Amalkanlah
Ilmumu
Dikutip dari buku:
Wahai Anakku,
Inilah Nasihat Berharga Untukmu
(Imam Al-Ghazali, Penerbit Irsyad Baitus Salam,
Bandung)
Khusus untuk
orang yang menuntut ilmu yang tidak diamalkan, ilmunya hanya digunakan untuk
menunjukkan kehebatan dan keutamaan dirinya serta untuk tujuan hal-hal yang
berbau keduniaan. Ia beranggapan bahwa ilmu yang tidak diamalkan dapat juga
menyelamatkan dirinya. Ia juga beranggapan bahwa ilmu tidak perlu diamalkan.
Ini merupakan i’tiqad ahli Falsafah (Filsafat). Subhanallahil’azhim.
Orang yang
berpendapat demikian tidak mengerti ada hujjah yang menentang pendapatnya yang
salah itu, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah Saw dalam sabdanya:
أَشَدذُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ
لَايَنْفَعُهُ اللهُ بِعِلْمِهِ
“Manusia yang paling berat siksanya pada
hari Kiamat nanti adalah orang alim yang ilmunya tidak diberi manfaat oleh
Allah.”
` Wahai
anakku, janganlah engkau sampai miskin amal, juga jangan sampai tidak melakukan
perbuatan baik. Yakinlah sesungguhnya ilmu yang tidak diamalkan pasti tidak ada
faidahnya. Misalnya, ada seseorang berada di tengah hutan dengan membawa 10
pedang Hindia dan beberapa senjata lainnya. Dia juga termasuk orang yang
pemberani dan ahli dalam pertempuran. Dalam perjalanannya tiba-tiba ia dihadang
oleh harimau besar yang sangat menakutkan. Jika sudah dalam keadaan seperti
itu, bagaimana pendapatmu? Apakah senjata yang dibawanya itu bisa menghalau dan
membunuh harimau yang akan menerkamnya jika tidak digunakan? Jelas tidak bisa!
Ia harus menggunakan senjatanya jika ingin menghantam harimau yang akan
menerkamnya.
Demikian
pula halnya bila seseorang telah membaca dan mempelajari 100.000 masalah
ilmiah, namun tidak mengamalkannya, maka ilmunya itu tidak akan memberi manfaat
sedikitpun kepada dirinya.
Begitu
pula halnya jika seseorang sakit panas atau sakit kuning yang harus diobati
dengan minum tiga jamu (madu, jahe, telur) dan labu; ia tentu tidak akan sembuh
dari penyakitnya kecuali dengan meminum dua jenis obat tersebut.
Dalam syair dikatakan:
Jika kamu menimbang sampai 2.000 kati arak
Dan kamu tidak meminumnya,
Maka kamu tidak akan mabuk
Seandainya
engkau telah membaca dan mempelajari ilmu selama 100 tahun dengan mengumpulkan
1.000 kitab, semuanya tidak akan bisa mendatangkan rahmat Allah kepada dirimu,
kecuali dengan mengamalkannya.
Hal ini telah dijelaskan Allah dalam
firmanNya:
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan
memperoleh selain apa yang diusahakannya” (An-Najm: 39)
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ
عَمَلًا صَالِحًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih.”(Al-Kahfi: 110)
“Sebagai
pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.”(At-Taubah: 82)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
beramal shalih, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggalnya.
Mereka kekal di dalamnya; mereka tidak ingin berpindah darinya.”(Al-Kahfi: 107-108)
“Maka datanglah sesudah mereka pengganti
(yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, maka
mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan
beramal shalih; maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan)
sedikitpun.”(Maryam:
59-60)
Bagaimana
pendapatmu mengenai hadits berikut:
“Islam itu dibangun di atas 5 perkara:
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Saw adalah
utusan Allah, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji
ke Baitullah bagi yang mampu menempuh perjalanan ke Baitullah.”
Keimanan
itu diucapkan dengan lisan, dibenarkan dalam hati, dan dijalankan dengan
anggota tubuh. Adapun dalil yang menerangkan perihal amal itu sangat banyak
meskipun ada seseorang masuk surga berkat fadhilah dan kemurahan Allah, namun
setelah dia menjalankan ketaatannya dan ibadahnya kepada Allah, karena
sesungguhnya rahmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang menjalankan
kebaikan.
Jika
dikatakan: “Seseorang bisa mencapai derajat tinggi hanya dengan iman,” maka
kujawab: “Benar, seseorang bisa mencapai derajat tinggi, namun kapan sampainya,
sebab banyak tingkatan yang harus ditempuh untuk mencapai derajat yang tinggi.
Tingkatan yang utama adalah tingkatan iman. Apakah seseorang bisa menjamin
kelanggengan keimanannya? Pasti dia tidak bisa menjamin. Ketika ia mencapai
derajat tinggi, apakah ia benar-benar kecewa atau bahagia? Pasti dia tidak
tahu.
Hasan
Bashri berkata: “Allah berfirman kepada hambanya pada hari kiamat nanti: ‘wahai
hambaKu, masuklah ke surga dengan rahmatKu dan terimalah bagian surgamu menurut
amalmu.”
Wahai
anakku, selama engkau tidak beramal, maka engkau tidak akan mendapat pahala.
Dikisahkan bahwa dulu ada seorang lelaki dari Bani Israil beribadah kepada
Allah selama 70 tahun, lalu Allah menunjukkan kepribadian lelaki tersebut yang
sebenarnya di hadapan para malaikat. Selanjutnya, Allah mengutus seorang
malaikat untuk mengkhabarkan kepadanya bahwa dia tidak pantas masuk surga
dengan seluruh amal ibadah yang dilakukannya.
Tatkala
lelaki Bani Israil tersebut mendengar khabar dari malaikat demikian, maka ia
berkata: “Aku telah diciptakan untuk beribadah. Oleh karena itu, aku tetap
beribadah kepada Allah meskipun aku tidak mendapat pahala.” Sewaktu malaikat
itu kembali menghadap Allah, ia berkata” ‘wahai Tuhanku, Engkau lebih
mengetahui apa yang dikatakan oleh lelaki Bani Israil tersebut.’ Allah
berfirman: “Jika ia tetap tidak berpaling dari ibadah kepadaKu, maka dengan
kemurahanKu, Aku juga tidak berpaling dari hambaKu ini. Saksikanlah, wahai
malaikat, bahwa Aku telah mengampuninya.”
Rasulullah
Saw bersabda:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ
أَنْ تُحَاسِبُوْا وَزِنُوْا أَعْمَالَكُمْ
قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا
“Hitunglah
amal kalian sebelum amal kalian dihisab. Timbanglah amal kalian sebelum amal
kalian ditimbang.”
Ali ra
berkata: “Barangsiapa menyangka bahwa tanpa jerih payah beribadah bisa mencapai
derajat yang tinggi, berarti dia mengharapkan perkara yang sulit baginya.
Barangsiapa menyangka bahwa dengan menyepelekan ibadah dirinya bisa mencapai
derajat tinggi, itu menunjukkan kesombongan dirinya (sudah merasa cukup amal
ibadahnya).”
Al-Hasan
berkata: “Di antara tanda orang yang mencapai derajat hakikat adalah orang yang
tidak pernah menghitung amalnya, juga tidak pernah meninggalkan amalnya
sedikitpun,”
Rasulullah
Saw bersabda:
اْلكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ اْلمَوْتِ
وَاْلاَحْمَقُ مَنْ أَتْبَعَ هَوَاهُ وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ تَعَالَى اْلأَمَنِيَ
“Orang yang cerdas adalah yang bisa
mengendalikan nafsunya dan beramal untuk kepentingan setelah mati, sedangkan
orang yang bodoh adalah orang yang senantiasa memperturutkan hawa nafsunya dan
hanya mengharapkan suatu pemberian dari Allah ta’ala (tanpa usaha beribadah).”
Wahai
anakku, jika ilmu yang engkau miliki itu sudah cukup tanpa harus diamalkan,
tentulah akan sia-sia tanpa ada faidahnya seruan dalam hadits yang berkaitan
dengan pengamalan, seperti meminta sesuatu kepada Allah, memohon ampunan dan
bertobat kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar