MUQADDIMAH
IBNU KHALDUN (‘Abdurrahman bin
Muhammad bin Khaldun al-Hadrami)
anassekuduk
Jakarta: Pustaka
Firdaus, Cet.9. 852 hlm, 21 cm
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على سيّدنا محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله وصحبه اجمعين, امّابعد
a. INTRO>>>>>>>
Salah
satu buku yang sangat ingin dimiliki. Akan tetapi sayangnya jarang sekali
sempat kami baca. Alasannya sederhana, telah lama, di bangku madrasah Aliyah
tepatnya, nama beliau ini kami dengar. Sependek pengetahuan dan sekelumit
informasi yang kami dapat, Ibnu Khaldun ialah salah satu ilmuwan muslim
masyhur yang memiliki keilmuan yang luas, multi disipliner, dan juga banyak
tokoh Barat yang mengagumi dan merujuk pada karya-karya beliau. Apalagi
ditambah dengan fakta bahwa, seandainya nanti pulang kampung setelah
menyelesaikan kuliah, sangat sulit mendapatkan buku-buku “babon” seperti ini.
Akan tetapi, karena memang luasnya bahasan beliau –rekan pembaca yang punya
buku ini pasti tahu maksudnya- maka, kami hanya akan menulis kutipan yang berkaitan
dengan pengajaran. Point of interest ini tak lain tak bukan karena saat
ini kami berstatus sebagai tenaga pengajar di salah satu sekolah, sehingga
wejangan dari Ibnu Khaldun dalam Muaddimah ini kami rasa sangat pantas untuk
dicerna dan diterapkan dengan melihat pada kesesuaian situasi dan kondisi yang
dihadapi oleh pembaca.
صلى الله عليه وسلم[anassekuduk]
b. THE CONTENT>>>>>>>>>>
H. 751
Sikap yang Benar dalam Pengajaran, Ta’lim Ilmu-ilmu
Pengetahuan dan Metode Mengajarkannya
Ketahuilah
bahwa mengajarkan pengetahuan kepada pelajar hanya akan efektif bila dilakukan
dengan berangsur-angsur, setapak demi setapak, dan sedikit demi sedikit.
Pertama-tama, guru mengajarkan kepada muridnya problem-problem yang prinsipil
mengenai setiap cabang pembahasan yang diajarkan. Keterangan-keterangan yang
diberikan haruslah bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan
akal dan kesiapan pelajar memahami apa yang diberikan kepadanya. Bila dengan
cara ini seluruh pembahasan pokok telah dipahami, pelajar yang bersangkutan
telah memperoleh suatu keahlian dalam cabang ilmu yang dipelajarinya. Tetapi itu baru sebagian dari keahlian yang
masih harus dilengkapi, sehingga hasil keseluruhan keahlian itu dapat
menyiapkannya memahami seluruh pembahasan pokok dengan seluk-beluknya.
Selanjutnya,
menjadi kewajiban guru kembali kepada pembahasan pokok, dan mengangkat
pengajaran kepada tingkat yang lebih tinggi. Kali ini guru tidak boleh puas
hanya dengan cara pembahasan bersifat umum saja. Tetapi dia harus membahas
segi-segi yang menjadi pertentangan dan berbagai pandangan yang berbeda, hingga
pembahasan keseluruhannya sekali lagi diliput dan keahlian pelajar yang
bersangkutan disempurnakan.
Kemudian,
pada suatu kali pelajar yang sudah terlatih itu harus digiring kepada masalah
pokok yang dibahas. Pada tahap ini, tidak ada masalah penting, bagaimana
sulitnya atau yang menjadi pokok perbantahan, boleh ditinggalkan tak terbahas. Semua
harus diterangkan kepada si murid itu, hingga memungkinkan dia mencapai
keahlian yang sempurna.
Dari
sini dapat diketahui bahwa cara latihan yang sebaik-baiknya mengandung 3
kali ulang. Dalam beberapa hal, ulangan yang berkali-kali itu dibutuhkan, tapi
tergantung kepada keterampilan dan kecerdasan murid.
Kita
saksikan banyak guru generasi kita yang tidak tahu sama sekali cara mengajar.
Akibatnya, misalnya, mereka sejak dari permulaan memberikan kepada muridnya
masalah-masalah ilmu pengetahuan yang sukar dipelajari, dan menuntut mereka
memeras otak untuk memecahkannya. Para guru itu mengira, cara yang demikian
merupakan suatu latihan yang tepat, dan karenanya memaksa si murid memahami berbagai
persoalan yang dijejalkan padanya. Pada permulaan para murid telah diajarkan
bagian-bagian yang paling lanjut, sebelum mereka siap memahaminya. Ini dapat
membingungkan mereka. Sebab kesiapan dan kesanggupan memahami suatu ilmu itu
hanya dapat dikembangkan sedikit demi sedikit. Karena pada permulaan, murid
biasanya belum sanggup menyerap pengertian yang sebenarnya, kecuali beberapa
saja. Umumnya pengertian yang diberikan terserap secara kira-kira dan umum,
yang harus dibantu dengan contoh-contoh yang mudah dipahami dan jelas. Kemudian,
kesanggupannya itu akan tumbuh sedikit demi sedikit melalui kebiasaan dan
pengulangan-pengulangan terhadap ilmu yang dipelajari. Hingga mereka kemudian
menjadi siap dan sanggup memahami pokok-pokok persoalannya. Tetapi bila mereka
masih terus dilibatkan dalam masalah-masalah yang sukar dan membingungkan
selagi masih belum terlatih dan belum
sanggup memahami, niscaya otaknya akan dihinggapi kejemuan. Akibat lebih jauh,
mereka akan menganggap ilmu yang dipelajari sukar, dan kemudian akan
mengendurkan semangat mereka untuk memahaminya, dan lalu menjauhkan diri
daripadanya. Padahal, mungkin kesukaran sebenarnya timbul dari cara mengajar
yang tidak betul.
Adalah
penting pula, tidak mencampuradukkan antara masalah yang diberikan dalam buku
pelajaran dengan sejumlah masalah lain. Tindakan ini membuat pelajar menguasai
betul-betul buku yang dipelajari dan memperoleh daripadanya suatu keahlian yang
bisa bermanfaat untuk mendalami berbagai masalah lain. Seorang murid yang telah
memperoleh keahlian dalam salah satu cabang ilmu pengetahuan memang akan lebih
siap mempergunakan keahliannya itu pada cabang ilmu pengetahuan lain. Hal ini
juga akan lebih banyak mengembangkan keinginan belajarnya di samping
keahliannya akan meningkat lebih tinggi lagi sehingga pemahamannya akan ilmu
pengetahuan secara menyeluruh akan tercapai. Tetapi bila banyak masalah sekaligus
dihadapkan kepadanya, ia tidak akan sanggup memahami semuanya. Akibat lebih
jauh, otaknya akan jemu dan tak sanggup bekerja, lalu putus asa, dan akhirnya
akan meninggalkan ilmu yang sedang dipelajari. Dan “Allah akan memberi petunjuk
kepada barangsiapa yang Ia sukai.”
Penting
juga diperhatikan agar jangan terlalu lama melantur pada suatu masalah dan satu
buku sehingga mengganggu jadwal belajar dengan yang tidak semestinya. Ini akan
memberi peluang timbulnya sifat pelupa kepada si murid, sehingga
menceraiberaikan dan membuat terputus-putusnya berbagai bagian ilmu yang sedang
dipelajari, yang akan lebih mempersukar lagi perolehan keahlian dalam ilmu yang
bersangkutan. Sebab, apabila seluruh isi permasalahan, sejak permulaan sampai
akhir, tercerap dalam pikiran dan tercamkan, maka berbagai keahlian akan lebih
mudah dicapai dan lebih mantap, karena diperoleh melalui
pengulangan-pengulangan tindakan dan kaji lanjutan. Karena itu, bila tindakan
tersebut dilupakan maka keahlian yang dihasilkan juga akan dilupakan, dan
“Allah mengajarkan kepadamu apa yang dahulunya tidak kamu ketahui.”
Salah
satu di antara madzhab yang baik dan metode yang harus diikuti dalam
pengajaran, ta’lim, adalah meniadakan cara yang dapat membingungkan si
murid, misalnya dengan tidak mengajarkan dua cabang ilmu pengetahuan sekaligus.
Sebab dengan cara itu ia akan sukar sekali menguasai yang mana pun dari kedua
disiplin ilmu tersebut, karena perhatiannya akan terbagi dan terganggu oleh
satu dari yang lainnya. Bila pikiran benar-benar kosong untuk menerima sesuatu
ilmu, ia dapat membatasi diri sepenuhnya padanya, cara yang lebih sesuai untuk
menyerap ilmu yang diinginkan. Allah yang Mahasuci dan Mahatinggi, memberi
taufiq bagi yang benar.
Engkau,
o pelajar, ketahuilah saya di sini akan memberi beberapa petunjuk yang
bermanfaat bagi studimu. Apabila kamu menerimanya dan mengikutinya dengan
sungguh-sungguh, kamu akan mendapatkan suatu manfaat yang besar dan mulia.
Sebagai pendahuluan yang akan membantumu memahaminya, saya dapat katakan
kepadamu bahwa:
Kemampuan
manusia adalah anugerah khusus yang alami ciptaan Allah, sama seperti Dia
menciptakan setiap makhlukNya. Kemampuan merupakan aksi dan gerak dalam jiwa
manusia, mempergunakan suatu kekuatan pada rongga tengah daripada otak.
Kadang-kadang pemikiran berarti permulaan tindakan manusia yang teratur dan
tertib. Pada saat lain, ia awal mula pengetahuan tentang sesuatu yang tidak ada
sebelumnya. Kemampuan berpikir diperhubungkan kepada sasaran yang kedua
ujungnya dilihat, dan kini hendak ditegaskan atau ditolak. Dalam waktu yang
lebih cepat dari kerdipan mata, ia mengenal garis penengah yang mempersatukan
kedua ujung tersebut, apabila sasaran itu seragam. Atau, ia terus mencapai
garis penengah yang lain, apabila sasarannya berjenis-jenis. Dia pun lalu
menemukan sasarannya. Demikianlah cara kerja kemampuan berpikir, yang
memperbedakan manusia dari semua jenis hewan.
Kemudian,
kemampuan logika merupakan pengetahuan cara
keterampilan alam-berpikir dan mengira-ngirakan cara bertindak. Logika
mendeskripsikannya, untuk mengetahui perbedaan antara pelaksanaan yang benar
dan salah. Untuk menjadi benar, pikiran, berada di dalam esensi kemampuan untuk
berpikir. Namun, ia dipengaruhi oleh kesalahan, walaupun itu jarang. Hal ini,
hal ini timbul dari penglihatan/pemikiran terhadap dua ujung itu tadi dalam
bentuk menyimpang dari yang sebenarnya, sebagai akibat adanya kekacauan pada
tatanan tertib proporsi-proporsi dari mana konklusi dilihat. Logika membantu
membuang kesalahan-kesalahan tersebut. Maka logika adalah barang bikinan yang
disesuaikan dengan sifat proses pemikiran dan disejalankan dengan bentuk kerja
akal. Dan karena sifatnya sebagai barang bikinan, pada umumnya logika tidak
terpakai. Itulah sebabnya, kita menyaksikan banyak penyelidik besar tentang
alam yang tanpa bantuan logika dapat mencapai tujuan penyelidikan berbagai
cabang ilmu pengetahuan. Hal ini dapat benar-benar terjadi bila tujuan mereka
yang esensial ialah mendapatkan kebenaran, dan apabila mereka bergantung kepada
rahmat Allah, yang merupakan sebesar-besarnya bantuan yang mungkin diperoleh.
Mereka membiarkan pikirannya mengikuti jalan yang diberikan oleh kodratnya
sendiri, dan ini tentu saja membawa kepada kebenaran dan ilmu yang dicari,
karena adanya naluri yang ditanamkan Allah di dalam akal.
Di
samping barang bikinan tadi, yaitu logika, terdapat unsur awal lainyya daripada
studi. Yakni pengetahuan tentang kata-kata dan cara kata-kata mengindikasikan
ide-ide yang terdapat di dalam pikiran dengan menariknya dari bentuk-bentuk
tulisan yang diucapkan, dalam hubungannya dengan tulis-menulis, dan dari apa
saja yang diucapkan oleh lidah, atau pembicaraan, dalam hubungannya dengan
ucapan-ucapan yang diungkapkan. Kamu, wahai pelajar, harus melampaui semua
tabir penghalang itu, supaya sampai kepada keadaan yang memungkinkan kamu dapat
berpikir tentang apa saja yang menjadi sasaranmu.
Pertama-tama,
ada cara di mana tulisan menunjukkan kata-kata yang diucapkan. Inilah bagian
yang paling mudah. Lalu ada cara lain ketika kata-kata yang diucapkan
menunjukkan ide-ide yang dicari seseorang. Kemudian, ada pula kaidah-kaidah
untuk merangkai ide-ide dalam susunan-susunan yang tepat. Ini dikenali dalam
keahlian logika, dengan tujuan membuat deduksi. Itulah ide-ide abstrak yang
terdapat di dalam pikiran –jaring-jaring yang dipergunakan seseorang untuk
memburu sasaran dengan menggunakan kemampuan pikir alami seseorang dan
meleburkan dirinya kepada rahmat dan anugerah Allah.
Tidaklah
setiap orang bisa mencapai tingkatan-tingkatan ini dengan tepat, atau dengan
mudah menembus tirai-tirai yang menutupi pengetahuan. Sebab, seringkali akal
berhenti di muka tirai perkataan yang dipergunakan dalam pertukaran pikiran.
Atau tergelincir ketika berupaya mendapatkan hubungan alasan-alasan yang timbul
dalam berbagai perdebatan yang panas dan saat menghadapi ketegangan-ketegangan.
Hal-hal ini membelokkan seseorang dari pencapaian pengetahuan yang dikehendaki.
Dan memang, hanya sedikit saja yang beroleh petunjuk Allah yang dapat mengatasi
berbagai rintangan seperti itu.
Kemudian,
o pelajar, apabila pikiranmu penuh kesukaran dan dalam kebingungan, hingga kamu
mulai bimbang sampaikah atau tidak kepada kebenaran, maka buanglah jauh-jauh
soal-soal bikinan itu. Enyahkanlah tirai kata-kata dan kebimbangan. Lepaskanlah
pikiranmu bergerak ke ruang pemikiran yang kosong dan murni ciptaan Allah,
sambil membiarkannya menjelajah mencari sasarannya, dan mengikuti jejak langkah
nenek moyangmu yang besar. Apabila kamu menjalankan
ini semua, maka cahaya pengetahuan akan menyinarimu. Kemudian, kamu boleh
kembali kepada bentuk-bentuk nyata, lalu tuangkanlah ke dalamnya apa-apa yang
telah kamu peroleh, dan dengan hati-hati mengikuti hukum-hukum logika bikinan.
Berikutnya, tuangkanlah pakaian kebenaran yang telah kamu peroleh itu ke dalam
perkataan, dan sajikanlah kepada dunia ucapan dan gambaran dalam susunan yang
rapi dan kokoh.
Tetapi,
wahai pelajar, bila kamu berhenti pada tingkatan bertukar pikiran dan kemudian
bimbang, dan ragu-ragu dalam usahamu membedakan yang benar dan yang palsu, maka
kamu tidak akan pernah sampai tujuan yang kamu kehendaki. Keadaan ini sama
halnya dengan sebagaian besar ahli pikir zaman sekarang, apalagi yang tadinya
berbicara dengan bahasa selain bahasa Arab, yang merupakan rintangan mental,
atau orang yang terpikat pada logika. Mereka yakin bahwa logika merupakan cara
yang alami untuk menetapkan persepsi kebenaran, sehingga jatuh ke dalam
kebimbangan dalil-dalil, dan sama sekali tidak dapat membebaskan diri dari
rintangan-rintangan yang timbul karenanya.
Sebagai suatu fakta, cara alami untuk
menentukan persepsi kebenaran adalah, seperti
Telah kami kemukakan, kemampuan alami manusia untuk
berpikir, bila itu dilakukannya secara bebas dari semua khayalan, dan apabila
si pemikir meleburkan dirinya kepada rahmat Allah ta’ala. Adapun logika hanya
sekadar mendeskripsikan proses pemikiran, dan amat sering berhasil
meluruskannya. Maka ambillah pelajarna daripadanya dan mohonlah rahmat Allah
bila kamu mendapatkan kesukaran di dalam memahami persoalan-persoalan! Sehingga
cahaya Tuhan akan bersinar kepadamu dan memberi kamu inspirasi yang benar. Dan memberi
petunjuk ke arah rahmatNya. “Dan tidak ada ilmu kecuali dari sisi Allah.” (QS.
67: 26)
H. 763
41. Kekerasan terhadap Pelajar Membahayakan Mereka
Sebabnya
adalah karena sebagai berikut. Hukum yang keras di dalam pengajaran, ta’lim,
berbahaya pada si murid, khususnya bagi anak-anak kecil. Karena itu termasuk
tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan timbulnya kebiasaan buruk. Kekasaran
dan kekerasan dalam pengajaran, baik terhadap pelajar maupun hamba sahaya atau
pelayan, dapat mengakibatkan bahwa kekerasan itu sendiri akan menguasai jiwa
dan mencegah perkembangan pribadi anak yang bersangkutan. Kekerasan membuka
jalan ke arah kemalasan dan keserongan, penipuan serta kelicikan. Berupa,
misalnya, tindak tanduk dan ucapannya berbeda dengan apa yang ada dalam
pikiran, karena takut mendapatkan perlakuan tirani bila mereka mengucapkan yang
sebenarnya. Maka, dengan cara itu mereka diajari licik dan menipu.
Kecenderungan-kecenderungan ini kemudian menjadi kebiasaan dan watak yang
berurat-berakar di dalam jiwa. Ini pada gilirannya merusak sifat kemanusiaan
yang seyogyanya dipupuk melalui hubungan sosial dalam pergaulan dan juga
merusak sikap perwira, seperti sikap mempertahankan diri dan rumah tangga.
Orang-orang yang semacam itu akan menjadi beban orang lain sebagai tempat
berlindung. Jiwanya menjadi malas, dan enggan memupuk sifat keutamaan dan
keluhuran moral. Mereka merasa dirinya kecil, dan tidak mau berusaha menjadi
manusia yang sempurna, lalu jatuh ke dalam “golongan yang paling rendah.”
Inilah
yang dialami hampir setiap bangsa yang pernah dijajah bangsa lain. Atau
mendapat perlakuan kasar. Pengaruh buruk seperti ini jelas-jelas terlihat pada
orang-orang yang tunduk pada kemauan orang lain, dan tidak berkuasa penuh atas
dirinya sendiri. Ingatlah, umpamanya, bangsa Yahudi dengan akhlak buruk yang
mereka miliki, hingga di tiap tempat dan masa diberi julukan terjenal khurj,
yang artinya, ‘serong dan licik.’
Maka
menjadi keharusan guru-guru hendaknya, agar tidak memperlakukan muridnya secara
kasar atau dengan paksaan. Demikian pula hendaknya sikap para bapak terhadap
anak-anaknya. Buku hukum yang dutulis Muhammad bin Abi Sayd, berkenaan hubungan
guru-guru dan murid, mengatakan: “Apabila anak-anak terpaksa dipukul, guru
hendaknya tidak boleh memukul mereka lebih dari 3 kali.” Umar mengatakan, “Barang siapa tidak
terdidik dan terdisiplinkan oleh syari’at, tidak ‘kan terdidik oleh Tuhan.”
Dengan kata-kata itu Umar bermaksud menjaga jiwa dan kehinaan tindakan, dan berdasarkan
keyakinan bahwa tindakan mendidik yang telah ditentukan syari’at lebih kuasa
membuat seseorang terkendali, karena syari’at lebih mengetahui apa yang baik.
Salah
satu di antara metode pendidikan terbaik telah dikemukan Ar-Rasyid kepada
Khalaf bin Ahmar, guru puteranya Muhammad al-Amin, yang berkata, “O Ahmar,
Amirul Mu’minin telah mempercayakan anaknya kepada Anda, kehidupan jiwanya dan
buah hatinya. Maka, ulurkan tangan Anda padanya, dan jadikan dia taat pada
Anda. Ambillah tempat di sisinya yang telah Amirul Mu’minin berikan kepada
Anda. Ajari dia membaca Al-Qur’an. Perkenalkan dia sejarah. Ajak dia
meriwayatkan syiir-syiir dan ajari dia sunnah-sunnah Nabi. Beri dia wawasan
bagaimana berbicara dan memulai suatu pembicaraan dengan baik dan tepat. Larang
dia tertawa, kecuali pada waktunya. Biasakan dia menghormati orang-orang tua
Bani Hasyim yang bertemu dengannya, dan agar dia menghargai para pemuka militer
yang datang ke majlisnya. Jangan biarkan waktu berlalu kecuali jika Anda
gunakan untuk mengajarnya sesuatu yang berguna, tapi bukan dengan cara yang
menjengkelkannya, cara yang dapat mematikan pikirannya. Jangan pula terlalu lemah
lembu, bila umpamanya ia mencoba membiasakan hidup santai. Sebisa mungkin,
perbaiki dia dengan kasih sayang dan lemah lembut. Jika dia tidak mau dengan
cara itu, Anda harus mempergunakan kekerasan dan kekasaran.”
Sekian,
untuk lebih lanjut silakan rekan merujuk ke buku ini. Recomended. Moga tulisan
kali ini bermanfaat.
Salam takzim,
anassekuduk
Selesai, Sekuduk: Ahad, 9-2-2020_20. 36