Selasa, 09 Juli 2019

BAHAS BUKU: SELAGI MASIH MUDA_Dr. A’IDH AL-QARNI


SELAGI MASIH MUDA
Bagaimana Menjadikan Masa Muda Begitu Berharga
Dr. A’IDH AL-QARNI



anassekuduk
Solo: Al-Aqwam
344 hlm; 20,5 cm
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على سيّدنا محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وصحبه اجمعين, امّابعد
a.       INTRO>>>>>>> 
            Pada tulisan berikut, saya akan menuliskan beberapa kutipan dari buku Dr. A’idh Al-Qarni yang berjudul “SELAGI MASIH MUDA: Bagaimana Menjadikan Masa Muda Begitu Bermakna”. Saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca dan dimiliki oleh rekan-rekan. Bacalah, cernalah, serap nutrisi gizi dari buku ini. Harapannya, kutipan tulisan dari buku ini dapat menjadi bahan renungan dan moga bermanfaat kepada rekan pengunjung blog ini.   
صلى الله عليه وسلم[anassekuduk]
suatu ketika mendampingi kontingen FASI kec. Sejangkung


b.       THE CONTENT>>>>>>>>>>
Lemah Cita-cita
Banyak di antara pemuda menganggap dirinya “di luar peta”, mengganggap orang-orang tidak melihatnya, dan mengganggap tugas dibebankan kepada orang lain.
Jika Anda bertanya kepadanya, “Mengapa kamu tidak menempa diri agar menjadi mufti di daerahmu?” Ia tentu menjawab, “Kita sudah cukup dengan qadhi (hakim-hakim) agama.”
“Mengapa Anda tidak menjadi khatib (penceramah agama)?” Ia tentu menjawab, “Penceramah-penceramah banyak tersebar.”
Lalu di mana posisi Anda? Apa peran Anda dalam hidup ini? Apa yang akan Anda katakan kelak kepada Allah bila Anda dimintaiNya pertanggungjawaban? Bacalah firman Allah dalam QS. Al-Qiyamah: 14-15.
Para pemuda sungguh banyak. Mereka memiliki emosi (perasaan-perasaan), cita-cita, dan derita-derita untuk umat ini. namun, banyak di antara mereka yang tidak tahu kemana dituangkannya perasaan-perasaannya itu atau bagaimana cara menuangkannya. Hal seperti ini berdampak negatif ketika kita melakukan pekerjaan.
Tidak mesti setiap kita menjadi khatib, dai atau penyair. Tidak. Sebab berbagai bidang terbentang di hadapan dan banyak jalan berbuat baik bisa dilakukan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 60.
Yang penting, Anda melihat beberapa potensi dan kemampuan Anda. Selanjutnya bergerak untuk kemajuan Islam, sebatas potensi dan kemampuan Anda itu.

Inferiority Complex, Nggak Pe-De
Kita semua adalah orang-orang yang selalu salah, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat. Karenanya, pintu taubat selalu terbuka sampai matahari terbit dari barat.
Banyak di antara pemuda yang mendapat hidayah, padahal dulunya sering berbuat kemaksiatan. Pemuda yang mendapat hidayah ini dulunya selalu melakukan hal-hal negatif. Mulai mencambuk dirinya sendiri dan mengkhawatirkannya, merasa dirinya hina dan tak pantas berbuat kebaikan apa pun.
Apabila Anda katakan kepadanya, “Mengapa kamu tidak menjadi dai, khatib, atau penceramah?” Ia berkata, “Saya? Setelah melakukan perbuatan-perbuatan kriminal dan melalui masa lalu yang buruk itu saya memimpin umat? Saya tidak sanggup. Carilah orang selain saya!”
Pemuda ini masih saja membenturkan dirinya sampai rela terhina dengan hasil yang sedikit. Sehingga ia berada dalam peran negatif dalam kehidupan dakwah dan sikap komitmen disebabkan oleh kekhawatirannya tersebut.
Mestinya, seorang pemuda harus berani melakukan kebaikan dan memotivasi dirinya untuk mendobrak berbagai kesulitan. Ia harus menunjukkan bahwa dia mampu melakukannya dengan bantuan kekuatan dan kekuasaan Allah Azza wa Jalla.
Ia mesti ingat bahwa sahabat-sahabat Nabi yang senior seperti Umar ra dulu pernah menyembah berhala dan melakukan dosa-dosa besar. Namun setelah bertaubat, mereka pun benar-benar berpindah menuju posisi-posisi yang tinggi di alam ghaib dan tingkatan-tingkatan ibadah (penghambaan kepada Allah).
Anda mesti mengetahui bahwa Allah senang dengan taubat hambaNya. Ketika Anda datang kepada Allah dengan membawa dosa-dosa besar sebesar bumi ini, kemudian Anda bertaubat, niscaya Allah Swt datang kepada Anda dengan ampunan sebesar itu juga.
Nabi Isa As pernah melihat orang yang berbuat maksiat, lalu dibawanya orang itu ke Baitul Maqdis. Ketika mereka berdua sampai, orang yang berbuat maksiat ini berkata. “Wahai Isa, tinggalkan aku. Aku takut mengotori Baitul Maqdis ini.”
Kemudian Allah mewahyukan kepada Isa as, “Beritahukan kepada orang yang berbuat maksiat itu, bahwa Aku telah mengampuninya. Demi keagungan dan kemuliaanKu, di sisiKu ucapannya sungguh lebih baik daripada ibadah 70 tahun.”
Imam Ahmad pernah ditanya, “Apakah seorang hamba tetap begitu saja sampai merasa sempurna, kemudian baru berdakwah ke jalan Allah?” Ia menjawab, “Wah.....siapa orang yang sempurna?”
Karenanya,, ayo wahai pemuda Islam! Banyak bidang yang membutuhkan Anda sekalian. Jangan sampai kalian mudah percaya dengan berbagai hasutan dan kesesatan.

Komitmen yang Harus Dimiliki Generasi Muda
Dalam bahasan ini, penulis mengemukakan empat komitmen:
a.       Komitmen dalam Berakidah
Seorang mukmin mengemban sebuah risalah (ajaran) dan prinsip. Dia senantiasa menyadari bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, tentang tugasnya dalam mengemban akidah ini. hendaknya, ia mempersiapkan jawaban yang akan dia kemukakan di hadapanNya. Komitmen akidah ini dapat kita lihat dalam QS. At-Taubah: 111.
Kadang seorang mukmin melepas sebagian dari nilai akidahnya atau sesuatu dari akar akidahnya, karena takut atau hendak memenuhi keinginan manusia. Hal ini merupakan kesalahan besar. Silakan renungkan kisah Habib bin Zaid ra menghadapi Musailamah Al-Kadzdzab, si nabi palsu. Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmi menghadapi raja Persia. Begitu pula Khubain bin Adi ra ketika menghadapi tiang gantungan. [Saya sarankan cari dan bacalah bagaimana kisah mereka mempertahankan akidah hingga nyawa meninggalkan raga. anassekuduk]  

b.       Komitmen Pribadi
Hendaknya kita menjadi seorang yang alim dan mengetahui cara berbicara yang baik, percaya kepada diri sendiri, dan terbebas dari segala bentuk perbudakan kepada selain Allah Swt.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Orang beriman yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang beriman yang lemah”, (HR. Muslim)
Suatu ketika, Ummul Mukminin Aisyah melihat sekelompok pemuda yang berjalan dengan gontai, lemas, loyo, dan bermalas-malasan. Hal itu menandakan mereka sangat lemah _mereka adalah sekelompok pemuda yang ahli ibadah, ahli zuhud, dan ahli qana’ah.
Aisyah ra bertanya, “Apa yang terjadi dengan sekelompok pemuda itu?” Ada yang menjawab, “Pada pemuda itu adalah orang-orang ahli ibadah, ahli qana’ah dan ahli zuhud.” Aisyah ra berkata, “Demi Allah yang jiwaku berada di dalam genggamanNya, sesungguhnya Umar (bin Khattab) adalah orang yang lebih banyak ibadahnya, lebih hebat zuhudnya dan lebih takut kepada Allah daripada mereka. Namun apabila Umar ra memukul, pukulannya menyakitkan. Apabila dia berbicara, pembicaraannya didengarkan. Dan apabila dia berjalan, maka jalannya cepat.”
Maka, berpeganglah kita kepada kekuatan pribadi kita ketika berbicara, bergerak dan ketika berjalan.

c.       Komitmen dalam Penampilan
Hendaknya kita memakai pakaian yang rapi, indah, dan menarik, sehingga di hadapan manusia kita dianggap sebagai seseorang yang sarat nilai-nilai keagamaan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada para sahabatnya, “Perbaikilah kendaraan dan pakaian kalian. Sehingga kamu kelihatan seolah-olah menjadi aroma yang tersebar di tengah-tengah manusia.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Hakim).
Maka, di sini saya mengharapkan kepada diri saya dan kepada saudara-saudara saya para generasi muda, agar senantiasa memakai wewangian dan mengenakan pakaian yang rapi, indah, dan menarik. Pakaian yang memperlihatkan kedisiplinan dan agama mulia nan agung. Kita juga tidak membenarkan golongan sesat dari penganut sufi, yang penampilannya berantakan, yang mencemarkan nama baik agama dan mencoreng muka agama itu sendiri.

d.       Komitmen pada Ambisi yang Luhur
Dalam melakukan shalat, kita tidak rela kecuali dengan shalat yang paling sempurna, paling khusyu’, dan paling bagus. Dalam menuntut ilmu, kita tidak rela kecuali ilmu yang sampai hingga akar-akarnya dan kita benar-benar profesional serta ahli di bidang tersebut. Dalam hal spesialisasi, kita tidak rela kecuali kita menjadi seorang pakar yang nomor 1 di dalamnya. Maka saya mengharapkan kepada saudara-saudara kita, supaya mereka menjadi para imam. Hendaknya mereka menjadi para mufti masa depan. Dalam waktu dekat ini mereka menjadi para imam mujtahid yang akan membimbing umat ini dengan fatwa mereka, firman Allah Swt dan sabda Rasulullah Saw.
 
Suatu sudut di Pulau Haji Sani: "kadang untuk menyaksikan keindahan, butuh perjuangan dan pengorbanan...tapi manisnya kan terus terkenang, anassekuduk
Dosa yang (Seharusnya Tidak) Menghalangi
Generasi muda menjadikan dosa-dosa yang mereka lakukan sebagai sarana dan perantara. Mereka juga meninggalkan lapangan dakwah, disebabkan oleh dosa yang cukup banyak.
Saya pernah menemui seorang pelaku dosa. Saya memintanya agar aktif dalam lapangan dakwah pada Allah Swt, agar dia ikut andil dalam berceramah, ikut serta dalam beramar makruf nahi munkar atau pengajian. Agar ia juga aktif memberikan kata-kata yang sejuk dan baik serta ikut dalam menasihati saudara-saudaranya. Namun, dia malah mengatakan, “Saya ini adalah seorang pendosa, dan orang seperti saya tidaklah pantas untuk berdakwah dan berceramah kepada manusia.”
Fenomena ini adalah sebuah kesalahan yang sangat diwaspadai para ulama. Allah Swt berfirman:
.................وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا
وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (٢١)
Sekiranya tidaklah karena karunia Allah Swt dan rahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak ada seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya. Allah Mahadengar lagi MahaMengetahui.” (QS. An-Nur: 21)
Setiap kita pernah berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang bertaubat. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللهَ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُّذْنِبُوْنَ فَيَسْتَغْفِرُلَهُمْ          
Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, kalau sekiranya kamu tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kamu. Kemudian Allah akan mendatangkan kaum selain kamu. Mereka berbuat dosa, dan mereka meminta ampun kepada Allah, lalu Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim)
Maka jangan sampai kita berhenti beramar makruf nahi munkar dengan alasan kita adalah seorang pendosa. Dalam kitab Talbis Al-Iblis, Abul Faraj Ibnul Jauzi mengatakan, “Sungguh Iblis telah berhasil membujuk rayu sebagian ahli ibadah. Dia melihat kemungkaran, tetapi tidak mencegahnya. Lalu orang tadi berkata, “Yang mencegah kemungkaran dan yang menyuruh kebaiakn adalah orang yang sudah bagus dan baik. Sementara saya belum baik betul, bagaimana mungkin saya menyuruh orang lain?” Hal ini adalah sebuah kesalahan, karena dia seharusnya mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada yang makruf.”
Pada jilid ke 10 kitab Al-Fatawa, ketika Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah berwasiat kepada Abul Qasim Al-Maghribi, “Bahwa seorang hamba pasti melakukan kesalahan dan dosa adalah sebuah kemestian yang ada pada diri seorang hamba. Namun dia harus meminta ampun kepada Allah, sehingga seseorang tidak beralasan (untuk tidak melakukan kebaikan), hanya karena ia telah berdosa.”

Mengasingkan Diri dari Masyarakat
Salah satu problema ialah mengasingkan diri dari masyarakat dengan alasan mereka penuh dengan kemaksiatan. Semua orang berbuat dosa dan kesalahan merajalela. Orang itu berkata,”Berlarilah dengan agamamu, sebagaimana kamu berlari dari seekor singa.” Seorang lagi berkata dengan beralasan sebuah hadits: “Kamu harus memperhatikan dirimu sendiri”.
Seorang lagi ada yang mengemukakan alasan dengan sabda Rasulullah Saw, “Hampir saja yang menjadi harta paling baik bagi seorang muslim itu adalah kambing yang dia ikuti terus di puncak-puncak gunung dan di lorong-lorong kampung dan pedesaan. Dia berlari dengan agamanya dari berbagai fitnah yang menghadang.” (HR. Bukhari)
Kita mendapatinya hanya berjalan dari rumahnya menuju masjid, namun tidak peduli dengan keadaan masyarakatnya. Dia tidak peduli dengan studinya, kuliahnya, dan bahkan tidak peduli dengan pasar. Hal ini adalah sebuah kesalahan, karena dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah Saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ الّذِيْ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الّذِيْ لَا ُخَالِطُهُمْ وَلَايَصْبِرُ عَلَيْهِمْ   
Orang yang bergaul dengan manusia dan bersabar terhadap cobaan mereka, lebih baik daripada orang yang tidak bercampur dengan manusia dan tidak sabar terhadap cobaan mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Ini merupakan fenomena yang bertentangan dengan realitas dakwah para nabi. Sungguh, mereka tidaklah diutus di gua-gua. Orang yang mengasingkan diri dengan agamanya adalah orang yang telah berbuat jahat dan menjelekkan citra Islam. Kecuali dalam beberapa fase tertentu, dalam beberapa keadaan tertentu dan bagi orang-orang tertentu saja.
Hendaknya seorang hamba bertaqwa kepada Rabbnya dan tidak mengasingkan diri dari saudara-saudaranya kaum beriman. Karena di sana  masih banyak hamba-hamba Allah yang shalih, gemar berpuasa, ahli ibadah, dan gemar berbuat kebajikan. Maka pergaulilah mereka, cegahlah kemungkaran dan suruhlah kepada kebaikan.
Memang, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah seorang hamba itu ada kalanya harus menyendiri dengan dirinya sendiri pada waktu-waktu tertentu. Supaya berdzikir, berdoa kepada Allah dan mengintrospeksi dirinya. Namun, secara prinsip, dia harus bergaul dan membaur dengan masyarakat luas, seperti melakukan shalat jamaah, shalat Jum’at, dan shalat-shalat hari raya. Juga dianjurkan agar dia berbaur dan bergaul dengan mereka dalam berbagai pengajian dan ceramah keislaman.

Muslimah Enggan Berdakwah
Masalah lainnya zaman ini adalah sempit dan sedikitnya peran serta muslimah dalam mengemban dakwah islamiyah. Bahkan kebanyakan dari mereka tidak pernah aktif dalam lapangan dakwah. Mereka beralasan bahwa dakwah, amar makruf nahi munkar adalah tugas kaum lelaki. Allah Swt berfirman dalam QS. At-Taubah: 71 :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
 عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
 أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٧١)
71. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Jadi, seorang muslimah juga berkewajiban untuk mengemban dakwah dan beramar makruf nahi munkar. Beban yang diemban kaum muslimah juga sama seperti beban yang diemban lelaki.
Siapakah yang mengajak kaum wanita ke jalan Allah selain kaum muslimah itu sendiri? Siapa pula yang akan mengajari kaum wanita selain para muslimah? Ini adalah amanat langsung dari Nabi Muhammad Saw di pundak kaum muslimah.
Sejarah Islam mencatat kontribusi kongkrit dari kaum muslimah yang senantiasa tegar sebagai seorang juru dakwah. Mereka mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada kebaikan, seperti Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Hafshah binti Umar, Ummu Imarah, Nusaibah binti Kaab, Fatimah binti Sa’id bin Musayyib dan masih banyak lagi yang lainnya. Semoga Allah meridhai mereka semua.
Bahkan di sepanjang sejarah, kita bisa menemukan banyak sekali kaum muslimah yang berprofesi sebagai seorang pengajar, penceramah, ahli tafsir, ahli hadits, dan ahli fiqih. Mereka senantiasa mengajar dan membimbing kaum wanita. Dakwah kaum muslimah bisa berupa dakwah dalam lingkungan keluarganya, di lingkungan keluarga suaminya, dan tetangganya.
Sekian, untuk lebih lanjut silakan rekan merujuk ke buku ini. Recomended. Moga tulisan kali ini bermanfaat. 
Salam takzim, anassekuduk

            Selesai, Sekuduk: Senin, 9-7-2019_23.35..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...