Kamis, 10 Juni 2021

KHUTBAH JUMAT: MEMAKNAI SHALAT KITA

 


اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ.قَالَ اللهُ فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْم: فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَوةَ فَاذْكُرُوا اللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا وَعَلَى جُنُوْبِكُمْ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلَوةَ اِنَّ الصَّلَوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوْتًا. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

Alhamdulillahirabbil’alamin, marilah kita bersyukur kepada Allah Swt karena dengan kehendakNya jualah, kita bisa berkumpul dalam majelis Jumat yang berbahagia ini. Shalawat dan salam moga selalu tercurah kepada baginda Nabi kita, Muhammad Saw, ahli keluarga dan para sahabat beliau. Mengawali khutbah ini, tak lupa khatib berpesan, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Sebagai insan yang faqir ilmu, khatib juga mengutarakan tidaklah yang berbicara ini lebih baik daripada yang mendengarkan. Kami memohon kepada Allah Swt hidayah dan inayahNya semoga apa yang disampaikan mengandung kebenaran dan memberi kebermanfaatan.

MASJID JAMI' JAMIATUL KHARIYAH, DESA SEKUDUK 

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Pada hari Jumat yang diberkahi ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan tema

“Memaknai Shalat Kita”.

Kaum muslimin, jamaah jumat rahimakumullah.....

Shalat merupakan suatu ibadah yang memiliki posisi penting dalam Islam dan kehidupan setiap muslim. Posisi penting shalat ini, dapat kita lihat dari sabda Rasulullah Saw dari Abdullah bin Qarth berikut:

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةَ، فَإِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ، فَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ.

“Sesuatu yang pertama kali dihisab dari seorang hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka seluruh amalnya akan baik. Jika shalatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalnya.”[1]

 

Kaum Muslimin Rahimakumullah,

Bagaimana penerimaan dan penghargaan kita terhadap sesuatu, tergantung apakah kita mengetahui nilai dari sesuatu tersebut. Emas dan perak, ditimbang sama berat. Keduanya sama logam, sama benda padat. Tapi kita tahu, jika ditukar dengan nilai uang tentulah emas dihargai lebih mahal dari perak. Begitulah juga dengan perbuatan-amaliyah kita, ibadah shalat tidak akan kita anggap istimewa jikalau kita tidak tahu nilai atau rahasia yang ada di balik pelaksanaannya dan hal-hal yang mengiringinya. Oleh karena itu, khatib akan kutip beberapa poin yang kiranya memadai untuk majelis hari ini.

 

Poin pertama,

Sebelum melaksanakan shalat, menjadi suatu kemestian setiap muslim untuk berwudhu’. Hikmah apa yang ada dalam wudhu’ ini?

Abdullah Ash-Shunabihi r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,

 “Ketika seorang hamba berwudhu’, kemudian ia berkumur maka dosa-dosanya keluar dari mulutnya; ketika ia menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkan kembali, maka dosa-dosanya keluar dari hidungnya; ketika ia membasuh wajahnya maka dosa-dosanya keluar dari wajahnya bahkan hingga keluar dari kedua tepi pelupuk matanya; ketika ia membasuh kedua tangannya maka dosa-dosanya keluar dari tangannya, bahkan hingga keluar dari seluruh kuku tangannya; ketika ia mengusap kepalanya maka dosa-dosanya keluar dari kepalanya, bahkan hingga keluar dari telinganya; dan ketika ia membasuh kedua kakinya maka dosa-dosanya keluar dari kakinya, bahkan hingga keluar dari seluruh kuku kakinya. Selain itu, shalat dan perjalanannya menuju masjid merupakan pahala tambahan baginya.”(HR. Malik, Nasa’i, Ibnu Majah, Hakim)[2]

Kemudian setelah wudhu’, kita juga diajarkan doa yang ternyata memiliki hikmah yang begitu besar. Marilah kita simak hadits riwayat Muslim dari sahabat Umar r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوُضُوْءَ ثُمَّ يَقُوْلُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيَّهَا شَاءَ.

“Jika salah seorang dari kalian berwudhu’, lalu menyempurnakan wudhu’nya, kemudian berkata, ‘Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah,’ maka delapan pintu surga akan dibukakan untuknya dan dia bisa masuk lewat pintu mana pun.”

 

Poin kedua,

Di balik adzan juga memiliki fadhilah (keutamaan) tersendiri. Kita mulai dari keutamaan muadzin.

رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلٌ الْمُؤَذِّنُوْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ أَعْنَاقًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Muslim meriwayatkan dari Mu’awiyah r.a. ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: ‘Para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya kelak di hari kiamat.’”

Dalam catatan kaki kitab Ringkasan Riyadhush Shalihin, penterjemah mengutip penjelasan dari Syarah Shahih Muslim karya An-Nawawi bahwa maksud panjangnya leher muadzin di sini memiliki beberapa makna. Pertama, muadzin ialah orang yang paling banyak melihat adanya rahmat Allah kelak pada hari kiamat, sebab orang yang melihat sesuatu yang jauh itu tentu memanjangkan lehernya supaya bisa melihat sesuatu tersebut. Kedua, makna ialah para muadzin termasuk golongan yang selamat dari tenggelam dalam kubangan keringat pada Hari Kiamat karena lehernya yang panjang. Ketiga, maksudnya ialah para muadzin termasuk golongan yang segera dimasukkan ke dalam surga. [3]

Kemudian ada juga doa yang disunatkan untuk dibaca setelah adzan. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda,

مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةَ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِى وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Barang siapa setelah mendengar azan mengucapkan, ‘Ya Allah, Pemilik seruan yang sempurna ini, berikanlah kepada Nabi Muhammad al-wasilah (satu kedudukan di surga) dan keutamaan, berikanlah kepadanya kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan,’ maka ia pasti mendapatkan syafaatku di Hari Kiamat.”[4]

 

Poin ketiga,

Memahami makna Al-Fatihah.

Jamaah Jumat rahimakumullah, di antara yang dapat mendatangkan rasa khusyu’ dalam shalat ialah memahami apa yang kita baca. Dalam hal ini, setidaknya marilah kita simak sabda Rasulullah Saw berikut yang menjelaskan kepada kita bahwa shalat itu ialah benar-benar bentuk komunikasi seorang Muslim kepada Allah, Tuhannya. Dalam tafsirnya, Imam Ibnu Katsir mengemukakan sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:

‘Allah Swt berfirman: ‘Aku bagikan shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.

Bila seorang hamba berkata,  اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).’

Allah berfirman, حَمَدَنِى عَبْدِى (Hamba-Ku telah memuji-Ku).

Bila ia berkata, : اَلرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

Allah berfirman, أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِى (Hamba-Ku telah menyanjung-Ku).

Bila ia berkata, مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ (Yang Menguasai Hari Pembalasan).

Maka Allah berfirman, مَجَّدَنِى عَبْدِى (Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku), dan adakalanya Dia berfirman, فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِى (Hamba-Ku telah  berserah diri pada-Ku). Bila ia berkata, إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan),

maka Allah berfirman, هَذَا بَيْنِى وبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ (Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta).

Bila ia berkata, : اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَاالضَّآلِّيْنَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat),

maka Allah berfirman, هَذَا بَيْنِى وبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ (Ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta).”[5]

Setelah membaca surat Al-Fatihah, baik imam atau makmum membaca amin. Adapun lafal “amin” yang singkat ini, ternyata memiliki keutamaannya yang tersendiri. Apakah itu?

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,

إِذَا قَالَ الْاِمَامُ: {غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ} فَقُوْلُوْا: آمِيْنَ، فَاِنَّ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلآئِكَةِ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“Apabila imam telah membaca غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ, ucapkanlah ‘amin’ sebab siapa saja yang ucapan (amin)nya berbarengan dengan ucapan malaikat, dosanya diampuni, baik dosa yang lalu.” (HR. Bukhari)

.

Poin keempat,

Shalat mencakup seluruh rukun Islam. Untuk hal ini, kami kutipkan secara singkat dan bil ma’na bagaimana penjelasan dari seorang ulama tafsir yaitu Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi. Rukun Islam terdiri atas 5 perkara: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Bagaimanakah maksud dari pernyataan bahwa shalat mencakup keseluruhan rukun Islam tersebut? Dalam shalat ada syahadat. Hal ini tercermin dari adanya lafal syahadatain (dua kalimat syahadat) dalam tasyahahud akhir yang merupakan rukun pada setiap shalat. Dalam shalat juga ada puasa. Puasa secara bahasa artinya menahan. Sedangkan secara istilah, menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, yaitu mulai dari fajat hingga matahari terbenam dan disertai dengan niat.[6] Demikian dalam Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq. Sedangkan shalat didefinisikan sebagai ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan khusus, dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Jika dalam puasa kita dilarang makan, minum dan hal lain yang dapat membatalkannya, maka dalam shalat ketika kita melakukan takbiratul ihram, maka haramlah, terlaranglah hal asalnya di luar shalat dibolehkan. Makan, minum, bahkan berbicara dan bergerak juga dibatasi agar tidak membatalkan shalat yang tengah didirikan. Di dalam shalat juga ada zakat. Bagaimana penjelasannya? Zakat itu ialah memberikan sebagian dari harta yang tertentu kepada yang berhak dengan beberapa syarat. Adapun harta itu sendiri ialah buah dari pengorbanan waktu. Seseorang yang yang mengorbankan waktunya untuk berkebun atau bertani, maka ia mendapatkan hasil panen dari perkebunan atau pertaniannya. Orang yang mengorbankan waktu untuk bekerja kantoran atau lembaga tertentu juga akan menyerahkan waktunya sekian jam per hari yang diakumulasikan dalam sebulan dan kemudian diberi pengganti berupa gaji. Jadi hakikat dari zakat barang atau uang itu hanya dapat diperoleh dari pemberdayaan waktu. Shalat hakikatnya merupakan pengorbanan waktu setiap muslim untuk meluangkan masa berkomunikasi dengan Allah Swt, Tuhan mereka. Dalam shalat juga ada haji, karena ketika shalat kita menghadirkan Baitullah, menghadap dan mengarah padanya.

Demikian khutbah jumat yang dapat khatib sampaikan, moga bermanfaat bagi kita sekalian.

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ...

 

 

 

 

Khutbah kedua....

اَلْحَمْدُللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدِ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَر. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الْغُرَر. فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ تَعَلَى: اِنَّا اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ  يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ, وَالْمُسْلِمِيْنِ وَالْمُسْلِمَات, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَات, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. فَيَا عِبَادَ اللهَ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَان وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّروْنَ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ

 

[9.6.21, 23: 32]



[1] Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Penerbit Pena Pundi Aksara, Jakarta, Jilid 2, Cetakan iii, hal. 140.

[2] Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Penerbit Pena Pundi Aksara, Jakarta, Jilid 1, Cetakan iii, hal. 56. Adapun matan haditsnya sebagai berikut:

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ فَتَمَضْمَضَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ فِيْهِ، فَإِذَا اسْتَنْشَرَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ أَنْفِهِ، فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ وَجْهِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَشْفَارِعَيْنَيْهِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ يَدَيْهِ حَتَّي تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ يَدَيْهِ، فَإِذَا مَسَحَ بِرَأْسِهِ  خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رَأْسِهِ حَتَّي تَخْرُجَ مِنْ أُذُنَيْهِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رِجْلَيْهِ حَتَّي تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ رِجْلَيْهِ، ثُمَّ كَانَ مَشْيُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ وَصَلَاتُهُ نَافِلَةً لَهُ.       

 

[3] Ringkasan Riyadhush Shalihin, peringkas: Syaikh Yusuf An-Nabhani,  edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Irsyad Baitus Salam. Cet. X, h. 77.

[4] Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Penerbit Pena Pundi Aksara, Jakarta, Jilid 1, Cetakan iii, hal. 185.

[5] Tafsir Ibnu Katsir, Penerbit Sinar Baru Algesindo, Cet. I, tahun 2000. Hal. 46-47.

Matan haditsnya sebagai berikut:

فَاِنِّى سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِى وبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ. وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَاِذَا قَالَ الْعَبْدُ: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. قَالَ اللهُ: حَمَدَنِى عَبْدِى.  وَاِذَا قَالَ: اَلرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ. قَالَ اللهُ: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِى. فَاِذَا قَالَ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ. قَالَ: مَجَّدَنِى عَبْدِى،  وَقَالَ مَرَّةً: فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِى. فَاِذَا قَالَ: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنَ. قَالَ: هَذَا بَيْنِى وبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَاِذَا قَالَ: اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَاالضَّآلِّيْنَ. قَالَ: هَذَا بَيْنِى وبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ

[6] Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Penerbit Pena Pundi Aksara, Jakarta, Jilid 2, Cetakan iii, hal. 189.

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...