RAMPAI RISALAH RAMADHAN
ASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.
Alhamdulillah Washshalatu Wassalamu ‘ala Rasulillah.
Marhaban Ya Ramadhan, betapa bahagianya hati
ini masih dipertemukan Allah Swt dengan bulan nan mulia ini. Bahwa doa yang
kita panjatkan: Allahumma bariklanaa fii Rajaab wa Sya’ban wa ballighnaa
Ramadhan itu terkabulkan. Tak lain dalam hati berharap semoga Ramadhan kali
ini lebih baik yang lalu. Moga bisa merasakan manisnya ibadah dan didikan
Syahru Shiyam ini.
Bulan
Ramadhan tak diragukan lagi ialah bulan yang amat istimewa. Bagaimana tidak, di bulan ini pintu
langit/surga dibukakan, pintu neraka ditutup, syetan-syetan pula dibelenggu. Ada
pula beragam amaliyah sunnah serta suasana batin yang ada di bulan ini yang
kiranya tidak kita temukan di bulan lainnya, salah satu di antaranya ialah
sunnah bersahur. Marilah kita simak sabda Rasulullah Saw terkait amaliyah yang
satu ini:
رَوَى
الشَّيْخَانِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِى السَّحُوْرِ بَرَكَةً
Bukhari-Muslim meriwayatkan dari Anas ra, ia
berkata: “Rasulullah Saw bersabda: ’Bersantap sahurlah kalian, sebab dalam
sahur itu terdapat barakah.’”[1]
Kesunnahan bersahur dan menyegerakan berbuka
juga dapat dilihat dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab
Musnadnya:
لَاتَزَالُ
أُمَّتِيْ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ وَأَخَّرُوا السَّحُوْرَ
“Umat
saya selalu dalam kebaikan, selama mereka segera berbuka dan mengakhirkan
sahur.”
Dalam Kifayatul Akhyar disebutkan bahwasanya
sunatnya sahur itu sudah merupakan ijma’ ulama, dan kesunatan itu sudah
diperoleh walau dengan sedikit makan atau minum air. Dalam kitab sahih Ibnu
Hibban, juga dalam kitab Syarah Muhazzab Imam Nawawi terdapat hadits berbunyi:
تَسَحَّرُوْا
وَلَوْ بِجُزْعَةِ مَاءٍ
“Sahurlah walau dengan seteguk air.”
Imam Rofi’i menyatakan waktu sahur ialah
tengah malam (malam sudah lewat separoh).[2]
Kembali ke judul dari tulisan ini, apakah makna
berkah yang dimaksud sebagaimana juga tertera dalam HR. Bukhari-Muslim dari
Anas ra di atas?
Makna di dalam sahur itu terdapat berkah
memiliki beberapa maksud: Pertama, dengan santap sahur yang walaupun
sedikit dapat membantu melaksanakan puasa. Kedua, maksud berkah di sini
ialah bahwa anjuran sahur itu tidak memberatkan/tidak wajib. Ketiga, melaksanakan
puasa dengan penuh ketaqwaan karena sahur menghasilkan tenaga untuk beribadah
dan mencegah melakukan akhlak tercela yang timbul karena rasa lapar. Keempat,
berkaitan dengan perkara-perkara bersifat ukhrawi karena melaksanakan pekerjaan
sunnah dapat menghasilkan pahala dan tambahannya.[3]
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata mungkin berkah sahur
bagi yang melakukannya tidaklah sama dengan melakukan dzikir, shalat atau
amalan lainnya, yang seandainya tidak melakukan sahur seseorang akan terus tertidur
dan meninggalkan semua amal tersebut.[4]
Imam Rofi’fi menyatakan hikmah mengakhirkan
sahur itu adalah agar kita kuat menjalani puasa.[5]
Orang-orang yang bersahur juga didoakan oleh Allah Swt dan para malaikat
sebagaimana ditakhrij Imam Ahmad dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah Saw
bersabda: “Sahur itu mengandung berkah, maka janganlah kamu meninggalkannya
walaupun salah seorang di antara kalian meneguk satu tegukan air karena
(فَإِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُسَحَّرِيْنَ), Allah dan para malaikat-Nya mendoakan orang-orang yang sahur.[6]
Hendaknya tidak berlebihan saat bersahur.
Karena perut yang kekenyangan bisa menyebabkan seseorang tidak dapat
menggunakan waktunya secara optimal. Hal ini karena kekenyangan menyebabkan
timbulnya rasa malas dan lemas, hingga tujuan berpuasa jadi hilang karena
terlalu banyak makan sementara di antara tujuan berpuasa ialah agar ia dapat
merasakan lapar dan meninggalkan hal-hal yang menggugah selera.[7]
(mulai diketik +- 22.30, 12 April 2021. Selesai
+-01.35, 13 April 2021)
tour dakwah MTs dan MA. M. Basiuni Imran Sambas di Sebelitak (IMG20180128102459) |
Catatan tambahan:
Pada entry yang diberi judul “Rampai Risalah Ramadhan” ini, kami ingin merekam dalam bentuk tulisan bersitan pikiran, ide, refleksi atau kutipan referensi yang ada kaitannya dengan poin-poin yang diangkat dengan tema tertentu yang menurut kami menarik, unik, atau penting untuk dikaji dari bulan yang istimewa ini. Di bahasan yang memang terkait kutipan atau memerlukan rujukan, kami berusaha menulis dengan tetap mengajukan referensi. Akan tetapi maaf jika kurang memuaskan atau memadai karena koleksi buku yang terbatas yang kami miliki di rumah. Jadi, Anda bisa menambah bacaan dari sumber lain jika memerlukan uraian lebih lanjut. Sekian kiranya untuk sekadar pembuka kata. Tentu tulisan ini tak lepas dari khilaf dan kekurangan, karenanya diawali dengan bismillah, juga dengan harapan moga usaha ini bermanfaat dan bernilai amal jariyah, kami juga berharap pengunjung melakukan kajian ulang, atau telusuran lebih lanjut jika menemukan hal yang perlu dikonfirmasi atau dicari pembandingnya. Moga Allah Swt memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan yang lurus dan benar. Memberikan hidayah dan inayah-Nya dalam setiap gerak raga dan batin kita. Amin.
Salam takzim, anassekuduk/nasrullah.
(mulai diketik +- 22.30, 12 April 2021. Selesai +-01.30, 13 April 2021)
[1] Ringkasan Riyadhush Shalihin (diringkas oleh
Syaikh Yusuf An-Nabhani dari kitab Riyadush Shalihin karya Imam Nawawi), Penerbit: Irsyad Baitus
Salam, Bandung. Hal, 234
[2] Terjemah Kifayatul Akhyar jilid 1 (judul asli:
Kifayatul Akhyar fil Ghayatil Ikhtishar, penulis: Imam Taqiyuddin Abu Bakar
Al-Husaini). Penerbit PT. Bina Ilmu Offset, cet. II, 1997, hal. 421
[3] Demikianlah diuraikan di bagian penjelasan HR.
Bukhari dari Anas bin Malik dalam Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim. Judul
asli Al-Lu’lu’ wal Marjan Fima
Ittafaqa ‘alaihi Asy-Syaikhani Al-Bukhari wa Muslim. Penerbit Insan Kamil Solo,
hal. 297
[4] Ibid.
[5] Terjemah Kifayatul Akhyar jilid 1 (judul asli:
Kifayatul Akhyar fil Ghayatil Ikhtishar, penulis: Imam Taqiyuddin Abu Bakar
Al-Husaini). Penerbit PT. Bina Ilmu Offset, cet. II, 1997, hal. 421
[6] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah. Penerbit Pena
Pundi Aksara. Hal 232
[7] Minhajul Qashidin, Imam Asy-Syaikh Ahmad bin
Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy. Penerjemah: Kathur Suhardi.
Penerbit Pustaka Al-Kautsar. Hal. 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar