Kamis, 29 Juli 2021

Khutbah Jumat “Di Pandangan Allah Tidak Ada yang Percuma”.

 

 

Khutbah Jumat “Di Pandangan Allah Tidak Ada yang Percuma”.

[dikutip dengan sedikit adaptasi dari buku “Di Bulan Ramadhan Hati Al-Qur’an Berdzikir” karya Ust. H. Uti Konsen U.M]

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ.قَالَ اللهُ فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْم: يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ . اَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

 

Alhamdulillahirabbil’alamin, marilah kita bersyukur kepada Allah Swt karena dengan kehendakNya jualah, kita bisa berkumpul dalam majelis Jumat yang berbahagia ini. Shalawat dan salam moga selalu tercurah kepada Nabi junjungan kita, Muhammad Saw, beserta ahli keluarga dan para sahabat beliau. Mengawali khutbah ini, tak lupa khatib berpesan, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Taqwa Sebagai insan yang faqir ilmu, khatib juga mengutarakan tidaklah yang berbicara ini lebih baik daripada yang mendengarkan. Kami memohon kepada Allah Swt, hidayah dan inayahNya semoga apa yang disampaikan mengandung kebenaran dan memberi kebermanfaatan.

 

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Pada hari Jumat yang diberkahi ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan judul

“Di Pandangan Allah Tidak Ada yang Percuma”.

Kaum muslimin, jamaah jumat rahimakumullah.....

            Sungguh menakjubkan manusia ciptaan Allah ini. Tidak ada seorangpun yang sidik jari atau retak tangannya sama. Falsafahnya, sudah merupakan sunnatullah bahwa tidak ada seorangpun yang bernasib persis sama. Semuanya memiliki kelebihan, sebagaimana semuanya pula memiliki kekurangan. Namun dengan potensinya masing-masing, siapa pun bisa mendekati Tuhan. Dengan kata lain tidak perlu ada istilah minder atau rendah diri. Sebagaimana Allah Swt menegaskan:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling  mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Seorang sufi bernama Abu Said Abul Khair berkata: “Banyak jalan mendekati Tuhan, sebanyak bilangan nafas para pencari Tuhan. Tetapi jalan yang paling dekat kepada Allah adalah membahagiakan orang lain di sekitarmu. Engkau berkhidmat kepada mereka.”

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra berpesan: “Hanya orang yang bekerja demi kesejahteraan orang lainlah yang akan mendapatkan kesejahteraan di akhirat.”

Imam Muhammad bin Al-Munkadir pernah ditanya: “Apakah amal yang paling utama?” Beliau menjawab: “Memberikan rasa bahagia kepada orang mukmin.” Ditanyakan pula: “Amal dunia apakah yang paling Anda sukai?” Beliau pun menjawab: “Berbuat lebih baik kepada kawan- kawan.”

Dan jika ingat kembali, ada sebuah hadits dari sahabat Jabir Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Adapun jikalau belum bisa memberikan manfaat kepada sesama, maka ada baiknya kita juga mengingat hadits dari Baginda yang lain:

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اَلْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim (yang baik) adalah seseorang yang kaum muslimin selamat dari keburukan lisan dan tangannya.”

 

Kaum Muslimin Rahimakumullah,

            Ada perumpamaan menarik. Dikisahkan seorang tukang air memiliki dua tempayan besar. Kedua tempayan itu digantung pada kedua ujung sebuah pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya. Salah satu dari tempayan itu, yaitu yang di sebelah kiri, retak. Akibatnya air di tempayan retak itu yang dibawa dari sungai ke rumah majikannya, tinggal separo. Sisanya berceceran di sebelah kiri jalan. Begitulah kejadian itu berlangsung 2 tahun. Konon pada suatu hari si tempayan retak itu berkata kepada si tukang air: “Saya sungguh malu pada diri saya sendiri dan saya mohon maaf kepadamu.” “Kenapa?”, tanya si tukang air. “Aku selama ini hanya mampu membawa setengah porsi dari yang seharusnya karena keretakanku. Karena cacatku ini, aku telah membuatmu rugi.” Setelah terdiam sejenak, si tukang air berkata: “Apakah kamu memperhatikan bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu? Kau tak pernah melihat bunga di sisi jalan tempayan yang tidak retak itu. Hal itu karena aku menyadari akan kekuranganmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu. Setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kau mengairi benih-benih itu. Selama 2 tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu seperti adanya, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”

 

Kaum Muslimin Rahimakumullah,

            Karena itu dalam pergaulan atau cara memandang orang lain, kita tidak boleh menganggap remeh orang lain bagaimanapun keadaannya. Kita patut menyimak pesan Nabi Yusuf As: “Tidak sekali-kali Anda bertemu orang lain kecuali Anda melihat bahwa dia memiliki kelebihan di atas Anda.” Demikian pula orang arif bijak mengajarkan kepada kita untuk bersangka baik kepada orang lain, memandang bahwa mereka memiliki sisi kelebihan dan kebaikan yang mungkin tidak kita ketahui, sambil mengelola hati agar tidak jatuh kepada sikap takabur. Mereka berpesan: jika kita bertemu dengan mereka yang lebih tua, maka katakanlah bahwa mereka telah lebih dahulu beriman, lebih dahulu dan telah lebih banyak beramal shaleh. Dengan demikian, mereka lebih baik daripadaku. Jika berhadapan dengan mereka yang lebih muda, maka katakanlah, bahwa dosa mereka masih sedikit dibandingkan denganku. Dengan demikian ia lebih baik dariku. Saat memandang teman sebaya, katakanlah aku lebih tahu akan dosa dan kekuranganku, sementara aku tidak tahu akan keadaan dirinya. Aku tidak akan mempertaruhkan keyakinanku (atas dosa yang aku lakukan) terhadap persangkaan dan keraguanku atas dosa yang mungkin dia lakukan. Bila mendapat pujian dari orang lain, maka itu semua adalah semata pandangan mereka dan kemurahan Allah yang menutupi aib kita. Sehingga ada panduan doa dari Rasulullah Saw yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Baihaqi ketika seseorang mendapat pujian yang bunyinya

[اَللَّهُمَّ لَاتُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ، وَاغْفِرْلِى مَالَا يَعْلَمُوْنَ، وَاجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ ]

Yang artinya: “Ya Allah, janganlah Engkau menghukumku disebabkan pujian yang mereka ucapkan, ampunilah aku atas kekurangan yang tidak mereka ketahui, dan jadikan aku lebih baik daripada penilaian mereka atas diriku.”

Sedangkan saat diri diremehkan oleh orang lain, maka katakanlah: “Hal ini terjadi akibat kesalahan-kesalahanku sendiri.” Lalu bersegeralah memperbaiki diri.

Jamah Jum’ah rahimakumullah....

Demikian khutbah singkat yang dapat khatib sampaikan, moga bermanfaat bagi kita sekalian.

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ...

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...