerjakan. Tiap-tiap bertambah maki-celanya kepada engkau, atau hasad dengkinya, atau mulutnya yang kotor dan perangainya yang keji, bertambahlah teguhnya perasaanmu bahwa engkau bukan barang murah, tetapi barang mahal; dari celaannya yang benar-benar mengenai kesalahanmu, engkau dapat beroleh pengajaran. Mula-mula maksudnya hendak meracunimu dengan serangan-serangannya yang kejam dan keji, maka oleh engkau sendiri, engkau saring racun itu dan engkau ambil untuk pengobati dirimu mana yang berfaedah, engkau buangkan mana yang lebihnya.
Ingatlah! Pernahkah seekor burung elang yang terbang membubung tinggi mempedulikan halangan burung layang-layang yang menghalanginya?
Jika badanmu sehat, senangkanlah hatimu! Tandanya telah ternyata pada dirimu kekayaan Tuhan dan kemuliaan nikmat-Nya, lantaran badan yang sehat, mudahlah engkau mendaki bukit kesusahan dan menempuh padang kesulitan. Dan kalau engkau sakit, senangkan pulalah hatimu! Karena sudah ternyata bahwa dirimu adalah medan tempat perjuangan di antara 2 alam yang dijadikan Tuhan, yaitu kesehatan dan kesakitan.
Kalau engkau menjadi orang luar biasa, senangkanlah hatimu! Karena pada tubuhmu telah ternyata cahaya yang gilang-gemilang, tandanya Tuhan selalu melihat engkau dengan tenang sehingga menimbulkan kesuburan dalam fikiranmu, dilihat-Nya otakmu sehingga cerdas, dilihat-Nya matamu sehingga menjadi azimat, dilihatnya suaramu sehingga jadi sihir. Bagi orang lain, perkataan dan tiap-tiap suku kalimat yang keluar dari mulutnya hanya menjadi tanda bahwa dia hidup saja. Tetapi bagi dirimu sendiri menjadi cahaya yang berapi dan bersemangat, boleh membakar dan boleh mendinginkan, boleh merendahkan dan boleh meninggikan, boleh memuliakan dan boleh menghinakan, sehingga bolehlah engkau berkuasa berkata kepada alam: ‘Adalah’, sehingga diapun ‘Ada’. 
Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacatmu, tak ada orang lain yang dengki kepadamu, tak ada orang yang meniatkan jatuhmu, mata tak banyak memandangmu. Itu, di hadapanmu ada puncak bukit kemuliaan orang yang masyhur itu berdiri di atas masyarakat, dan engkaupun salah seorang dari anggota masyarakat itu. Rumah batu yang indah, berdiri di atas kumpulan tanah dan pasir yang kecil-kecil. Dengan demikian itu, engkau akan merasai kesenangan hati yang kerapkali tak didapat oleh orang yang bibirnya tak pernah merasai air hidup dan rohnya tak pernah mandi di dalam ombak ilham.
Kalau sahabatmu baik kepadamu, tenangkanlah hatimu! Karena pertukaran siang dan malam telah menganugerahi engkau kekayaan yang paling kekal. Dan kalau kawanmu khianat, senangkanlah juga hatimu! Sebab kalau kawan-kawan yang khianat itu mungkir dan meninggalkan engkau, tandanya dia telah memberikan jalan yang lapang buat engkau.
Kalau tanah airmu dijajah atau dirimu diperbudak, senangkanlah hatimu! Sebab penjajahan dan perbudakan membuka jalan bagi bangsa yang terjajah atau diri yang diperbudak kepada perjuangan melepaskan diri dari belenggu. Itulah perjuangan yang menentukan hidup atau mati, dan itulah yang meninggikan nilai. Ketahuilah bahwa tidaklah didapat suatu bangsa yang terus-menerus dijajah. Dan jika engkau dari bangsa merdeka, senangkanlah hatimu! Sebab engkau duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan bangsa-bangsa yang lain, ada bagimu kesempatan mencari kekuatan baru. Kemerdekaan itu mesti diisi dengan bahan-bahan yang baik, dan bagimu terbuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk itu.
Kalau engkau hidup engkau dalam kalangan orang-orang yang kenal akan diri dan cita-cita engkau, faham mereka siapa engkau, senangkanlah hatimu! Karena di sana dapat engkau mengusahakan tenaga muda setiap hari, dan kekuatan pun bertambah, roh serta semangat menjadi baru. Engkau bertambah subur dan tegak, menaungi masyarakat yang masih rendah, yang tidak mengerti bagaimana menghargai cita-cita orang, sehingga engkau merasa ‘sial-dangkal’, maka senangkan juga hatimu! Karena dengan sebab itu engkau beroleh kesempatan jadi burung, lebih tinggi terbangmu daripada orang-orang yang patah sayap itu. Engkau boleh melayang ke suatu langit khayal, untuk mengobat fikiranmu yang gelisah, untuk melepaskan dahaga jiwamu.  
Kalau engkau dicintai orang dan mencintai, senangkanlah hatimu! Tandanya hidupmu telah berharga, tandanya engkau telah masuk daftar anak  bumi yang terpilih. Tuhan telah memperlihatkan belas kasihan-Nya kepadamu lantaran pergaduhan hati sesama makhluk. Dua jiwa di seberang masyrik dan maghrib telah terkungkung dibawa satu perasaan di dalam lindungan Tuhan. Di sanalah waktunya engkau mengetahui rahasia perjalanan matahari di dalam falak, ketika fajarnya dan terbenamnya, tandanya Tuhan telah membisikkan ke telingamu nyanyian alam ini. Keduanya berdiam di dalam kesukaan dan ketenteraman, bersenda-gurau di waktu bersungguh-sungguh. Dan jika engkau mencintai dan cintamu tak terbalas, senangkan jugalah hatimu! Karena sesungguhnya orang yang mengusir akan jatuh kasihan dan ingin kembali kepada orang yang diusirnya itu setelah ia jauh dari matanya; dia akan cinta, cinta yang lebih tinggi derajatnya daripada cinta lantaran hawa. Terpencil jauh membawa keuntungan insaf, kebencian meruncingkan cita-cita dan membersihkan perbuatan. Sehingga lantaran itu hati akan bersih laksana bejana kaca yang penuh berisi air khulud, air kekal yang dianugerahkan Tuhan. Dengan sebab itu, engkau beroleh juga kelak tempat merupakan cinta itu, kalau tak ada pada insan, akan ada pada yang lebih kekal daripada insan. Bersedialah menerima menyuburkan cinta, walaupun bagaimana besarnya tanggunganmu, karena cinta memberi dan menerima, cinta itu gelisah, tetapi membawa tenteram. Cinta mesti lalu di hadapanmu, sayang engkau tak tahu bila waktunya. Hendaklah engkau jadi orang besar, yang sanggup memikul cinta yang besar. Kalau tak begitu, engkau akan beroleh cinta yang rendah dan murah, engkau menjadi pencium bumi, engkau akan jatuh ke bawah, tak jadi naik ke dalam benteng yang kuat dan teguh, benteng yang gagah perkasa yang sukar bertempuh oleh manusia biasa. karena tugu cita-cita hidup itu berdiri di seberang kekuasaan dan kemelaratan yang diletakkan oleh kerinduan kita sendiri.
Merasa tenteramlah selalu, senangkanlah hatimu atas semua keadaanmu, karena pintu bahagia dan ketenteraman itu amat banyak tak terbilang, kesulitan perjalanan hidup kiat menit, kian baru.
Merasa senanglah selalu!
Merasa tenteramlah!
Senangkanlah hatimu! 
{risalah Anisah Mai ini masih ada lanjutannya, masih cukup panjang untuk dituliskan semuanya, sehingga saya kira cukuplah sampai di sini, selebihnya rekan pengunjung bisa merujuk buku ini, ansskd.}
Walhamdulillah, sekian, salam takzim, anassekuduk.
24 Juni 2020, 10.13 wib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...