Bismillah......lillah.......
Alangkah
indahnya jika: di rumah sakit, para perawat
dan dokter muslim mendawamkan ruqyah atau dzikir
perlindungan dan pengobatan pagi dan sore. Alangkah indah jika para pasien dan
pengunjung yang muslim juga selalu menjaga shalat fardhu yang 5 waktu dan
mendekatkan diri dengan doa dan dzikrullah, sedekah, saling perhatian,
mengelola kesabaran dan kesyukuran atas hidup yang masih melekat di badan. Alangkah
indah jika di samping resep obat, lembaran doa ma’tsur pengobatan dari Nabi
juga di lampirkan oleh perawat dan diamalkan oleh pasien...alangkah
indahnya, jika sembuh kita sembuh dengan paripurna karena ikhtiar dan doa kita
tidak putus-putus. Jika ternyata ada yang dijemput malaikatul maut berpulang
dalam keadaan sabar, tawakkal, dan husnuzhan
kepada Allah Swt. Alangkah indah jika niat-niat baik penulis dapat
diungkapkan di sini dengan ikhlas, bersih tulus niat, dan mencapai banyak
saudaraku yang lain, terlepas dari fakta bahwa potensi kekurangan
dan kekhilafan yang sangat mungkin muncul baik sengaja maupun tak sengaja.
Tulisan kali ini saya
kutipkan dari buku karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dari halaman 195-250. Tulisan
ini bersifat resume atau poin-poin yang menurut penulis cukup mewakili
atau yang paling praktis (mudah dan langsung praktik) karena sangat luasnya
materi yang diberikan oleh sang penulis buku.
v PETUNJUK
NABI SAW DALAM TERAPI UMUM TERHADAP SEMUA KELUHAN PENYAKIT DENGAN RUQYAH ILAHIYAH.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud dalam Sunannya dari hadits Abu Darda bahwa ia menceritakan: Aku
pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “ Barangsiapa di antara kalian
mengeluhkan sesuatu atau mendapatkan keluhan salah seorang saudaranya,
hendaknya ia mengucapkan: ......
رَبُّنَا الله الَّذِيْ فِى السَّمَاءِ, تَقَدَّسَ اسْمُكَ وَاَمْرُكَ
فِى السَّمَاءِ وَالْاَرْضِ, كَمَا رَحْمَتُكَ فِى السَّمَاءِ فَاجْعَلْ
رَحْمَتَكَ فِى الْاَرْضِ, وَاغْفِرْلَنَا حُوْبَنَا وَخَطَايَانَا, اَنْتَ رَبُّ
الطَّيِّبِيْنَ, اَنْزِلْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِكَ, وَشِفَاءً مِنْ شِفَائِكَ عَلَى
هَذَا الْوَجْعِ
.....Ya Allah, Rabb kami yang ada di
atas langit, sungguh Mahasuci namaMu dan agamaMu di langit dan di bumi, seperti
juga rahmatMu di langit, maka jadikanlah rahmatMu ada di bumi. Ampunilah dosa dan
kesalahan kami: Engkau adalah Rabb dari orang-orang shalih. Turunkanlah rahmat
dari sisiMu, kesembuhan dari kesembuhanMu terhadap keluhan ini..
...niscaya
dengan izin Allah akan sembuh.”
Sementara dalam Shahih Muslim
diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri bahwa Jibril As pernah datang menemui Nabi
Saw lalu berkata: “Hai Muhammad! Apakah engkau sakit?” Beliau menjawab, “Ya”,
Jibril berkata:......
بِاسْمِ اللهِ اَرْقِيْكَ, مِنْ كُلِّ دَاءٍ يُؤْذِيْكَ, وَ مِنْ
كُلِّ نَفْسٍ اَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ, اَللَّهُ يَشْفِيْكَ, بِاسْمِ اللهِ اَرْقِيْكَ
Artinya:
Dengan Asma Allah aku meruqyahmu dari segala penyakit yang mengganggumu, dan
dari kejahatan setiap jiwa atau ‘ain yang dengki. Semoga Allah memberimu
kesembuhan. Dengan Asma Allah aku meruqyahmu.”
v PETUNJUK
NABI SAW
DALAM MENGATASI KESUSAHAN, KEGUNDAHAN DAN RASA SEDIH
Dalam
Shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadits Ibnu Abbas bahwa
Rasulullah Saw saat tertimpa kesusahan biasa berdoa:
لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ الْعَظِيْم الْحَلِيْم, لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ
رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْم, لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ {السَّبْعَ},
وَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْم
Artinya:
“Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah yang Mahaagung
dan Mahalembut. Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah,
Rabb Arsy yang Agung. Tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan
Allah, Rabb dari langit (yang tujuh), Rabb dari bumi serta Rabb dari Arsy yang
Mulia.”
Dalam
Jami’ At-Tirmidzi diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw apabila merasa
sedih karena suatu hal, beliau mengucapkan:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْم, بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ.
Artinya:
“Ya Allah Yang Mahahidup Yang Mahaterjaga, dengan rahmatMu aku memohon
keselamatan.”
Riwayat
lain dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah mengalami kegundahan karena suatu hal,
beliau memandang ke arah langit sambil berkata:
سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
Artinya:
“Mahasuci Allah yang Mahaagung.”
Namun
bila beliau bersungguh-sungguh sekali dalam doanya, beliau mengucapkan:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْم
Artinya:
“Ya Allah Yang Mahahidup Yang Mahaterjaga,
Dalam
Sunan Abu Daud diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa Rasulullah Saw
bersabda: doa untuk menghadapi musibah adalah sebagai berikut:
اَللّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُوْ فَلَا تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ
طَرْفَةَ عَيْنٍ, وَاَصْلِحْ شَأْنِيْ كُلَّهُ, لَا إِلَهَ اِلَّا اَنْتَ.
Artinya:
“Ya Allah, hanya rahmatMu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau sandarkan
urusanku kepada diriku sendiri biarpun sekejap mata. Perbaikilah segala
urusanku, tidak ada yang berhak diibadahi secara benar melainkan Engkau”
Dalam
masalah yang sama juga diriwayatkan dari Asma binti Umais bahwa ia
menceritakan: Rasulullah Saw berkata kepadaku, “Maukah engkau kuajarkan
beberapa kata yang berguna untuk diucapkan pada saat kesusahan atau di tengah
musibah:
اللهُ رَبِّيْ لَا أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا.
Artinya:
“Ya Allah Ya Rabbi, aku tidak akan menyekutukanNya dengan sesuatu apapun”
Dalam
Sunan Abu Daud dari Said Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw mengajarkan Abu Umamah
yang dihimpit kesedihan dan lilitan hutang doa untuk diamalkannya setiap pagi
dan petang.
اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ, وَأَعُوْذُبِكَ
مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَل, وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ, وَأَعُوْذُبِكَ
مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَال
Artinya:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat lemah dan malas. Aku
berlindung kepadaMu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepadaMu
dari lilitan hutang dan kezhaliman orang lain”
Abu
Umamah berkata: “Lalu doa itu kulakukan dan Allah melenyapkan kesedihan dan hutang
yang melilitku.”
v PETUNJUK
NABI DALAM RUQYAH TERHADAP SENGATAN BINATANG BERBISA DENGAN AL-FATIHAH
Dalam
bagian ini, Penulis buku mengutip riwayat dari Shahih Bukhari dan
Muslim dari Abu Said Al-Khudri yang mengisahkan tentang pemimpin suatu dusun
yang disengat binatang berbisa dan kemudian diruqyah oleh salah satu dari
sahabat dengan membacakan surat Al-Fatihah. Ibnu Qayyim, sang Penulis kemudian
menjelaskan bahwa surat Al-Fatihah, yang Allah tidak pernah menurunkan surat
dalam Al-Qur’an, Taurat, Zabur atau Injil yang setara dengan surat ini: surat
yang mengandung berbagai makna yang tercakup dalam Kitab-kitab Allah, meliputi
berbagai dasar dari Asma Rabb dan kunci-kunci pokoknya, yaitu dalam kata-kata
Allah, Ar-Rabb, Ar-Rahman, Ar-rahim, ditetapkannya keberadaan Hari Pembalasan,
disebutkannya keesaan Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara alam semesta. Dalam
surat ini disebutkan betapa bergantungnya seorang hamba kepada Allah dengan
cara memohon doa dan pertolongan kepadaNya. Juga betapa pentingnya hidayah
Allah. Siapakah hamba yang tidak membutuhkan hidayah Allah? Hidayah menuju
jalan yang lurus yang meliputi kemampuan makrifat dan tauhid serta ibadah
seorang hamba itu sendiri.
Kemudian
Penulis menyimpulkan bahwa Al-Fatihah itu mengandung keikhlasan beribadah,
pujian kepada Allah, penyandaran urusan kepadaNya, bertawakkal kepadaNya, serta
meminta dengan sepenuh hati untuk mendapatkan seluruh kenikmatan: hidayah yang
mendatangkan seluruh kenikmatan dan menolak segala bencana.
Penulis
kemudian mengatakan, ada yang berpendapat bahwa letak dari “unsur penyembuh”
dalam Al-Fatihah terdapat pada ayat إِيَّكَ نَعْبُدُ وَإِيَّكَ نَسْتَعِيْنُ
Tidak
diragukan lagi bahwa klausa dalam ayat itu adalah bagian terkuat sebagai
penyembuh. Karena keduanya merupakan penyandaran dan ketawakkalan yang mutlak,
permohonan perlindungan dan pertolongan, menunjukkan kebutuhan dan permintaan,
dan gabungan dari segala bentuk tujuan ibadah, yakni hanya mempersembahkan
ibadah kepada Allah semata. Sarana terbaik dalam ibadah adalah memohon
pertolongan Allah untuk beribadah kepadaNya. Kesemuanya itu tidak ada dalam
ayat lain dari surat Al-Fatihah. Penulis kemudian bertutur pernah terserang
penyakit suatu saat di Mekkah, kemudian mencari obat dan juru medis. Sambil
menunggu, penulis mengobati diri dengan surat Al-Fatihah, mengambil air Zamzam
dan meminumnya sambil terus-menerus membaca surat tersebut berulang-ulang. Ternyata
Penulis bisa sembuh total. Mulai saat itu Penulis bersandar pada pembacaan
surat ini untuk mengobati berbagai keluhan, ternyata khasiatnya amat manjur
sekali.
Selanjutnya
Ibnu Qayyim menjelaskan bagaimana ruqyah dengan surat Al-Fatihah dan ayat
lainnya berkhasiat untuk mengobati sengatan binatang beracun atau sakit
lainnya. Di sini akan saya kutip secara lengkap tulisan beliau yang dapat
pembaca rujuk di halaman 219-220, karena dalam hemat saya apa yang disampaikan
Penulis kitab akan sangat membantu kita dalam pemahaman, pengamalan dan praktik
pengobatan dengan surat Al-Fatihah demikian juga dengan ruqyah dan doa-doa
penyembuhan yang diajarkan Rasulullah Saw di bagian-bagian selanjutnya.
h.
219.....Khasiat ruqyah dengan surat Al-Fatihah dan yang lainnya dalam mengobati
berbagai binatang beracun merupakan hal yang ajaib sekali. Karena berbagai
binatang berbisa memberikan pengaruh melalui proses busuk dari jiwa mereka yang
sudah jahat seperti dijelaskan sebelumnya. Senjatanya adalah antup (penyengat)
berbisa yang digunakan untuk menyengat mangsanya. Biasanya mereka akan
menyengat bila sedang marah. Kalau sudah marah, racun dalam tubuhnya akan
bergejolak sehingga terpancar keluar. Allah telah menciptakan obat bagi setiap
penyakit dan lawan atau anti dari segala sesuatu. Jiwa orang yang meruqyah akan
berpengaruh pada orang yang diruqyah sehingga akan menimbulkan aksi dan reaksi
sebagaimana yang terjadi antara obat dan penyakit. Jiwa orang yang diruqyah
akan menjadi kuat dan staminanya meningkat karena ruqyah tersebut untuk
menghadapi penyakitnya sehingga penyakit itu ditolaknya dengan izin Allah.
Poros pengaruh obat terhadap penyakit juga ada pada aksi dan reaksi.
Sebagaimana hal itu bisa terjadi pada setiap bentuk obat dan penyakit ruhani.
Semburan dan tiupan bisa membantu proses pelembaban dan sirkulasi udara serta
bermanfaat untuk jiwa yang diruqyah secara langsung dengan dzikir dan doa.
Karena ruqyah itu keluar dari hati peruqyahnya dari mulutnya. Bila lafal itu
keluar dari mulutnya diiringi dengan sesuatu dari tubuhnya berupa udara, nafas dan
riak atau ludah, maka pengaruhnya akan lebih optimal, lebih efektif, dan lebih
mengena. Adanya persenyawaan antara keduanya merupakan kinerja yang lebih
reaktif, mirip dengan proses ramuan obat-obatan.
h.
220.....Ringkasnya, jika orang yang meruqyah berhadapan langsung dengan roh-roh
jahat untuk kemudian mengunggulinya. Saat diruqyah, memang perlu sekali
meniupkan udara untuk melenyapkan pengaruh tersebut. Semakin besar kekuatan
jiwa orang yang meruqyah, ruqyahnya pun semakin sempurna. Penggunaan tiupan
dalam ruqyah seperti halnya roh-roh jahat menggunakan sengatannya yang beracun.
Penggunaan tiupan ini memiliki rahasia lain. Trik ini sering digunakan oleh
roh-roh baik dan roh-roh jahat. Oleh karena itu para penyihir atau dukun santet
sering menggunakan cara ini, demikian juga orang-orang beriman.
Allah
Swt berfirman: وَمِنْ
شَرِّ النَّفَثَتِ فِى العُقَدِ Dan dari kejahatan wanita-wanita penyihir
yang meniupkan pada buhulan (QS. Al-Falaq: 4)
Sebab,
tiupan bisa ikut mengalami proses sesuai dengan sihirnya, (sikap) kemarahan dan
sengatan. Lalu tiupan-tiupan itu mengirim anak panah, dilepaskan melalui tiupan
dan ludah yang membawa sedikit liur agar pengaruhnya semakin kuat. Para wanita
penenung biasa menggunakan tiupan untuk memaksimalkan sihirnya, meskipun tidak
langsung menyentuh korban sihir, namun tiupan itu diarahkan kepada buhulan
untuk kemudian ditiupkan dengan mantera sehingga akan berpengaruh kepada korban
sihir melalui perantara roh jahat. Ruh yang baik akan menghadapinya dengan
proses yang sama melalui ruqyah yang juga menggunakan tiupan. Mana dari kedua
roh itu yang lebih kuat, dialah yang akan menang. Perseteruan antara satu jenis
jenis ruh dengan ruh yang lain serta perlawanan yang terjadi dari keduanya
seperti halnya perseteruan dan perlawanan antara tubuh kasat, serangan dan
alat-alatnya sama. Bahkan asal dari perseteruan dan peperangan adalah antara
jiwa manusia. Tubuh menjadi tentara dan alat perangnya saja. Akan tetapi orang
yang dikalahkan oleh inderanya tidak akan merasakan adanya pengaruh, aksi dan
reaksi ruh karena inderanya telah demikian mendominasi dirinya dan
dimensi-dimensi ragawi alam ruh dan hukum-hukum serta gerak-geriknya.
Artinya,
bahwa apabila ruh itu kuat dan mengikuti proses kandungan makna Al-Fatihah
dengan bantuan tiupan dan ludah, pasti akan mampu mengatasi ruh jahat tersebut
sehingga bisa tersingkirkan. Wallahu a’lam.
v PETUNJUK
NABI DALAM TERAPI TERHADAP SENGATAN KALAJENGKING DENGAN RUQYAH
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Musnadnya dari hadits Abdullah bin Mas’ud yang
mengisahkan bahwa Rasulullah Saw suatu ketika shalat dan disengat kalajengking
di jari tangan Beliau. Lalu Beliau menyuruh diambilkan bejana berisi air dan
garam. Lalu bagian yang disengat itu direndam dengan air dan garam itu sambil
membaca surat Al-Ikhlas dan Al-Muawwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) hingga
sakitnya reda. Hadits senada juga dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Kabir
dan Al-Ausath, Baihaqi dalam Asy-Syu’ab, Abu Nu’aim dalam Ath-Thib serta Ibnu
Mardwai dari Ali dan Al-Mustanfiri.
Penulis
menjelaskan bahwa dalam hadits ini terdapat petunjuk adanya gabungan antara
obat alami dan obat ilahiyah. Pengobatan ilahiyah dengan pembacaan surat
Al-Ikhlas dan Al-Muawwidzatain, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw tentunya
disertai dengan pemahaman akan dalam dan luasnya makna surat tersebut diserta
keimanan dan keyakinan kepada kekuasaan Allah Swt. Kemudian penggunaan unsur
pengobatan alami yaitu garam. Garam memang berguna untuk menghadapi banyak
jenis racun terutama kalajengking. Penulis kitab Al-Qanun menegaskan, “Garam
bisa digunakan dengan dengan campuran bubuk kain linen (rami) untuk mengatasi
sengatan kalajengking.” Demikian juga disebutkan oleh pakar medis lainnya.
Garam
memiliki energi penyedot dan pelarut sehingga bisa menyedot dan melarutkan
racun. Karena sengatan kalajengking mengandung unsur api, maka ia perlu
didinginkan, disedot dan dikeluarkan. Komposisi antara air yang bersifat
mendinginkan panas sengatan dan garam yang memiliki kemampuan menyedot dan
mengeluarkan racun, menjadi cara terapi yang paling optimal, paling mudah dan
sederhana. Hadits ini juga mengandung peringatan mengenai terapi terhadap
penyakit ini yaitu dengan cara pendinginan, penyedotan, dan pengeluaran racun yang
ada. Wallahu a’lam.
Imam
Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya dari Abu Hurairah, perihal seorang
laki-laki yang datang menjumpai Rasulullah Saw dan menceritakan pada malam
sebelumnya ia disengat kalajengking. Rasulullah Saw kemudian bersabda: “Jika di
waktu sore engkau mengucapkan:
.... أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ للهِ التَّامَّاتِ
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ.
Artinya:
Aku berlindung kepada Allah dengan kalimat-kalimatnya yang paripurna dari
kejahatan makhluk yang Dia ciptakan,” niscaya sengatan itu tidak akan
membahayakanmu.
Harus
diketahui bahwa obat-obatan Ilahiyah bisa berkhasiat melawan penyakit yang
sudah menyerang atau mencegahnya sebelum datang. Kalau penyakit itu datang, ia
tidak akan membahayakan lagi, meskipun menimbulkan rasa sakit. Adapun
obat-obatan alami hanyalah berkhasiat melawan penyakit yang sudah datang
menyerang. Ta’awudz dan dzikir bisa mencegah datangnya penyakit, bisa dengan
menghalangi datangnya tergantung tingkat kesempurnaan dari orang yang melakukan
ta’awudz itu sendiri, kekuatan dan kelemahannya. Ruqyah dan ta’awudz bisa
digunakan untuk menjaga kesehatan dan menghilangkan penyakit.
Disebutkan
juga dalam hadits mengenai ta’awudz Abu Darda secara marfu’:
اَللّهُمَّ
أَنْتَ رَبِّيْ, لَااِلَهَ اِلَّا أَنْتَ, عَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ, وَ أَنْتَ رَبُّ
الْعَرْشِ الْعَظِيْم
“Ya
Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada yang diibadahi secara benar melainkan
Engkau. Hanya kepadaMu aku bertawakkal, dan Engkau adalah Rabb dari Arsy yang
Agung.”
Sebelumnya
telah diulas yang di dalamnya terdapat kata-kata, “Barangsiapa
mengucapkannya di waktu pagi, maka ia tidak akan terkena musibah hingga sore
hari. Dan barangsiapa yang mengucapkannya di waktu sore, maka ia tidak akan
terkena musibah hingga malam hari.”
v PETUNJUK
NABI MENGENAI TERAPI TERHADAP RASA SAKIT DENGAN RUQYAH
Diriwayatkan
oleh Muslim dalam Shahihnya, dari Utsman bin Abil Ash diceritakan bahwa ia
pernah mengeluh kepada Rasulullah mengenai sakit yang dirasakan pada tubuhnya
sejak masuk Islam. Maka Nabi Saw bersabda:
“Letakkan
tanganmu di atas bagian tubuhmu yang sakit, lalu ucapkanllah (بِسْمِ الله) 3 kali, dan ucapkan doa berikut sebanyak
7 kali:
اَعُوْذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَمَا
أُحَاذِرُ.
“Aku
berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari keburukan apa yang aku
kudapati dan kukhawatirkan akan terjadi.”
Dalam
terapi ini terdapat beberapa hal, di antaranya: menyebut Asma Allah,
menyerahkan urusan kepadaNya, memohon perlindungan dengan kemuliaan dan
kekuasaanNya dari rasa sakit. Semua cara itu dapat menghilangkan rasa sakit,
lalu diulang-ulang agar lebih manjur dan lebih mengena. Sama halnya dengan
minum obat yang juga harus berulang-ulang agar bisa mengeluarkan materi
penyakit. Bilangan yang 7 kali itu mengandung keistimewaan tersendiri yang
tidak ditemukan pada bilangan lainnya.
Dalam
Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Nabi Saw pernah menjenguk keluarganya
yang sedang sakit, beliau mengusap tubuhnya dengan tangan kanan beliau sambil
berkata:
اَللّهُمَّ رَبَّ النّاسِ, أَذْهِبِ الْبَأْسَ, وَاشْفِ أَنْتَ
الشَّافِى, لَا شِفَاءَ اِلَّا شِفَاءُكَ,
شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَامًا.
“Ya
Allah, Rabb dari sekalian manusia! Lenyapkanlah rasa sakitnya, berikanlah
kepadanya kesembuhan karena Engkau adalah yang Maha Menyembuhkan, tidak ada
kesembuhan melainkan karena pertolonganMu, kesembuhan yang tidak diiringi
dengan sakit lain.”
Dalam
ruqyah terdapat tawasul kepada Allah dengan kesempurnaan rububiyah dan
rahmatNya agar mendapat kesembuhan. Karena, memang Allah jualah yang memberi
kesembuhan. Sesungguhnya kesembuhan itu hanya berasal dariNya. Maka ruqyah ini
sudah mengandung tawasul kepada Allah dengan tauhid, ihsan dan rububiyahNya.
v MENGHADAPI
KEPEDIHAN MUSIBAH
QS.
Al-Baqarah: 155-157
Ada
2 hal pokok yang harus direnungkan:
-
Pokok pertama:
bahwa
seorang hamba, keluarga dan hartanya adalah benar-benar milik Allah Swt.
Sehingga apapun yang ada pada diri saat ini dipandang sebagai pinjaman atau
titipan semata.
-
Pokok kedua: tempat kembali
seorang hamba hanyalah kepada Allah Swt. Dirinya sendiri pasti akan
meninggalkan dunia ini di belakangnya untuk kembali –sebagaimana juga ia
datang- seorang diri.
Untuk menghadapi ujian
musibah dapat dilakukan beberapa hal di antaranya:
-
Menyadari bahwa
apapun yang ditakdirkan Allah akan menimpanya tidak akan meleset. (bersucilah,
raihlah mushaf, kemudia baca dan resapilah QS. Al-Hadid: 22-23)
-
Kiat lain, melihat musibah itu
sendiri sehingga ia sadar bahwa Rabb menyediakan sesuatu yang lebih kekal dan
lebih baik dari musibah itu.
-
Kiat lain menghadapi musibah
ialah belajar dari sikap para orang shalih dalam menghadapi musibah. Bacalah
dan renungkan biografi dan kisah orang shalih dalam menghadapi musibahnya.
-
Kiat lain, menyadari bahwa
sekadar rasa duka tidak akan mampu menolak musibah, bahkan menyebabkan efek
sampingnya semakin menjadi-jadi. Kedukaan berlebihan itu sendiri hakikatnya
menunjukkan proses bertambahnya penyakit.
-
Kiat lain ialah dengan
menyadari kehilangan pahala sabar dan berserah diri pada Allah merupakan
musibah besar yang sesungguhnya.
-
Kiat lain, menyadari bahwa
kesedihan itu akan membuat musuh senang, mengganggu temannya sesama muslim, di
samping membuat murka Allah, memancing orang kehilangan daya kontrol,
menggugurkan pahala, melemahkan jiwa.
-
Menyadari bahwa kesabaran dan
harapan akan adanya pahala yang menyusul kemudian jauh lebih banyak daripada
yang bisa diperoleh jika musibah itu tidak datang.
-
Menentramkan hati dengan
mengharap pengganti dari Allah.
-
Menyadari bahwa jatah yang
kita terima sebagai efek datangnya musibah itu tergantung bagaimana kita
meresponnya. Jika kita ridha, kita akan mendapatkan pahala ridha. Jika kita
mengutuknya, maka kita akan mendapat dosa karena mengutuknya.
-
Kiat lain, bagaimana pun
seseorang berduka lara hingga ke puncak kedukaan, akhirnya ia terpaksa harus
bersabar juga. Namun, kesabaran semacam ini sama sekali tak terpuji dan tidak
mendapat pahala.
-
Terapi lain ialah dengan
melakukan segala yang sesuai dengan yang disukai Allah dan diridhaiNya,
dengannya ia akan dapatkan ketentraman.
-
Kiat lain ialah menimbang
antara besarnya nikmat yang hilang karena musibah, dan besarnya ganjaran karena
bersabar.
-
Menyadari bahwa yang memberi
musibah itu ialah Allah yang Mahabijaksana. Ujian yang datang tidaklah
bermaksud untuk membinasakannya akan tetapi menguji kesabaran, keridhaan,
keimanannya.
-
Kiat lain, dengan menyadari
jika kalau bukan karena musibah dan cobaan di dunia ini, tentulah hamba akan
terkena penyakit ujub dan takabur, bahkan bisa menimbulkan Fir’aunisme dan
kebekuan hatinya.
-
Kiat lain ialah menyadari
bahwa kepahitan dunia ialah kemanisan untuk akhirat.
v Terapi
Penyakit Ain
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ للهِ
التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ, وَ مِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ.
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ للهِ
التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ, وَ مِنْ شَرِّ عِبَادَهُ, وَ مِنْ
هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ أَنْ يَحْضُرُوْنَ.
بِاسْمِ اللهِ, حَبْسٌ حَابِسٌ, وَحَجَرٌ
يَابِسٌ, وَشِهَابٌ قَبِسٌ, رَدَدْتُ عَيْنَ الْعَائِنِ عَلَيْهِ, وَعَلَى أَحَبِّ
النَّاسِ إِلَيْهِ: {فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُوْرٍ. ثُمَّ ارْجِعِ
الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيْرٌ.
} ]
Selesai +- 12 tengah
hari, 01-02-2020, sekuduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar