Kutipan
dari buku Tasauf Modern: Buya HAMKA
1.
PERIKEHIDUPAN RASULULLAH SAW
Bahagia
yang Dirasai Rasulullah Saw
Berkata Anas bin Malik ra,
“Saya telah menjadi khadam Rasulullah Saw 10 tahun lamanya. Maka tidak pernah
beliau berkata kepada atas barang yang saya kerjakan: “Mengapa engkau
kerjakan?” tidak pernah pula beliau berkata pada barang yang tidak ada:
“Alangkah baiknya kalau barang itu ada.” Kalau pada suatu ketika terjadi
perselisihan saya dengan ahlinya, dia berkata kepada ahlinya itu: “Biarlah, sebab
apa yang telah ditakdirkan Allah mesti terjadi.”
Memikirkan bunyi hadits yang
diriwayatkan Anas itu, dapatlah difikirkan pula apa artinya redha, yang telah
berkali-kali kita tuliskan dahulu dari ini. Dapatlah fikirkan hal ihwal
Rasulullah itu. Dia sendiri, setelah sempurna makrifatnya kepada Tuhan: Allah,
tidaklah dia lupa bahwa Yang Maha Kuasa itu adalah Dia, yakni Allah. Dia yang
mentadbirkan, Dia yang menyusun, mengatur, dan alam ini terlingkung kita di
dalamnya, berhaklah Dia bertasharruf, berbuat sekehendak hatiNya di atas hak
milikNya itu.
Nabi Saw penuh kepercayaan
bahwa Tuhan Bijaksana, tidaklah Dia menentukan satu keputusan di luar
pertimbangan seadil-adilnya. Dia menyerah kepadaNya, lebih daripada penyerahan
budak kepada penghulu. Meskipun apa yang dijatuhkan atas dirinya, namun dia
berubah tidak; selangkah haram surut, setapak dia tidak kembali. Dia terima apa
yang ada, tak mengaduh, tak merintih dan tak menyesal. Jika bukit teguh pada
tempatnya, tiada bergoyang oleh bertumbuk angin dari segenap penjuru, maka
keteguhan hati Rasulullah jika dihembus angin kehidupan, lebih dari teguhnya
bukit, sebab jika gempa datang, bukitpun bergoyang juga.
Cubalah perhatikan kehidupan
junjungan kita itu. Segenap alam gelap-gulita, satupun tak ada tanah tujuan dari
perjalanan bangsa manusia. Dia utus seorang dirinya ke dunia ini, tak berkawan,
tak berteman, hatta ahli rumahnya sendiri pun ‘masih orang lain’ baginya
laksana perlainan Nuh dengan anaknya jua. Kekafiran, kedurhakaan kepada Tuhan,
kelupaan dari kebenaran, membelakangi yang hak.
Cubalah kenangkan bagaimana
hidupnya orang yang dibenci, dihina, dimaki, sampai terpaksa lari ke kiri, ke
kanan menyembunyikan diri kalau perlu. Berdarah kakinya dan mengalir dalam
terompahnya kena pukulan orang, disungkut orang badannya dengan kulit unta
sedang mengerjakan sembahyang. Dia terima itu dengan diam dan tenang.
Seketika dia kembali dengan
perlawatan ke Thaif yang hampir saja membahayakan jiwanya itu, sebab yang
empunya rumah tempatnya bertamu sendiri telah memberitahu kepada penduduk
‘bahaya’ ajaran yang dibawanya, sehingga dia dipukul orang. Ketika akan pulang
ia telah bertemu dengan malaikat, lalu beliau ditanyai, sudikah dia kalau
malaikat itu membinasakan ummat yang menolak pengajarannya itu. Maka dengan
lemah lembut beliau menolak tawaran itu, dengan perkataan bahwasanya meskipun
orang-orang yang masih hidup ini tiada beliau harapkan lagi keimanan mereka,
moga-moga anak cucu turunan mereka itulah kelah yang akan menerima faham ini. Jawaban
beliau itupun terbuktilah, sebab ternyata bahwa panglima-panglima yang
menurutkan jejaknya kemudian hari, terdiri dari angkatan muda, keluarga dan
orang-orang yang menghalangi dahulu.
Dia keluar dari rumah, ke
dalam Masjidil Haram. Kalau tak berhasil di sana, dia pergi ke atas bukit Shafa
atau Marwa. Tidak pula berhasil di sana, dia pergi ke Mina, ke Jumratul Aqaba
di waktu musim (haji?), sambil menunggu dengan hati yang tetap, kalau-kalau ada
dari kabilah lain atau kampung lain yang suka menerima pengajarannya itu.
Selalu dia serukan: “Siapa yang suka (sudi, ansskd) membelaku? Siapa yang suka
menolongku?”
Begitu sulit jalan yang
dilaluinya, kalau sentana orang lain, maulah agaknya timbul kemarahan atau
kekecewaan. Dan akan maulah agaknya berkata: “Ya Rabbi, bukankah Tuhanku telah
berjanji hendak menolong hambaMu, manakah pertolongan itu kini? Bukankah sudah
patut saya menerimanya?”
Di dalam pertempuran siasat
yang masyhur di Hudaibiyah itu, yang kaum Quraisy di sana telah mengemukakan
janji-janji yang amat pincang menurut pandang selintas lalu. Umar telah
berkata: “Bukankah kita berdiri di atas kebenaran? Mengapa kita hendak
mendatangkan kehinaan atas agama kita?”
Rasulullah Saw menjawab
dengan pendek tetapi jitu: “Saya ini hamba Allah, dan Allah tidak akan mengecewakan
daku.” Kalau ada yang menyangka pada masa itu, bahwa perjanjian itu melemahkan
pihak kita, bagi Rasulullah Saw adalah satu kemenangan besar. Sebab walaupun
macam mana corak perjanjian, namun sekarang kaum Quraiys tidak memandangi lagi
bahwa golongan kaum Muslimin sebagai golongan ‘pemecah’, tetapi duduk sama
rendah, tegak sama tinggi, telah boleh mengikat satu perjanjian politik.
Cubalah perhatikan kembali
kalimat yang diucapkan Rasulullah untuk menenteramkan fikiran Umar bin Khattab
itu: “Saya ini hamba Allah dan utusanNya, saya tidak akan menentang perintahNya
dan Dia tidak akan mengecewakan daku.”
Artinya, saya hamba Allah, bahwa saya ini di bawah kekuasaanNya, di bawah
perintahNya, digantungNya tinggi, dibuangNya jauh.
Dia tidak akan mengecewakan
daku. Artinya saya percaya sesungguhnya segala yang diatur Tuhan atas diriku
ini, tidaklah karena pertimbangan yang kurang. Amat sucilah Allah. Dengan dasar inilah Rasulullah Saw
berjuang, yakni:
اَنَا عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُوْلُهُ, لَنْ أُخَالِفَ أَمْرُهُ, وَلَنْ يُضَيِّعَنِي.
“Saya ini hamba Allah dan utusanNya, dan saya tidak akan menentang
perintahNya dan Dia tidak akan mengecewakan daku.”
Kadang-kadang lapar perutnya
karena tidak ada yang akan dimakan. Kadang-kadang sebulan lamanya dapurnya tak
berasap. Tidak dia mengeluh, malahan diambilnya saja batu, diikatkannya kepada
perutnya. Padahal kunci Masyriq dan Maghrib telah diserahkan ke tangannya.
Dibunuh orang
sahabat-sahabatnya yang setia, seorang di antaranya pamannya sendiri Hamzah,
pahlawannya yang gagah berani. Dibedah orang perutnya dan diambil orang
jantungnya dan dimakan orang, dan dihisap orang darahnya. Nabi lihatkan semuanya
itu dengan tak cemas. Luka jari tangannya, patah siangnya, hampir pecah
kepalanya. Dia bangun kembali dan diaturnya pula persiapan yang baru.
Saya hamba Allah dan Dia tidak akan mengecewakan daku.
Meninggal anak-anaknya, maka
ditumpahkannyalah kasih sayang kepada cucu-cucunya dari anak perempuannya
Fathimah, yaitu Hasan dan Husain. Diambilnya perintang hati. Walaupun dia
sedang mengerjakan sembahyang dipanjatnya punggungnya oleh kedua anak-anak itu.
Dia telah tahu dalam ilham Ilahi bahwa perkara-perkara yang besar akan dihadapi
kedua anak itu kelak. Tetapi supaya orang lain jangan berguncang hati, hanya
dikatakannya saja, bahwa salah seorang dari anak itu akan mendamaikan
perselisihan-perselisihan yang terjadi di antara dua golongan yang besar. Tidak
ditegaskan bahwa salah seorang anak itu akan mati dalam satu pertempuran hebat
yaitu Husain.
Cinta dia kepada istrinya
yang tua, Khadijah. Kebetulan meninggal perempuan itu di waktu beliau amat
perlu kepada pertolongan dan bujukannya. Maka dihadapkannyalah kasih sayangnya
kepada Aisyah anak sahabatnya yang setia, Abu Bakar. Tiba-tiba dituduh orang
pula istri yang tercinta itu berbuat pekerjaan yang merusak hatinya.
Dia teguh: Saya hamba Allah dan Dia tidak akan mengecewakan daku.
Baru pekerjaan hampir
selesai, tiba-tiba muncul berturut-turut orang-orang yang bersikap hendak melawannya,
hampir semuanya mendakwakan diri nabi pula. Timbul Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad
Al-Ansy, Thulaihah Al-Asadi, Sajah binti Al-Harits, semuanya mendakwakan
dirinya nabi.
Dia serukan kebenaran,
dituduh orang dia pendusta. Dia terangkan agama yang baik, dikatakan orang dia
gila. Namun dia tidak bergeser dari ketegakannya. Tetapi pada keredhaan dan
keteguhan. Dia percaya, dia hamba Allah, dan Allah tak akan mengecewakannya.
Di dalam kepercayaan yang
penuh itulah datang kepadanya penyakit yang berat, awal dari kematian. Dia
meninggal dalam keyakinan bahwa dia hamba Allah, bahwa Allah tak akan mengecewakannya.
Dia menutup mata melepas nafasnya yang penghabisan, setelah bermohon kepada
Ilahi supaya diizinkan duduk bersama-sama dengan teman sejawatnya yang paling
tinggi, yaitu Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang dahulu daripadanya.
Dia meninggal di atas sebuah
hamparan yang telah tua, berselimut kain kasar, sedang minyak penghidupan lampu
semalam itu pun telah habis tengah malam, tak dapat ditambah lagi, karena tidak
ada minyak lagi.
“Saya ini hamba Allah, Dia tidak akan mengecewakan daku.”
Bilamana Nabi Nuh melihat
kesesatan umat yang didatanginya, serta perlawanan yang mereka hadapkan ke
dirinya, beliau telah berkata:
“Jangan ditinggalkan atas bumi ini tempat-tempat buat tinggalnya orang
kafir.” (Nuh: 26)
Maka dalam hal yang demikian
Nabi Muhammad Saw telah meminta kepada Tuhan:
اَللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِيْ
فَاِنَّهُمْ لَايَعْلَمُوْنَ
“Ya Tuhanku! Berilah petunjuk atas kaumku, karena mereka tidak
mengetahui.”
Musa Kalimullah seketika
melihat kaumnya telah berpaling dari menyembah Allah kepada menyembah Injil, telah
berkata kepada Tuhan:
“Ini tidak lain dari fitnahMu jua, ya Tuhan.”
Dan Nabi Muhammad Saw
seketika melihat kesesatan kaumnya dan mereka menyesali Tuhan, telah berkata:
“Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, kalau tidak kaum itu sendiri yang
mengubah nasib mereka.” (Ar-Ra’d: 11)
Isa Ruuhullah pernah
berkata: “Kalau Engkau berkuasa ya Tuhanku, memalingkan kematian daripada
makhlukMu, maka palingkanlah dia daripadaku.”
Sedang Nabi Muhammad Saw
seketika disuruh pilih kepadanya di antara 2 perkara, yaitu hidup kekal dalam
dunia, atau mati seketika hari kiamat sajat, atau mati sebagaimana orang lain
mati, dipilihnya Rafiqil A’la.
Nabi Sulaiman telah memohon
kepada Tuhan:
“Ya Tuhanku, ampunilah aku, dan anugerahi kiranya akan daku suatu
kekuasaan yang tiada diberikan kepada sesiapapun sesudahku.” (Shad: 35)
Nabi Muhammad Saw telah
memohon kepada Tuhan:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ
آلِ مُحَمَّدٍ قُوْتًا (رواه البخاري)
“Ya Rabbi, jadikanlah rezeki ahli rumah Muhammad sekedar akan dimakan
sehari-hari.”
2.
SAYID MUSTHAFA AL-MANFALUTHI
“Carilah bahagia di dalam rimba dan belukar, di lurah dan di
bukit-bukit, di kebun dan di kayu-kayu, di daun hijau dan bunga yang mekar, di
danau dan sungai yang mengalir. Carilah bahagia pada Sang Surya, yang terbit
pagi dan terbenam sore, pada awan yang sedang berarak dan berkumpul, pada burung-burung yang sedang
hinggap dan sedang terbang, pada bintang-bintang yang sedang berkerlip-kerlip,
dan yang tetap tinggal di tempatnya. Carilah bahagia di kebun bunga di dekat
rumahmu, di bandarnya yang baru dibikin di barisan tanamannya yang baru diatur.
Carilah di pinggir sungai sambil bermenung, di puncak-puncak bukit yang didaki
dengan payah, ke dalam lurah yang dituruni. Carilah ketika mendengarkan aliran
air tengah malam, pada bunyi angin sepoi-sepoi basah, pada persentuhan daun
kayu ketika hendak lurut, pada bunyi jangkrik tengah malam, dan bunyi katak di
tengah sawah. Dalam semua yang saya sebutkan itu tersimpanlah bahagia yang
sejati, yang indah, mulia, murni, sakti, yang menyuruh faham menjalar, menyuruh
perasaan menjalar ke dalam keindahan, menghidupkan hati yang telah mati,
mendatangkan ketenteraman yang sejati di dalam lapangan hayat. ” (Dalam bukunya
“Majdulin”)
1.
PENDAPAT FAILASUF ARAB, AMIN RAIHANY
.......Hakikatnya
itu ialah, bahwasanya
kesenangan hidup tidak akan terdapat, kalau tidak berdiri rukunnya yang 4; yaitu:
a.
Kesehatan Tubuh
Untuk
mengupayakan kesehatan dan kesegaran tubuh ini, ia menyebutkan beberapa hal:
1.
Jangan
biasakan memakai obat-obat dan alat-alat penguatkan (obat kuat) badan.
2.
Jangan
meminum minuman keras untuk meringankan kesusahan hati.
3.
Kalau
engkau yakin bahwa kesehatan bisa dicapai dengan suatu percubaan, janganlah mundur-maju
mengerjakannya. Lakukanlah percubaan itu.
4.
Jangan diperturutkan pelesir, jangan diturutkan syahwat.
5.
Lekas
tidur dan lekas bangun.
6.
Biasakan
menarik nafas menurut dasar ilmu, dalam beberapa menit di dalam tiap-tiap hari.
Berdirilah ke muka jendela, atau di udara terbuka, penuhi rabu (paru-paru)
dengan udara, yang ditarik dari hidung dan dilepaskan dari mulut.
7.
Makanlah
apa yang disetujui selera, tetapi jangan makan supaya kenyang. Biasakanlah, bahwasanya sesudah berdiri dari
meja makan, seakan-akan engkau merasa makan itu belum kenyang. Kalau engkau
rasai bahwa badan engkau agak berubah, (demam-demam), ingatlah perkataan Nabi
Muhammad Saw: “Perut rumah penyakit, penjagaan rumah obat.”
8.
Puasalah barang seminggu atau dua minggu di permulaan musim bunga
(rabi’).
9.
Biasakan dirimu bersenam (gymnastik) atau sport, sebagai belajar
berenang, berburu, mengail ikan, mengendarai kuda, atau tenis. Kalau pekerjaan
dan penghidupan tidak mengizinkan, maka biasakanlah sebelum tidur dan setelah
bangun mengambil sedikit gerakan badan, supaya badan jangan kaku.
10.
Mandilah dengan air dingin tiap-tiap hari.
11.
Pergilah ke tempat kerjamu berjalan kaki. Atau berjalan kakilah
sekurang-kurangnya setengah jam satu hari, untuk mengambil udara pagi, supaya
darah yang mengalir di badan beroleh hawa baru dan bergembira, dan pipimu
bercahaya. Berjalan kakilah, dan hendaklah terasa ketika melangkah itu
bagaimana nikmat yang dirasai oleh burung-burung di udara yang terbang mengawang
dan hinggap bebas.
Perlu dijauhi sifat membenci kepada orang. Adik kandung sifat benci itu
ialah hasad (dengki). Kalau engkau pembenci pula, miskinmu akan berlipat, sebab
kawanmu tak ada; padahal di dalam banyak perkara, kamu perlu kepada pertolongan
sahabat handai. Kalau engkau ditimpa susah, maka kesusahan itu akan bertambah-tambah
kalau engkau pembenci.
Adapun hasad dengki itu menghilangkan keindahan, baik keindahan wajah,
atau keindahan jiwa, atau keindahan akal. Bahkan keindahan wajah pun
dihilangkannya. Sebab itu, jangan jadi pembenci dan jangan jadi pembenci.
b.
Kesehatan Akal
Yang jadi pengiring daripada kesehatan akal itu dengan menegakkan
tiangnya berupa muthala’ah dan banyak memikir.
1.
Hendaknya
baca, walaupun satu saat dalam
sehari pembacaan-pembacaan yang menyenangkan dan berfaedah. Jangan dibiarkan waktumu
hilang percuma.
2.
Jauhkan roman hikayat yang membangunkan syahwat (cabul).
3.
Jangan menilik kehidupan dan segala masalah yang terkandung di dalamnya
dengan kacamata lawanmu. Ingatlah bahwa tiap-tiap perkara itu selalu mempunyai
banyak hukum, sekurang-kurangnya dua hukum. Karena dilihat dari segala sudut.
4.
Menghukum hendaklah insaf. Mengeluarkan pendapat hendaklah jujur.
Mengeluarkan perkataan hendaklah benar. Pakailah keadilan walaupun kepada diri
sendiri.
5.
Perkara-perkara kecil (tetek bengek) jangan mengguncangkan hati, karena
kalau dibiasakan terguncang lantaran perkara kecil, tenagamu akan lemah
menghadapi masalah yang lebih besar.
6.
Cukupkan persediaan kekuatan akal dan jiwa untuk menghadapi kesusahan dan
perjuangan.
7.
Sediakan
masa barang 1 jam atau setengah setiap hari untuk mengistirahatkan akal dan
tubuh. Kalau fikiran susah, duka, sedih dan marah, maka saat yang sejam atau
setengah jam itu dapatlah mengembalikan ketenangan fikiran (sakinah) dan
keredhaan.
Perjuangan hayat senantiasa menghendaki kepayahan akal. Akal yang
menang ialah akal yang selalu diasah, dicubakan. Akal yang lekas mengeluarkan
pendapat yang dihukumkan, dan selalu pula menilik apa di belakang yang nampak
mata.
Kalau akal ini dibawa berjuang, kerap kalilah dia menang dan sedikit kalahnya.
c.
Kesehatan Jiwa
Rukunnya yang pertama ialah beriman kepada Allah. Tetapi keimanan
itu tidak ada artinya apa-apa kalau tidak kelihatan bayangannya, pada hal ehwal setiap hari, atau pada
hubungan antara kehidupan dengan alam. Tampak alamatnya pada kerinduan yang
terbit dari cinta dan cinta yang memperhubungkannya dengan hayat, dan dengan
cita-cita yang menghubungkan engkau dengan alam.
Kalau engkau telah duduk
dengan sendirimu, lepaskan ikatan badanmu, lunjurkan kaki dan bebaskan akal,
picingkan mata, jangan dibelokkan fikiran kepada benda lain. Setelah terasa
istirahat, di bawah pengaruh kebaikan hati, niscaya akan menjalarlah jiwa ke dalam
alam yang lain dari alam kita ini.
Perhatikan diri sendiri,
ingat pertaliannya dengan alam yang diliputi cahaya, kesehatan dan kekuatan.
Setelah itu bermohonlah kepada Tuhan:
o “Ya Ilahi, tambahkanlah kekuatanku dan tambahlah cahayaku!”
Setelah
itu ingat pula bahwa diri engkau ini satu bagian dari satu masyarakat besar; masyarakat itu
menghendaki supaya tiap-tiap tiangnya teguh, dan menghendaki supaya engkau
menjadi salah satu tiang yang teguh itu. Ketika itu bermohonlah kepada Tuhan
dan akuilah di hadapanNya.
o “Ya Ilahi! Saya mulai memperbaiki diriku sendiri, supaya perbaikan
itu berpindah kelak kepada sesama manusia yang ada di sekelilingku.”
Setelah
itu ingat pula bahwa dirimu satu bagian dari rumah tangga yang harus sama-sama menanggung
kesakitan dan kesulitan dalam hidup ini, di dalam memikul kewajiban yang berat.
Ketika itu bermohon pula kembali kepada Tuhanmu:
o “Ya Ilahi! Pertolongan Engkaulah yang aku harapkan supaya
dilapangkan jalanku menuju cinta, menuju kemudahan langkah, menuju hikmat, dan
kesederhanaan!”
d.
Kaya (Cukup)
Satu
perkara lagi yang tinggal, yaitu kemiskinan dan putus asa. Kalau bertemu
perkara yang 2 ini, walaupun badan sehat, akal cerdas, dan roh bersih, namun keduanya adalah
racun bahagia.
Tangkal atau obat penyingkirkan racun ini mesti diikhtiarkan segera.
Yaitu hendaklah segala usaha dan pekerjaan selalu digandingkan dengan 3 syarat, yaitu:
o
Tahu
Harga Diri
o
Percaya
kepada Diri Sendiri
o
Menyerah
kepada Diri
Kalau di dalam suatu usaha pertama engkau jatuh, kedua engkau jatuh, ketiga engkau jatuh juga, ingatlah bahwa segala sesuatu itu
beredar menurut untung nasib yang selalu berputar. Saya tidak suka memberi
engkau nasehat supaya dalam kekalahan itu engkau tawakkal saja, tidak diiringi
oleh cita-cita.
Tetapi kalau percobaanmu itu
berhasil, sekali-kali jangan engkau cukupkan begitu saja. Karena kalau berhenti
hingga itu saja, pekerjaan itu akan usang, akan basi, kegiatanmu habis,
cita-citamu terkurung, kemauanmu jadi lemah.
Sungguh kebahagiaan itu
didapat di dalam perjuangan yang terus-terusan. Bahagia yang paling besar ialah
pada kemenangan yang silih berganti. Dan kemenangan tidak ada, kalau tidak ada
perjuangan.
Ada pula yang perlu saya
pesankan:
Terima dengan hati besar apa
yang ada ini, dan tiap-tiap hari mesti bersungguh-sungguh, walaupun kesungguhan
itu ada yang tak berubah. Tidurlah dengan hati tenang dan redha, penuh
kepercayaan kepada Allah, kemudian itu kepada dirimu sendiri, kelak kalau engkau
bangun pagi-pagi, engkau akan beroleh kegiatan dan kemauan baru, untuk berjuang
pula.
Dan sebagai pucuk itu semua
nasehat itu, saya ulangkan suatu pepatah yang sangat berharga, yaitu: “Yaitu
ialah pada perasaan telah kaya.”
Kalau engkau telah disebut kaya,
sepeserpun tak berarti kekayaan itu, kalau tidak engkau pergunakan untuk
kemaslahatan umum, untuk membela fakir dan miskin. orang yang mensucikan
(menzakatkan) hartanya, baiklah untungnya.
Ingatlah pula sebelum kita
berpisah bahwa berpacu di gelanggang hidup itu pun mengundang perpacuan
kesucian jiwa. Dan perpacuan yang semulia-mulianya ialah berpacu di dalam
berpacu.
Moga-moga engkau dijadikan
Tuhan orang yang masuk gelanggang perpacuan itu, sehingga engkau merasai
kebahagiaan sejati, karena kemenangan berpacu.
2.
SENANGKANLAH HATIMU (AL-ANISAH MAI)
Di
hadapan tugu kesedihan, berdirilah seorang Pemimpin Besar, sedang berpidato di
depan beribu-ribu kaum. Maka terdengarlah olehku suaranya demikian bunyinya:
“Kalau engkau kaya, senangkanlah hatimu!
Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan sesuatu yang
sulit-sulit. Perbuatanmu disyukuri orang, engkau beroleh pujian di mana-mana.
Engkau menjadi mulia, tegakmu teguh. Di hadapan engkau terhampar permadani
kepujian, sebab itu engkau beroleh kebebasan dan kemerdekaan.
Dan jika engkau miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau
telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang selalu menimpa orang kaya. Senangkanlah
hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepada engkau lagi,
lantaran kemiskinanmu. Kefakiran dan kemiskinan adalah nikmat, yang nikmat yang
tidak ada jalan bagi orang lain buat kecil hati, dan tidak ada pintu bagi
kebencian.
Kalau engkau dermawan,
senangkanlah hatimu! Karena dengan kedermawanan engkau dapat mengisi tangan
yang kosong, telah dapat menutup tubuh yang bertelanjang, engkau tegakkan orang
yang telah hampir roboh. Dengan sebab itu engkau telah menuruti perintah hatimu
dan engkau beroleh bahagia: berpuluh bahkan beratus makhluk Tuhan akan sanggup
menghantarkan pujian kepada Tuhan lantaran pertolonganmu. Kesenangan hatimu
yang tadinya cuma satu, sekarang akan berlipat-ganda, sebab telah banyak orang
lain yang telah mengecap nikmatnya. Dan kalau sekiranya engkau tak kuasa jadi
dermawan, itupun senangkan pulalah hatimu! Sebab engkau tidak akan bertemu
dengan suatu penyakit yang selalu menular kepada masyarakat manusia, yaitu
tiada membalas guna, penghilangkan jasa. Mereka ambil budi dan kedermawananmu
itu jadi senjata untuk memukulkan tuduhan-tuduhan yang rendah.
Saat yang demikian mesti
datang kepada tiap-tiap dermawan, yang telah menyebabkan hati kerapkali patah
dan badan kerapkali lemah, sehingga hilang kepercayaan kepada segenap manusia,
disangka manusia tidak pembalas guna. Padahal langkah belum sampai lagi kepada
puncak kebahagiaan dan beroleh ampunan dari Tuhan.
Kalau engkau masih
muda-remaja, senangkanlah hatimu! Karena pohon pengharapanmu masih subur,
dahan-dahannya masih rindang dan rimbun. Tujuan kenang-kenangan masih jauh.
Sebab umurmu masih muda, mudahlah bagimu menjadikan mimpi menjadi kejadian yang
sebenarnya.
Dan kalau engkau telah tua,
senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari medan pertempuran
dan perjuangan yang sengit, dan engkau telah beroleh beberapa ilmu yang
dalam-dalam di dalam sekolah hidup. Engkau telah tahu firasat, mengerti
gerak-gerik manusia dan tahu kemana tujuan jalan yang ditempuhnya. Oleh karena
itu, maka segala pekerjaan yang engkau kerjakan itu kalau engkau suka lebih
banyak akan membawa faedah dan lebih banyak tersingkir daripada bahaya. Satu
detik daripada umurmu di masa tua, lebih mahal harganya daripada bertahun-tahun
di zaman muda, sebab semuanya telah engkau lalui dengan pandangan yang terang
dan pengalaman yang pahit.
Kalau engkau dari turunan
yang mulia-mulia, tenangkanlah hatimu! Karena diri tergambar dan terpeta dalam
hati tiap-tiap sahabat itu. Kalau engkau memang di dalam kalangan sahabat yang
banyak itu, lezat rasanya kemenangan, dan kalau kalah tidak begitu terasa.
Lantaran banyaknya orang yang menghargai dan memperhatikan engkau, engkau
dapatlah insaf, tandanya harga dirimu mahal dan timbanganmu berat. Yang penting
ialah engkau dapat keluar dari daerah yang mementingkan diri seorang, memandang
hanya engkau yang benar, lalu masuk ke wilayah baru, yaitu mengakui bahwa
adapula orang lain yang pintar, yang berpikir dan berkuasa menimbang. Dan jika
musuhmu banyak, senangkan pulalah hatimu! Karena musuh-musuh itu ialah anak
tangga untuk mencapai kedudukan yang tinggi. Banyak musuh menjadi bukti atas sulitnya
pekerjaan yang engkau kerjakan. Tiap-tiap bertambah maki-celanya kepada engkau,
atau hasad dengkinya, atau mulutnya yang kotor dan perangainya yang keji,
bertambahlah teguhnya perasaanmu bahwa engkau bukan barang murah, tetapi barang
mahal; dari celaannya yang benar-benar mengenai kesalahanmu, engkau dapat
beroleh pengajaran. Mula-mula maksudnya hendak meracunimu dengan
serangan-serangannya yang kejam dan keji, maka oleh engkau sendiri, engkau
saring racun itu dan engkau ambil untuk pengobati dirimu mana yang berfaedah,
engkau buangkan mana yang lebihnya.
Ingatlah! Pernahkah seekor burung elang yang terbang membubung tinggi
mempedulikan halangan burung layang-layang yang menghalanginya?
Jika badanmu sehat,
senangkanlah hatimu! Tandanya telah ternyata pada dirimu kekayaan Tuhan dan
kemuliaan nikmat-Nya, lantaran badan yang sehat, mudahlah engkau mendaki bukit
kesusahan dan menempuh padang kesulitan. Dan kalau engkau sakit, senangkan pulalah
hatimu! Karena sudah ternyata bahwa dirimu adalah medan tempat perjuangan di
antara 2 alam yang dijadikan Tuhan, yaitu kesehatan dan kesakitan.
Kalau engkau menjadi orang
luar biasa, senangkanlah hatimu! Karena pada tubuhmu telah ternyata cahaya yang
gilang-gemilang, tandanya Tuhan selalu melihat engkau dengan tenang sehingga
menimbulkan kesuburan dalam fikiranmu, dilihat-Nya otakmu sehingga cerdas,
dilihat-Nya matamu sehingga menjadi azimat, dilihatnya suaramu sehingga jadi
sihir. Bagi orang lain, perkataan dan tiap-tiap suku kalimat yang keluar dari
mulutnya hanya menjadi tanda bahwa dia hidup saja. Tetapi bagi dirimu sendiri
menjadi cahaya yang berapi dan bersemangat, boleh membakar dan boleh
mendinginkan, boleh merendahkan dan boleh meninggikan, boleh memuliakan dan
boleh menghinakan, sehingga bolehlah engkau berkuasa berkata kepada alam:
‘Adalah’, sehingga diapun ‘Ada’.
Kalau engkau dilupakan
orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang
mencelamu, mulut tak banyak mencacatmu, tak ada orang lain yang dengki kepadamu,
tak ada orang yang meniatkan jatuhmu, mata tak banyak memandangmu. Itu, di
hadapanmu ada puncak bukit kemuliaan orang yang masyhur itu berdiri di atas
masyarakat, dan engkaupun salah seorang dari anggota masyarakat itu. Rumah batu
yang indah, berdiri di atas kumpulan tanah dan pasir yang kecil-kecil. Dengan
demikian itu, engkau akan merasai kesenangan hati yang kerapkali tak didapat
oleh orang yang bibirnya tak pernah merasai air hidup dan rohnya tak pernah
mandi di dalam ombak ilham.
Kalau sahabatmu baik
kepadamu, tenangkanlah hatimu! Karena pertukaran siang dan malam telah
menganugerahi engkau kekayaan yang paling kekal. Dan kalau kawanmu khianat,
senangkanlah juga hatimu! Sebab kalau kawan-kawan yang khianat itu mungkir dan
meninggalkan engkau, tandanya dia telah memberikan jalan yang lapang buat
engkau.
Kalau tanah airmu dijajah
atau dirimu diperbudak, senangkanlah hatimu! Sebab penjajahan dan perbudakan
membuka jalan bagi bangsa yang terjajah atau diri yang diperbudak kepada
perjuangan melepaskan diri dari belenggu. Itulah perjuangan yang menentukan hidup
atau mati, dan itulah yang meninggikan nilai. Ketahuilah bahwa tidaklah didapat
suatu bangsa yang terus-menerus dijajah. Dan jika engkau dari bangsa merdeka,
senangkanlah hatimu! Sebab engkau duduk sama rendah dan tegak sama tinggi
dengan bangsa-bangsa yang lain, ada bagimu kesempatan mencari kekuatan baru.
Kemerdekaan itu mesti diisi dengan bahan-bahan yang baik, dan bagimu terbuka
kesempatan yang seluas-luasnya untuk itu.
Kalau engkau hidup engkau
dalam kalangan orang-orang yang kenal akan diri dan cita-cita engkau, faham
mereka siapa engkau, senangkanlah hatimu! Karena di sana dapat engkau
mengusahakan tenaga muda setiap hari, dan kekuatan pun bertambah, roh serta
semangat menjadi baru. Engkau bertambah subur dan tegak, menaungi masyarakat yang
masih rendah, yang tidak mengerti bagaimana menghargai cita-cita orang,
sehingga engkau merasa ‘sial-dangkal’, maka senangkan juga hatimu! Karena
dengan sebab itu engkau beroleh kesempatan jadi burung, lebih tinggi terbangmu
daripada orang-orang yang patah sayap itu. Engkau boleh melayang ke suatu
langit khayal, untuk mengobat fikiranmu yang gelisah, untuk melepaskan dahaga
jiwamu.
Kalau engkau dicintai orang
dan mencintai, senangkanlah hatimu! Tandanya hidupmu telah berharga, tandanya
engkau telah masuk daftar anak bumi yang
terpilih. Tuhan telah memperlihatkan belas kasihan-Nya kepadamu lantaran
pergaduhan hati sesama makhluk. Dua jiwa di seberang masyrik dan maghrib telah
terkungkung dibawa satu perasaan di dalam lindungan Tuhan. Di sanalah waktunya
engkau mengetahui rahasia perjalanan matahari di dalam falak, ketika fajarnya
dan terbenamnya, tandanya Tuhan telah membisikkan ke telingamu nyanyian alam
ini. Keduanya berdiam di dalam kesukaan dan ketenteraman, bersenda-gurau di
waktu bersungguh-sungguh. Dan jika engkau mencintai dan cintamu tak terbalas,
senangkan jugalah hatimu! Karena sesungguhnya orang yang mengusir akan jatuh
kasihan dan ingin kembali kepada orang yang diusirnya itu setelah ia jauh dari
matanya; dia akan cinta, cinta yang lebih tinggi derajatnya daripada cinta
lantaran hawa. Terpencil jauh membawa keuntungan insaf, kebencian meruncingkan
cita-cita dan membersihkan perbuatan. Sehingga lantaran itu hati akan bersih laksana
bejana kaca yang penuh berisi air khulud, air kekal yang dianugerahkan Tuhan.
Dengan sebab itu, engkau beroleh juga kelak tempat merupakan cinta itu, kalau
tak ada pada insan, akan ada pada yang lebih kekal daripada insan. Bersedialah
menerima menyuburkan cinta, walaupun bagaimana besarnya tanggunganmu, karena
cinta memberi dan menerima, cinta itu gelisah, tetapi membawa tenteram. Cinta
mesti lalu di hadapanmu, sayang engkau tak tahu bila waktunya. Hendaklah engkau
jadi orang besar, yang sanggup memikul cinta yang besar. Kalau tak begitu,
engkau akan beroleh cinta yang rendah dan murah, engkau menjadi pencium bumi,
engkau akan jatuh ke bawah, tak jadi naik ke dalam benteng yang kuat dan teguh,
benteng yang gagah perkasa yang sukar bertempuh oleh manusia biasa. karena tugu
cita-cita hidup itu berdiri di seberang kekuasaan dan kemelaratan yang
diletakkan oleh kerinduan kita sendiri.
Merasa tenteramlah selalu,
senangkanlah hatimu atas semua keadaanmu, karena pintu bahagia dan ketenteraman
itu amat banyak tak terbilang, kesulitan perjalanan hidup kiat menit, kian
baru.
Merasa senanglah selalu!
Merasa tenteramlah!
Senangkanlah hatimu!
{risalah Anisah Mai ini
masih ada lanjutannya, masih cukup panjang untuk dituliskan semuanya, sehingga
saya kira cukuplah sampai di sini, selebihnya rekan pengunjung bisa merujuk
buku ini, ansskd.}
Walhamdulillah, sekian, salam
takzim, anassekuduk.
24 Juni 2020, 10.13 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar