TAFSIR SURAT AN-NASHR
Ustadz 'Ashim bin Musthofa
|
Sumber:
TAFSIR SURAT AN-NASHR
Oleh:
Ustadz 'Ashim bin Musthofa
Source:
almanhaj.or.id
Chm by:
Ibnu Majjah
|
Catatan:
Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi
02/Tahun XI/1428H/2007
|
Teks dan Terjemah Surat An-Nashr
|
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
١. إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
٢. وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي
دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجاً
٣. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّاباً
1.
Apabila telah
datang pertolongan Allah dan kemenangan.
2.
Dan kamu lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.
3.
Maka bertasbihlah
dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima
taubat.
|
|
Tafsir Ayat
|
إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan" (QS. An-Nashr:1)
Kata nashr, artinya al ‘aun
(pertolongan).1 Yang
dimaksud dengan nashrullah dalam ayat ini, menurut Ibnu Rajab رحمه الله ialah pertolongan-Nya bagi Rasulullah صلي الله عليه وسلم saat berhadapan dengan musuh-musuhnya, sehingga berhasil beliau
menundukkan bangsa ‘Arab semuanya dan berkuasa atas mereka, termasuk atas
suku Quraisy, Hawazin dan suku-suku lainnya.2
Secara eksplisit, surat ini memuat
bisyarah (kabar gembira) bagi Rasulullah صلي الله عليه وسلم dan kaum Muslimin. Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di رحمه الله berkata,"Dalam surat ini terdapat bisyarah dan perintah kepada
Rasul-Nya صلي الله عليه وسلم pada saat kemunculannya.
Kabar gembira ini berupa pertolongan Allah bagi Rasul-Nya dan peristiwa
penaklukan kota Mekkah dan masuknya orang-orang ke agama Allah سبحانه و تعالي dengan berbondong-bondong."3
Dalam menjelaskan pengertian ayat di
atas, Syaikh Abu Bakr al Jazairi mengungkapkan: "Jika telah datang
pertolongan Allah bagimu wahai Muhammad, hingga engkau berhasil mengalahkan
para musuhmu di setiap peperangan yang engkau jalani, dan datang anugerah
penaklukkan, yaitu penaklukan kota Mekkah, Allah membukanya bagi dirimu,
sehingga menjadi wilayah Islam, yang sebelumnya merupakan daerah kekufuran”.4
Adapun pengertian al fathu pada surat
ini adalah fathu Makkah. Yakni penaklukan kota suci Mekkah. Ibnu Katsir رحمه الله berkata,"Yang dimaksud dengan al fathu yaitu fathu Makkah. (Ini
merupakan) sebuah pendapat yang sudah bulat.”5
Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath
Thabari رحمه الله, Imam Ibnul Jauzi رحمه الله dan Imam al Qurthubi رحمه الله juga menegaskan pendapat senada.6
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي
دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجاً
"Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah
dengan berbondong-bondong" (QS. An-Nashr:2)
Disebutkan dalam Shahihul-Bukhari, dari
‘Amr bin Salimah, ia berkata:
وَكَانَتْ الْعَرَبُ تَلَوَّمُ بِإِسْلَامِهِمْ الْفَتْحَ فَيَقُولُونَ اتْرُكُوهُ وَقَوْمَهُ فَإِنَّهُ إِنْ
ظَهَرَ عَلَيْهِمْ فَهُوَ نَبِيٌّ صَادِقٌ فَلَمَّا كَانَتْ وَقْعَةُ أَهْلِ
الْفَتْحِ بَادَرَ كُلُّ قَوْمٍ بِإِسْلَامِهِمْ وَبَدَرَ أَبِي قَوْمِي
بِإِسْلَامِهِمْ
(Dahulu) bangsa Arab menunggu-nunggu al
Fathu (penaklukan kota Mekah) untuk memeluk Islam. Mereka berkata:
"Biarkanlah dia (Rasulullah) dan kaumnya. Jika beliau menang atas
mereka, berarti ia memang seorang nabi yang jujur". Ketika telah terjadi
penaklukan kota Mekkah, setiap kaum bersegera memeluk Islam, dan ayahku
menyegerakan keIslaman kaumnya صلي الله عليه وسلم.7
Menurut Imam al Qurthubi, peristiwa
tersebut terjadi ketika kota Mekkah berhasil dikuasi.
Bangsa Arab berkata: "Bila Muhammad
berhasil mengalahkan para penduduk kota suci (Mekkah), padahal dulu mereka
dilindungi oleh Allah dari pasukan Gajah, maka tidak ada kekuatan bagi kalian
(untuk menahannya). Maka mereka pun memeluk Islam secara berbondong-bondong”.8
Tidak berbeda dengan keterangan itu,
Ibnu Katsir رحمه الله juga memberi penjelasan: “Saat terjadi peristiwa penaklukan Mekkah,
orang-orang memeluk agama Allah secara berbondong-bondong. Belum lewat dua
tahun, Jazirah Arab sudah tersirami oleh keimanan dan tidak ada simbol di
seluruh suku Arab, kecuali simbol Islam. Walillahil-Hamdu wal minnah”.9
Ayat ini juga menandakan, bahwa
kemenangan akan terus berlangsung bagi agama ini dan akan semakin bertambah
saat dilantunkannya tasbih, tahmid dan istighfar dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم. Ini merupakan bentuk syukur.
Faktanya yang kemudian dapat kita jumpai pada masa khulafaur-rasyidin dan
generasi setelah mereka.
Pertolongan Allah سبحانه و تعالي itu akan berlangsung terus-menerus sampai Islam masuk ke daerah yang
belum pernah dirambah oleh agama lainnya. Dan ada kaum yang masuk Islam,
tanpa pernah ada yang masuk ke agama lainnya. Sampai akhirnya dijumpai adanya
pelanggaran pada umat ini terhadap perintah Allah, sehingga mereka dilanda
bencana, yaitu berupa perpecahan dan terkoyaknya keutuhan mereka.10
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّاباً
"Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat" (QS. An-Nashr:3)
Imam al Qurthubi رحمه الله menurutkan penafsirannya: "Jika engkau shalat, maka perbanyaklah
dengan cara memuji-Nya atas limpahan kemenangan dan penaklukan kota Mekkah.
Mintalah ampunan kepada Allah”. Inilah keterangan yang beliau rajihkan.11
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْهِ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَّا
يَقُولُ فِيهَا سُبْحَانَكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Dari ‘Aisyah رضي الله عنها, ia
berkata: "Tidaklah Rasulullah صلي الله عليه وسلم mengerjakan shalat setelah turunnya surat ini,
kecuali membaca Subhanaka Rabbana wa bihamdika Allahummaghfirli (Maha Suci
Rabb kami dan pujian kepada-Mu, ya Allah ampunilah aku)".12
Sejumlah sahabat mengartikan ayat ini
dengan berkata: "(Maksudnya) Allah memerintahkan kami untuk memuji dan
memohon ampunan kepada-Nya, manakala pertolongan Allah telah tiba dan sudah
menaklukkan (daerah-daerah) bagi kita". Pernyataan ini muncul, saat
'Umar bin al Khaththab رضي الله عنه mengarahkan pertanyaan kepada mereka
mengenai kandungan surat an-Nashr.13
Ibnu Katsir رحمه الله mengomentari penjelasan ini dengan berkata: "Makna yang ditafsirkan
oleh sebagian sahabat yang duduk bersama Umar رضي الله عنهm ialah, bahwa kita diperintahkan untuk memuji Allah dan bersyukur
kepada-Nya ketika Dia telah menaklukkan wilayah Madain dan
benteng-bentengnya, yaitu dengan melaksanan shalat karena-Nya dan memohon
ampunan kepada-Nya merupakan pengertian yang memikat lagi tepat. Terdapat
bukti penguat, Nabi صلي الله عليه وسلم mengerjakan shalat delapan raka'at pada hari
penaklukan kota Mekkah. Dalam Sunan Abu Daud termaktub bahwa beliau
mengucapkan salam pada setiap dua raka'at di hari penaklukan kota Mekkah.
Demikianlah yang dilakukan Sa’ad bin Abil Waqqash رضي الله عنه pada hari penaklukan kota Mada-in".14
إِنَّهُ كَانَ تَوَّاباً
"…Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima
taubat" (QS. An-Nashr:3)
Maksudnya, Allah Maha menerima taubat
orang-orang yang bertasbih dan memohon ampunan. Dia mengampuni, merahmati
mereka dan menerima taubat mereka. Apabila Nabi صلي الله عليه وسلم saja yang sudah ma’shum (terpelihara dari dosa-dosa) diperintahkan untuk
beristighfar, maka bagaimanakah dengan orang lain?15
|
Catatan Kaki:
1.
Al Jami li Ahkamil-Qur`an (20/211)
2.
Tafsir Suratin-Nashr, hlm. 42
3.
Taisirul-Karimir-Rahman, hlm. 1023
4.
Aisarut-Tafasir (2/1500)
5.
Tafsirul-Qur`anil-‘Azhim (8/513)
6.
Jami’ul Bayan ‘an Ta`wili Ayil-Qur`an (15/426), Zadul-Masir (4/ 501), al
Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/211), Aisarut-Tafasir (2/1500)
7.
HR al Bukhari di dalam al Maghazi, 4302, dan lainnya
8.
Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/212)
9.
Tafsirul-Qur`anil-‘Azhim (8/513)
10.Taisirul-Karimir-Rahman, hlm. 1023
11.Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/211)
12.HR al Bukhari, Kitabut-Tafsir (4967) dan Muslim
13.Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/215)
14.Tafsir Quranil Azhim 8/511-512 dengan dirigkas
15.Al-Jami Li Ahkamil Qur'an (20/215)
|
|
Apa yang Diampuni Dari Diri Rasulullah صلي الله عليه وسلم yang Mulia
|
Mengapa Rasulullah صلي الله عليه وسلم masih tetap memanjatkan permohonan ampunan, padahal dosa-dosa
beliau sudah terampuni, baik yang sudah berlalu maupun yang akan datang?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu
kiranya mengangkat pandangan Ibnu Katsir yang menggambarkan kesempurnaan
Rasulullah صلي الله عليه وسلم. Ibnu Katsir berkata:
"Pada seluruh urusannya, beliau صلي الله عليه وسلم berada dalam ketaatan, kebaikan, istiqamah yang tidak terdapat pada
manusia lainnya, baik dari kalangan orang-orang terdahulu, maupun generasi
kemudian. Beliau صلي الله عليه وسلم adalah manusia paling sempurna secara mutlak, dan
pemimpin manusia di dunia dan akhirat”.1
Al Qadhi Ibnul ‘Arabi mengungkapkan
alasannya, para ulama hadits meriwayatkan, bila Rasulullah صلي الله عليه وسلم berdoa, beliau memanjatkan doa yang berbunyi:
رَبِّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي كُلِّهِ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطَايَايَ وَعَمْدِي وَجَهْلِي وَهَزْلِي وَكُلُّ
ذَلِكَ عِنْدِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا
أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ya Allah, ampunilah kesalahanku, tindak
kebodohanku, sikap berlebihanku dalam seluruh urusanku, dan yang Engkau lebih
mengetahuinya. Ya Allah, ampunilah kesalahan-kesalahanku, kesengajaanku dan
kebodohanku, gurauanku, semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah apa
yang sudah aku kerjakan dan apa yang belum aku kerjakan, apa yang aku
sembunyikan dan apa yang aku tampakkan. Engkaulah Dzat Yang mendahulukan (dan
menempatkannya pada tempatnya), dan Engkau Dzat yang mengundurkan (dan
menempatkannya pada tempatnya) dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.2
Selanjutnya, Ibnul ‘Arabi رحمه الله berkata: “Semua itu ada pada diriku begitu banyak. Adapun Rasulullah صلي الله عليه وسلم, (beliau) terbebas darinya.
Hanya saja, beliau صلي الله عليه وسلم menganggap (amalan) pribadinya sedikit, lantaran
begitu besarnya curahan nikmat yang Allah سبحانه و تعالي berikan kepada beliau. Beliau صلي الله عليه وسلم memandang "kekurangan" dalam menjalankan
hak kenikmatan tersebut (dengan beribadah) sebagai dosa-dosa. Sementara
dosa-dosaku, aku lakukan dengan penuh kesengajaan, tak acuh, dan merupakan
pelanggaran yang nyata. Semoga Allah سبحانه و تعالي masih sudi membuka pintu taubat dan menganugerahkan perlindungan dengan
karunia, kemurahan dan rahmat-Nya, tiada Rabb selain-Nya”.3
Al Imam al Qurthubi, selain mengemukakan
alasan senada di atas, beliau juga membawakan beberapa keterangan lain. Bahwa
maksud permohonan ampunan Rasulullah صلي الله عليه وسلم ialah: (1) Memintakan ampunan bagi umatmu. (2) Istighfar merupakan ibadah
yang harus dikerjakan, bukan untuk memohon ampunan, akan tetapi untuk
ta’abbud (ibadah). (3) Untuk mengingatkan umat beliau, agar jangan merasa aman
(dari dosa) sehingga meninggalkan istighfar.4
Al Qadhi ‘Iyadh berpendapat, permohonan
ampunan Rasulullah صلي الله عليه وسلم tersebut merupakan cermin ketawadhuan, ketaataan dan
ketundukan, serta ungkapan syukur beliau kepada Rabbnya, lantaran mengetahui
dosa-dosanya sudah diampuni.5
Al Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله mengutip keterangan Imam ath-Thabari رحمه الله tentang masalah ini, yang menyampaikan
alasan, bahwasanya beliau صلي الله عليه وسلم beristighfar ialah untuk melaksanakan perintah Allah yang ditujukan
kepada beliau, yaitu agar bertasbih dan memohon ampunan, bila datang
pertolongan dari Allah dan penaklukan (kota Mekah). Selain itu, al Hafizh
juga menukil penjelasan al Qurthubi (penulis al Mufhim), bahwasannya
terjadinya dosa dari para nabi adalah mungkin, karena mereka juga orang-orang
mukallaf, hingga khawatir kalau itu terjadi pada diri mereka, dan akibatnya
tersiksa karenanya. Pendapat lainnya, yaitu agar umatnya meneladani beliau صلي الله عليه وسلم.6
|
Catatan Kaki:
1.
Tafsirul-Qur`anil-‘Azhim (7/328) pada tafsir surat al Fath ayat 1-2.
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang"
2.
HR al Bukhari dalam Kitabud Da’awat (al-Fath 14/438) Makna al Muqaddim
dan al Muakhkhir berasal dari pengertian yang ditulis Ibnul Atsir di dalam
an-Nihayah. Makna ini juga disepakati oleh Syaikh al Albani. Dikutip dari
Syarhu Shahihil-Adabil-Mufrad, karya Hushain bin ‘Audah al ‘Awayisyah,
Cetakan I, Tahun 1423 H/2003 M, Maktabah Islamiyah, 2/333
3.
Zadul Masir (4/350
4.
Al Jami’ li Ahkamil-Qur`an (20/215)
5.
Ikmalul-Mu’lim (8/214)
6.
Fathul-Bari
|
|
Sebab-sebab Diturunkan Ampunan Allah سبحانه و تعالي
|
Mengenai faktor-faktor yang dapat
mendatangkan turunnya maghfirah dari Allah سبحانه و تعالي, Syaikh
‘Abdur Rahman as Sa’di رحمه الله menghitungnya berjumlah empat.
Pertama : Taubat. Yaitu kembali kepada Allah
dari keadaan yang tidak disukai-Nya, baik zhahir maupun batin, menuju keadaan
yang dicintai oleh-Nya zhahir dan batin. Taubat ini akan menghapus dosa-dosa,
besar kecil sebelumnya.
Kedua : Keimanan. Yaitu pengakuan dan pembenaran
yang mantap lagi menyeluruh terhadap semua yang diberitakan Allah dan
Rasul-Nya yang mengharuskan pelaksanaan amalan-amalan hati, yang diikuti
dengan amalan-amalan jawarih (anggota tubuh). Tidak disangsikan, kadar
keimanan dapat menghapus dosa-dosa yang sudah terjadi dan dapat
menghalanginya dari terjerumus ke dalam dosa. Sesungguhnya seorang mukmin,
dengan keimanan dan pancaran keimanan yang tertancap kuat di dadanya, ia
tidak sudi menyatu dengan kemaksiatan-kemaksiatan.
Ketiga : Amalan Shalih. Ini mencakup seluruh
amalan, amalan hati, amalan jawarih, ucapan-ucapan lisan. Sebab kebaikan akan
menghapuskan kesalahan-kesalahan.
Keempat : Istiqamah di atas keimanan dan
hidayah serta berusaha mendulang tambahannya.
Siapa saja yang berhasil menempuh empat
langkah ini, bergembiralah dengan mendapatkan ampunan dari Allah yang
menyeluruh.1 Pijakan yang
dipakai sebagai landasan Syaikh ‘Abdur-Rahman as-Sa’di رحمه الله atas keterangan tersebut, yakni firman Allah سبحانه و تعالي :
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang
yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang
benar" (QS. Thaha:82)
|
Catatan Kaki:
1.
Taisirul Lathifir-Rahman fi Khulashati Tafsiril-Qur`an, hlm. 186-187
secara ringkas
|
|
Pelajaran Dari Surat An-Nashr
|
1.
Banyaknya anugerah
Allah yang dikaruniakan kepada umat Islam.
2.
Kewajiban bersyukur
manakala kenikmatan tercurahkan. Di antaranya
3.
Kewajiban untuk
selalu beristighfar setiap saat.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar