Khutbah Jumat “Di Pandangan Allah Tidak Ada yang Percuma”.
[dikutip dengan sedikit adaptasi dari buku “Di Bulan Ramadhan Hati
Al-Qur’an Berdzikir” karya Ust. H. Uti Konsen U.M]
اَلسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُللهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ
اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا
النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ.قَالَ اللهُ فِى كِتَابِهِ
الْكَرِيْم: يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ . اَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ
وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Alhamdulillahirabbil’alamin, marilah kita bersyukur kepada Allah
Swt karena dengan kehendakNya jualah, kita bisa berkumpul dalam majelis Jumat
yang berbahagia ini. Shalawat dan salam moga selalu tercurah kepada Nabi
junjungan kita, Muhammad Saw, beserta ahli keluarga dan para sahabat beliau.
Mengawali khutbah ini, tak lupa khatib berpesan, marilah kita selalu menjaga
dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Taqwa Sebagai insan yang
faqir ilmu, khatib juga mengutarakan tidaklah yang berbicara ini lebih baik
daripada yang mendengarkan. Kami memohon kepada Allah Swt, hidayah dan
inayahNya semoga apa yang disampaikan mengandung kebenaran dan memberi
kebermanfaatan.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Pada hari Jumat yang diberkahi ini, khatib akan menyampaikan
khutbah dengan judul
“Di
Pandangan Allah Tidak Ada yang Percuma”.
Kaum
muslimin, jamaah jumat rahimakumullah.....
Sungguh menakjubkan manusia ciptaan
Allah ini. Tidak ada seorangpun yang sidik jari atau retak tangannya sama.
Falsafahnya, sudah merupakan sunnatullah bahwa tidak ada seorangpun yang
bernasib persis sama. Semuanya memiliki kelebihan, sebagaimana semuanya pula
memiliki kekurangan. Namun dengan potensinya masing-masing, siapa pun bisa
mendekati Tuhan. Dengan kata lain tidak perlu ada istilah minder atau rendah
diri. Sebagaimana Allah Swt menegaskan:
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ
عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
Al-Hujurat: 13)
Seorang sufi bernama Abu Said Abul Khair berkata: “Banyak jalan
mendekati Tuhan, sebanyak bilangan nafas para pencari Tuhan. Tetapi jalan yang
paling dekat kepada Allah adalah membahagiakan orang lain di sekitarmu. Engkau
berkhidmat kepada mereka.”
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra berpesan: “Hanya orang yang bekerja
demi kesejahteraan orang lainlah yang akan mendapatkan kesejahteraan di
akhirat.”
Imam Muhammad bin Al-Munkadir pernah ditanya: “Apakah amal yang
paling utama?” Beliau menjawab: “Memberikan rasa bahagia kepada orang mukmin.”
Ditanyakan pula: “Amal dunia apakah yang paling Anda sukai?” Beliau pun menjawab:
“Berbuat lebih baik kepada kawan- kawan.”
Dan jika ingat kembali, ada sebuah hadits dari sahabat Jabir Ra bahwa
Rasulullah Saw bersabda:
وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ
لِلنَّاسِ
“Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat
bagi manusia lainnya.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)
Adapun jikalau belum bisa memberikan manfaat kepada sesama, maka
ada baiknya kita juga mengingat hadits dari Baginda yang lain:
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اَلْمُسْلِمُوْنَ
مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim (yang baik) adalah seseorang yang kaum muslimin
selamat dari keburukan lisan dan tangannya.”
Kaum
Muslimin Rahimakumullah,
Ada perumpamaan menarik. Dikisahkan
seorang tukang air memiliki dua tempayan besar. Kedua tempayan itu digantung
pada kedua ujung sebuah pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya. Salah satu
dari tempayan itu, yaitu yang di sebelah kiri, retak. Akibatnya air di tempayan
retak itu yang dibawa dari sungai ke rumah majikannya, tinggal separo. Sisanya
berceceran di sebelah kiri jalan. Begitulah kejadian itu berlangsung 2 tahun. Konon
pada suatu hari si tempayan retak itu berkata kepada si tukang air: “Saya
sungguh malu pada diri saya sendiri dan saya mohon maaf kepadamu.” “Kenapa?”,
tanya si tukang air. “Aku selama ini hanya mampu membawa setengah porsi dari
yang seharusnya karena keretakanku. Karena cacatku ini, aku telah membuatmu
rugi.” Setelah terdiam sejenak, si tukang air berkata: “Apakah kamu
memperhatikan bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu? Kau tak pernah melihat
bunga di sisi jalan tempayan yang tidak retak itu. Hal itu karena aku menyadari
akan kekuranganmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga
di sepanjang jalan di sisimu. Setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata
air, kau mengairi benih-benih itu. Selama 2 tahun ini aku telah dapat memetik
bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu seperti
adanya, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”
Kaum
Muslimin Rahimakumullah,
Karena itu dalam pergaulan atau cara
memandang orang lain, kita tidak boleh menganggap remeh orang lain bagaimanapun
keadaannya. Kita patut menyimak pesan Nabi Yusuf As: “Tidak sekali-kali Anda
bertemu orang lain kecuali Anda melihat bahwa dia memiliki kelebihan di atas
Anda.” Demikian pula orang arif bijak mengajarkan kepada kita untuk bersangka
baik kepada orang lain, memandang bahwa mereka memiliki sisi kelebihan dan
kebaikan yang mungkin tidak kita ketahui, sambil mengelola hati agar tidak
jatuh kepada sikap takabur. Mereka berpesan: jika kita bertemu dengan mereka
yang lebih tua, maka katakanlah bahwa mereka telah lebih dahulu beriman, lebih
dahulu dan telah lebih banyak beramal shaleh. Dengan demikian, mereka lebih
baik daripadaku. Jika berhadapan dengan mereka yang lebih muda, maka katakanlah,
bahwa dosa mereka masih sedikit dibandingkan denganku. Dengan demikian ia lebih
baik dariku. Saat memandang teman sebaya, katakanlah aku lebih tahu akan dosa
dan kekuranganku, sementara aku tidak tahu akan keadaan dirinya. Aku tidak akan
mempertaruhkan keyakinanku (atas dosa yang aku lakukan) terhadap persangkaan
dan keraguanku atas dosa yang mungkin dia lakukan. Bila mendapat pujian dari
orang lain, maka itu semua adalah semata pandangan mereka dan kemurahan Allah
yang menutupi aib kita. Sehingga ada panduan doa dari Rasulullah Saw yang diriwayatkan
Imam Bukhari dan Baihaqi ketika seseorang mendapat pujian yang bunyinya
[اَللَّهُمَّ
لَاتُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ، وَاغْفِرْلِى مَالَا يَعْلَمُوْنَ،
وَاجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ ]
Yang
artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau menghukumku disebabkan pujian yang mereka
ucapkan, ampunilah aku atas kekurangan yang tidak mereka ketahui, dan jadikan
aku lebih baik daripada penilaian mereka atas diriku.”
Sedangkan
saat diri diremehkan oleh orang lain, maka katakanlah: “Hal ini terjadi akibat
kesalahan-kesalahanku sendiri.” Lalu bersegeralah memperbaiki diri.
Jamah
Jum’ah rahimakumullah....
Demikian
khutbah singkat yang dapat khatib sampaikan, moga bermanfaat bagi kita
sekalian.
وَقُلْ
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ...