SELAGI MASIH MUDA
Bagaimana Menjadikan Masa Muda Begitu
Berharga
Dr. A’IDH AL-QARNI
anassekuduk
Solo: Al-Aqwam
344 hlm; 20,5 cm
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على سيّدنا محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وصحبه اجمعين, امّابعد
a. INTRO>>>>>>>
Pada tulisan
berikut, saya akan menuliskan beberapa kutipan dari buku Dr. A’idh Al-Qarni
yang berjudul “SELAGI MASIH MUDA: Bagaimana Menjadikan Masa Muda Begitu
Bermakna”. Saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca dan dimiliki oleh
rekan-rekan. Bacalah, cernalah, serap nutrisi gizi dari buku ini. Harapannya,
kutipan tulisan dari buku ini dapat menjadi bahan renungan dan moga bermanfaat
kepada rekan pengunjung blog ini.
صلى الله عليه وسلم[anassekuduk]
suatu ketika mendampingi kontingen FASI kec. Sejangkung |
b. THE CONTENT>>>>>>>>>>
Lemah Cita-cita
Banyak di
antara pemuda menganggap dirinya “di luar peta”, mengganggap orang-orang tidak
melihatnya, dan mengganggap tugas dibebankan kepada orang lain.
Jika Anda
bertanya kepadanya, “Mengapa kamu tidak menempa diri agar menjadi mufti di
daerahmu?” Ia tentu menjawab, “Kita sudah cukup dengan qadhi (hakim-hakim)
agama.”
“Mengapa
Anda tidak menjadi khatib (penceramah agama)?” Ia tentu menjawab,
“Penceramah-penceramah banyak tersebar.”
Lalu di
mana posisi Anda? Apa peran Anda dalam hidup ini? Apa yang akan Anda katakan
kelak kepada Allah bila Anda dimintaiNya pertanggungjawaban? Bacalah firman
Allah dalam QS. Al-Qiyamah: 14-15.
Para
pemuda sungguh banyak. Mereka memiliki emosi (perasaan-perasaan), cita-cita,
dan derita-derita untuk umat ini. namun, banyak di antara mereka yang tidak
tahu kemana dituangkannya perasaan-perasaannya itu atau bagaimana cara
menuangkannya. Hal seperti ini berdampak negatif ketika kita melakukan
pekerjaan.
Tidak
mesti setiap kita menjadi khatib, dai atau penyair. Tidak. Sebab berbagai bidang
terbentang di hadapan dan banyak jalan berbuat baik bisa dilakukan, sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 60.
Yang
penting, Anda melihat beberapa potensi dan kemampuan Anda. Selanjutnya bergerak
untuk kemajuan Islam, sebatas potensi dan kemampuan Anda itu.
Inferiority Complex, Nggak Pe-De
Kita
semua adalah orang-orang yang selalu salah, dan sebaik-baik orang yang
melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat. Karenanya, pintu taubat
selalu terbuka sampai matahari terbit dari barat.
Banyak
di antara pemuda yang mendapat hidayah, padahal dulunya sering berbuat
kemaksiatan. Pemuda yang mendapat hidayah ini dulunya selalu melakukan hal-hal
negatif. Mulai mencambuk dirinya sendiri dan mengkhawatirkannya,
merasa dirinya hina dan tak pantas berbuat kebaikan apa pun.
Apabila
Anda katakan kepadanya, “Mengapa kamu tidak menjadi dai, khatib, atau
penceramah?” Ia berkata, “Saya? Setelah melakukan perbuatan-perbuatan kriminal
dan melalui masa lalu yang buruk itu saya memimpin umat? Saya tidak sanggup.
Carilah orang selain saya!”
Pemuda ini
masih saja membenturkan dirinya sampai rela terhina dengan hasil yang sedikit.
Sehingga ia berada dalam peran negatif dalam kehidupan dakwah dan sikap
komitmen disebabkan oleh kekhawatirannya tersebut.
Mestinya,
seorang pemuda harus berani melakukan kebaikan dan memotivasi dirinya untuk
mendobrak berbagai kesulitan. Ia harus menunjukkan bahwa dia mampu melakukannya
dengan bantuan kekuatan dan kekuasaan Allah Azza wa Jalla.
Ia mesti
ingat bahwa sahabat-sahabat Nabi yang senior seperti Umar ra dulu pernah
menyembah berhala dan melakukan dosa-dosa besar. Namun setelah bertaubat,
mereka pun benar-benar berpindah menuju posisi-posisi yang tinggi di alam ghaib
dan tingkatan-tingkatan ibadah (penghambaan kepada Allah).
Anda mesti
mengetahui bahwa Allah senang dengan taubat hambaNya. Ketika Anda datang kepada
Allah dengan membawa dosa-dosa besar sebesar bumi ini, kemudian Anda bertaubat,
niscaya Allah Swt datang kepada Anda dengan ampunan sebesar itu juga.
Nabi Isa
As pernah melihat orang yang berbuat maksiat, lalu dibawanya orang itu ke
Baitul Maqdis. Ketika mereka berdua sampai, orang yang berbuat maksiat ini
berkata. “Wahai Isa, tinggalkan aku. Aku takut mengotori Baitul Maqdis ini.”
Kemudian
Allah mewahyukan kepada Isa as, “Beritahukan kepada orang yang berbuat maksiat
itu, bahwa Aku telah mengampuninya. Demi keagungan dan kemuliaanKu, di sisiKu
ucapannya sungguh lebih baik daripada ibadah 70 tahun.”
Imam Ahmad
pernah ditanya, “Apakah seorang hamba tetap begitu saja sampai merasa sempurna,
kemudian baru berdakwah ke jalan Allah?” Ia menjawab, “Wah.....siapa orang yang
sempurna?”
Karenanya,,
ayo wahai pemuda Islam! Banyak bidang yang membutuhkan Anda sekalian. Jangan
sampai kalian mudah percaya dengan berbagai hasutan dan kesesatan.
Komitmen yang Harus Dimiliki Generasi Muda
Dalam
bahasan ini, penulis mengemukakan empat komitmen:
a.
Komitmen
dalam Berakidah
Seorang mukmin mengemban
sebuah risalah (ajaran) dan prinsip. Dia senantiasa menyadari bahwa kelak
akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, tentang tugasnya dalam
mengemban akidah ini. hendaknya, ia mempersiapkan jawaban yang akan dia
kemukakan di hadapanNya. Komitmen akidah ini dapat kita lihat dalam QS.
At-Taubah: 111.
Kadang seorang mukmin melepas sebagian
dari nilai akidahnya atau sesuatu dari akar akidahnya, karena takut atau hendak
memenuhi keinginan manusia. Hal ini merupakan kesalahan besar. Silakan
renungkan kisah Habib bin Zaid ra menghadapi Musailamah Al-Kadzdzab, si nabi
palsu. Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmi menghadapi raja Persia. Begitu pula
Khubain bin Adi ra ketika menghadapi tiang gantungan. [Saya sarankan cari
dan bacalah bagaimana kisah mereka mempertahankan akidah hingga nyawa
meninggalkan raga. anassekuduk]
b.
Komitmen
Pribadi
Hendaknya kita menjadi
seorang yang alim dan mengetahui cara berbicara yang baik, percaya kepada diri
sendiri, dan terbebas dari segala bentuk perbudakan kepada selain Allah Swt.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Orang beriman yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang beriman yang lemah”,
(HR. Muslim)
Suatu ketika, Ummul Mukminin Aisyah melihat sekelompok
pemuda yang berjalan dengan gontai, lemas, loyo, dan bermalas-malasan. Hal itu
menandakan mereka sangat lemah _mereka adalah sekelompok pemuda yang ahli
ibadah, ahli zuhud, dan ahli qana’ah.
Aisyah ra bertanya, “Apa yang terjadi dengan
sekelompok pemuda itu?” Ada yang menjawab, “Pada pemuda itu adalah orang-orang
ahli ibadah, ahli qana’ah dan ahli zuhud.” Aisyah ra berkata, “Demi Allah yang
jiwaku berada di dalam genggamanNya, sesungguhnya Umar (bin Khattab) adalah
orang yang lebih banyak ibadahnya, lebih hebat zuhudnya dan lebih takut kepada
Allah daripada mereka. Namun apabila Umar ra memukul, pukulannya menyakitkan.
Apabila dia berbicara, pembicaraannya didengarkan. Dan apabila dia berjalan,
maka jalannya cepat.”
Maka, berpeganglah kita kepada kekuatan pribadi kita
ketika berbicara, bergerak dan ketika berjalan.
c.
Komitmen
dalam Penampilan
Hendaknya kita memakai
pakaian yang rapi, indah, dan menarik, sehingga di hadapan manusia kita
dianggap sebagai seseorang yang sarat nilai-nilai keagamaan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha
Indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada para sahabatnya, “Perbaikilah
kendaraan dan pakaian kalian. Sehingga kamu kelihatan seolah-olah menjadi aroma
yang tersebar di tengah-tengah manusia.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Hakim).
Maka, di sini saya mengharapkan kepada
diri saya dan kepada saudara-saudara saya para generasi muda, agar senantiasa
memakai wewangian dan mengenakan pakaian yang rapi, indah, dan menarik. Pakaian
yang memperlihatkan kedisiplinan dan agama mulia nan agung. Kita juga tidak
membenarkan golongan sesat dari penganut sufi, yang penampilannya berantakan,
yang mencemarkan nama baik agama dan mencoreng muka agama itu sendiri.
d.
Komitmen
pada Ambisi yang Luhur
Dalam melakukan shalat, kita tidak rela
kecuali dengan shalat yang paling sempurna, paling khusyu’, dan paling bagus.
Dalam menuntut ilmu, kita tidak rela kecuali ilmu yang sampai hingga
akar-akarnya dan kita benar-benar profesional serta ahli di bidang tersebut.
Dalam hal spesialisasi, kita tidak rela kecuali kita menjadi seorang pakar yang
nomor 1 di dalamnya. Maka saya mengharapkan kepada saudara-saudara kita, supaya
mereka menjadi para imam. Hendaknya mereka menjadi para mufti masa depan. Dalam
waktu dekat ini mereka menjadi para imam mujtahid yang akan membimbing umat ini
dengan fatwa mereka, firman Allah Swt dan sabda Rasulullah Saw.
Suatu sudut di Pulau Haji Sani: "kadang untuk menyaksikan keindahan, butuh perjuangan dan pengorbanan...tapi manisnya kan terus terkenang, anassekuduk |
Dosa yang (Seharusnya Tidak) Menghalangi
Generasi
muda menjadikan dosa-dosa yang mereka lakukan sebagai sarana dan perantara.
Mereka juga meninggalkan lapangan dakwah, disebabkan oleh dosa yang cukup
banyak.
Saya
pernah menemui seorang pelaku dosa. Saya memintanya agar aktif dalam lapangan
dakwah pada Allah Swt, agar dia ikut andil dalam berceramah, ikut serta dalam beramar
makruf nahi munkar atau pengajian. Agar ia juga aktif memberikan kata-kata yang
sejuk dan baik serta ikut dalam menasihati saudara-saudaranya. Namun, dia malah
mengatakan, “Saya ini adalah seorang pendosa, dan orang seperti saya tidaklah
pantas untuk berdakwah dan berceramah kepada manusia.”
Fenomena
ini adalah sebuah kesalahan yang sangat diwaspadai para ulama. Allah Swt
berfirman:
.................وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا
وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢١)
“Sekiranya
tidaklah karena karunia Allah Swt dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya
tidak ada seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan
mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendakiNya. Allah Mahadengar lagi MahaMengetahui.” (QS. An-Nur: 21)
Setiap
kita pernah berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah
orang bertaubat. Rasulullah صلى الله
عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ لَمْ
تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللهَ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُّذْنِبُوْنَ
فَيَسْتَغْفِرُلَهُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di
tanganNya, kalau sekiranya kamu tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan
melenyapkan kamu. Kemudian Allah akan mendatangkan kaum selain kamu. Mereka
berbuat dosa, dan mereka meminta ampun kepada Allah, lalu Allah mengampuni
mereka.” (HR. Muslim)
Maka
jangan sampai kita berhenti beramar makruf nahi munkar dengan alasan kita
adalah seorang pendosa. Dalam kitab Talbis Al-Iblis, Abul Faraj Ibnul Jauzi
mengatakan, “Sungguh Iblis telah berhasil membujuk rayu sebagian ahli ibadah.
Dia melihat kemungkaran, tetapi tidak mencegahnya. Lalu orang tadi berkata,
“Yang mencegah kemungkaran dan yang menyuruh kebaiakn adalah orang yang sudah
bagus dan baik. Sementara saya belum baik betul, bagaimana mungkin saya
menyuruh orang lain?” Hal ini adalah sebuah kesalahan, karena dia seharusnya
mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada yang makruf.”
Pada jilid
ke 10 kitab Al-Fatawa, ketika Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah berwasiat kepada
Abul Qasim Al-Maghribi, “Bahwa seorang hamba pasti melakukan kesalahan dan dosa
adalah sebuah kemestian yang ada pada diri seorang hamba. Namun dia harus
meminta ampun kepada Allah, sehingga seseorang tidak beralasan (untuk tidak
melakukan kebaikan), hanya karena ia telah berdosa.”
Mengasingkan Diri dari Masyarakat
Salah
satu problema ialah mengasingkan diri dari masyarakat dengan alasan mereka
penuh dengan kemaksiatan. Semua orang berbuat dosa dan kesalahan merajalela.
Orang itu berkata,”Berlarilah dengan agamamu, sebagaimana kamu berlari dari
seekor singa.” Seorang lagi berkata dengan beralasan sebuah hadits: “Kamu harus
memperhatikan dirimu sendiri”.
Seorang
lagi ada yang mengemukakan alasan dengan sabda Rasulullah Saw, “Hampir
saja yang menjadi harta paling baik bagi seorang muslim itu adalah kambing yang
dia ikuti terus di puncak-puncak gunung dan di lorong-lorong kampung dan
pedesaan. Dia berlari dengan agamanya dari berbagai fitnah yang menghadang.”
(HR. Bukhari)
Kita
mendapatinya hanya berjalan dari rumahnya menuju masjid, namun tidak peduli
dengan keadaan masyarakatnya. Dia tidak peduli dengan studinya, kuliahnya, dan
bahkan tidak peduli dengan pasar. Hal ini adalah sebuah kesalahan, karena dalam
sebuah hadits shahih, Rasulullah Saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ الّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ
وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الّذِيْ لَا ُخَالِطُهُمْ وَلَايَصْبِرُ
عَلَيْهِمْ
“Orang
yang bergaul dengan manusia dan bersabar terhadap cobaan mereka, lebih baik
daripada orang yang tidak bercampur dengan manusia dan tidak sabar terhadap
cobaan mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Ini
merupakan fenomena yang bertentangan dengan realitas dakwah para nabi. Sungguh,
mereka tidaklah diutus di gua-gua. Orang yang mengasingkan diri dengan agamanya
adalah orang yang telah berbuat jahat dan menjelekkan citra Islam. Kecuali
dalam beberapa fase tertentu, dalam beberapa keadaan tertentu dan bagi
orang-orang tertentu saja.
Hendaknya
seorang hamba bertaqwa kepada Rabbnya dan tidak mengasingkan diri dari
saudara-saudaranya kaum beriman. Karena di sana
masih banyak hamba-hamba Allah yang shalih, gemar berpuasa, ahli ibadah,
dan gemar berbuat kebajikan. Maka pergaulilah mereka, cegahlah kemungkaran dan
suruhlah kepada kebaikan.
Memang,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah seorang hamba itu ada kalanya harus
menyendiri dengan dirinya sendiri pada waktu-waktu tertentu. Supaya berdzikir,
berdoa kepada Allah dan mengintrospeksi dirinya. Namun, secara prinsip, dia
harus bergaul dan membaur dengan masyarakat luas, seperti melakukan shalat
jamaah, shalat Jum’at, dan shalat-shalat hari raya. Juga dianjurkan agar dia
berbaur dan bergaul dengan mereka dalam berbagai pengajian dan ceramah
keislaman.
Muslimah Enggan Berdakwah
Masalah
lainnya zaman ini adalah sempit dan sedikitnya peran serta muslimah dalam
mengemban dakwah islamiyah. Bahkan kebanyakan dari mereka tidak pernah aktif
dalam lapangan dakwah. Mereka beralasan bahwa dakwah, amar makruf nahi munkar
adalah tugas kaum lelaki. Allah Swt berfirman dalam QS. At-Taubah: 71 :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ
أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٧١)
71. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Jadi, seorang muslimah juga berkewajiban
untuk mengemban dakwah dan beramar makruf nahi munkar. Beban yang diemban kaum
muslimah juga sama seperti beban yang diemban lelaki.
Siapakah
yang mengajak kaum wanita ke jalan Allah selain kaum muslimah itu sendiri?
Siapa pula yang akan mengajari kaum wanita selain para muslimah? Ini adalah
amanat langsung dari Nabi Muhammad Saw di pundak kaum muslimah.
Sejarah
Islam mencatat kontribusi kongkrit dari kaum muslimah yang senantiasa tegar
sebagai seorang juru dakwah. Mereka mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada
kebaikan, seperti Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Hafshah
binti Umar, Ummu Imarah, Nusaibah binti Kaab, Fatimah binti Sa’id bin Musayyib
dan masih banyak lagi yang lainnya. Semoga Allah meridhai mereka semua.
Bahkan di
sepanjang sejarah, kita bisa menemukan banyak sekali kaum muslimah yang
berprofesi sebagai seorang pengajar, penceramah, ahli tafsir, ahli hadits, dan
ahli fiqih. Mereka senantiasa mengajar dan membimbing kaum wanita. Dakwah kaum
muslimah bisa berupa dakwah dalam lingkungan keluarganya, di lingkungan
keluarga suaminya, dan tetangganya.
Sekian,
untuk lebih lanjut silakan rekan merujuk ke buku ini. Recomended. Moga tulisan
kali ini bermanfaat.
Salam takzim,
anassekuduk
Selesai, Sekuduk: Senin, 9-7-2019_23.35..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar