(كَيْفَ تَزْكُوْ نَفْس الطِّفْلِ)
EDISI BAHASA INDONESIA: ”AGAR JIWA ANAK
TETAP BERSIH”
MUHAMMAD HUSEIN.
PENERBIT:
IRSYAD BAITUSSALAM (PENBERBIT ASAL: DAR AD DA’WAH, MESIR, 1424 H/ 2004 M, CET. I)
a.
Intro........
Assalamu
‘alaikum warahmatullahi
wabarakatuh....Rekan pengunjung yang berbahagia, mengawali tahun 2020 M ini,
saya berharap rekan sekalian dalam keadaan baik, sehat sejahtera, masih tetap
tersenyum menatap masa depan. Cukup lama anassekuduk tidak menulis mengisi
kolom di blog ini, dikarenakan kegiatan yang lumayan padat di tempat kerja.
Jadi, di momen liburan sekolah yang bertepatan dengan pergantian tahun ini,
saya ingin membuka tahun baru ini dengan beberapa poin ringkasan yang ditulis
ketika berselancar di perpustakaan Iman Jama, Lebak Bulus, jika saya tidak
salah ingat. Buku ini bertema parenting (berkaitan dengan dunia orang tua)
memang, akan tetapi tak ada salahnya jika kita yang juga menyandang status
sebagai seorang anak untuk mencernanya. Saya berharap, tulisan kali ini, begitu
juga dengan tulisan-tulisan yang lain baik yang sudah maupun yang menyusul akan
diunggah dapat bermanfaat, setidaknya untuk pribadi, alangkah baiknya juga jika
begitu juga untuk rekan sekalian.
b. Content........
Sosok ayah
di mata anak adalah sosok yang tegas, berdisiplin, sayang meski keras atau
keras meski sayang, dan suka memberi hukuman atau teguran. Kedisiplinan seorang
ayah dan kelembutan seorang ibu bila dipadukan, maka akan berimbang (saling
melengkapi, iqt). Sang anak akan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang
salah. Dari rasa senang dan rasa takut
yang tertanam dalam dirinya, maka akan tumbuh hati nurani dalam dirinya, dan
dia pun dapat memahami prinsip-prinsip dalam kehidupan ini.
Anak akan
berpaling pada jalan yang lain (di luar fitrah yang salim) karena penyakit
berupa perbuatan buruk dan sikap taklid. H. 14
Fase-fase
perkembangan anak:
1.
Kelahiran – usia sekolah: ingin tahu
segala sesuatu di sekelilingnya.
2. Usia
sekolah - 12 tahun: fase penuh fantasi
(daya khayal/imajinasi)
3. 12-18
tahun: memiliki kemampuan berpikir dan berusaha mencari bukti (dalil) atas apa
yang diketahuinya.
4. 18 - 24 tahun: fase penuh ambisi. (cita-cita,
harapan, target dan sebagainya, iqt)
Dalam
interaksi dan mendidik anak hendaknya diingat bahwa seorang anak belum mengenal
apa pun selain kesenangan, hiburan dan kebahagiaan. Ia belum memahami arti
sebuah tanggungjawab sehingga syariat dan logika pun belum membebaninya dengan
tanggungjawab. Karena itu, berusahalah bersenang-senang dengan anak dan memposisikan
diri sebagai penanggungjawab dirinya. Jadikan tanggungjawab tersebut sebagai
bentuk taqarrub ilallah (sarana pendekatan diri kepada Allah Swt).
Sayyidina
Ali bin Abi Thalib ra berkata:
عَلِّمُوْا
اَوْلَادَكُمْ عَلَى غَيْرِ شَاكِلَتِكُمْ فَأِنَّهُمْ مَخْلُوْقُوْنَ لِزَمَانٍ
غَيْرِ زَمَانِكُمْ
“Ajarkanlah anak-anak kalian dengan metode
pengajaran yang berbeda dengan metode pengajaran kalian dahulu. Karena mereka
itu hidup di zaman yang berbeda dengan zaman kalian.”
Seorang
anak bukanlah barang yang anda miliki (secara mutlak) dan bebas dikendalikan
semau anda. Anak adalah makhluk yang memiliki perasaan yang halus, yang
pemeliharaan dan pendidikannya diserahkan kepada anda. Ia adalah amanah dari
Allah kepada Anda.
Ajaklah
anak ke mesjid, majelis ilmu, ke ulama dan mintakan doa untuk anak, bermain dan
bercandalah dengan anak, kenalkan dan bersilaturahmilah dengan kerabat keluarga
dan sebagainya (terutama yang lingkungan pergaulan dan akhlaknya baik) agar
dapat dijadikan sarana mendidik anak.
Kasar dan
kesatnya hati dapat diobati salah satunya dengan menyayangin anak yatim dan
memberi makan orang miskin.
Allah Swt
berfirman kepada orang tua yang bertugas mencari rezeki:
نَحْنُ
نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاكُمْ.......(الاِسْرَأ: 31)
Di sini terdapat pesan dari Allah Swt untuk
mendahulukan rezeki anak yang belum dapat berusaha sebelum memberikan nafkah
kepada orang tua yang mampu berusaha.
Sekian, salam takzim: anassekuduk
Selesai: 08. 38 , 01-01-2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar