Kamis, 15 Oktober 2020

Khutbah Jum'at: Agar Berbagai Aktivitas Keseharian Bernilai Ibadah

 

 

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالَّرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. 

 

Alhamdulillahirabbil’alamin, marilah kita bersyukur kepada Allah Swt karena dengan kehendakNya jualah, kita bisa berkumpul dalam majelis Jumat yang berbahagia ini. Shalawat dan salam moga selalu tercurah kepada baginda Nabi kita, Muhammad Saw, ahli keluarga dan para sahabat beliau. Mengawali khutbah ini, tak lupa khatib berpesan, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt.

Kaum Muslimin Rahimakumullah.

Pada hari Jumat yang diberkahi ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan tema 

“Agar Berbagai Aktivitas Keseharian Bernilai Ibadah”.

Kaum muslimin, jamaah jumat rahimakumullah.....

Allah Swt berfirman dalam Surat Adz-Dzariyat: 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ.

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

 

          Melihat sekilas arti ayat ini, tersirat pesan kita mestilah memanfaatkan setiap saat untuk melakukan ibadah. Akan tetapi, apakah berarti kita harus shalat terus-menerus, puasa tanpa berbuka, menghafal dan membaca Al-Qur’an saban waktu, atau memenuhkan masa dengan berbagai ritual ibadah lain setiap saat? Tentu tidak! Karena ibadah tak hanya diartikan sebagai kegiatan ritual semata, tapi juga kegiatan sosial dan muamalah. Kita bekerja, berdagang, belajar, memasak, berdagang, mencuci piring, bahkan mandi setiap hari juga bisa bernilai ibadah jika memang diniatkan demikian. Bukankah segala perbuatan akan dinilai oleh Allah Swt bergantung pada niatnya.

          Lantas, mengapakah kegiatan-kegiatan yang berorientasi kehidupan dunia ini dapat disebut dan dimasukkan dalam bentuk ibadah? Karena demikianlah Allah memerintahkan, hidup manusia haruslah seimbang. Allah lah yang menciptakan siang untuk bekerja dan malam untuk istirahat. Allah lah yang menyuruh manusia untuk menikah, berketurunan. Dia memberikan tuntunan bagi manusia untuk bermuamalah dengan sesama manusia, baik orang tua, anak-anak, tetangga, kaya maupun fakir miskin. Semua tuntunan ini disebut di dalam Al-Qur’an serta dikukuhkan dan dijelaskan dalam sunnah/hadits Rasulullah Saw.

          Dengan demikian, sepatutnya bagi setiap muslim untuk menyelaraskan kehidupan duniawinya dengan kebutuhan hidup akhiratnya agar ia menjadi orang yang beruntung. Tak hanya di dunia, terlebih lagi di akhirat nanti.

 

          Akan tetapi, kita juga sadar betapa singkatnya hidup manusia di dunia ini jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal lagi abadi. Perihal usia umatnya, Rasulullah Saw bersabda dari Abu Hurairah ra:

 

أَعْمَارُ اُمَّتِيْ بَيْنَ السِّتِّيْنَ اِلَى السَّبْعِيْنَ وَاَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَالِكَ.

 

“Usia umatku (umumnya) antara 60-70 tahun. Jarang sekali di antara mereka yang melewati (angka) itu. (HR. At-Tirmidzi). Ketika ditanya tentang hadits ini Imam Nawawi, ia berkata hadits ini hasan. Demikian dalam Fatawal Imamin Nawawi.

 

Kaum muslimin, jamaah jumat rahimakumullah.....

Baiklah, dengan dasar ini, mari kita sejenak merenung dan berandai.

Anggaplah kita diberi jatah umur sama dengan Rasulullah Saw. Anggap saja kita semua akan dijatah hidup mencapai usia 63 tahun.

Nah, dalam sebuah penelitian, disebutkan tidur yang sehat itu berkisar antara 6-7 jam per hari.

Selanjutnya, berdasarkan perhitungan kira-kira ini, mari kita lanjutkan perhitungan tersebut.

Jika kita ambil rata-rata kita tidur 7 jam per hari untuk standar tidur yang sehat, maka dalam usia 63 tahun, secara ringkasnya, kita menghabiskan 18 tahun hanya untuk tidur saja. Belum lagi kalau hitungan kira-kira ini kita lanjutkan dengan menambahkan jam kerja kita. Masih dengan jatah usia 63 tahun, misalnya kita bekerja 7 jam per hari. Maka secara hitung-hitungan, singkatnya manusia menghabiskan 21 tahun. Jika ditambahkan, maka untuk untuk tidur dan bekerja saja kita sudah menghabiskan 39 tahun. Sisanya 24 tahun usia kita. Belum lagi kalau dikurangi dengan waktu yang dihabiskan untuk bermain-main, nongkrong, berpesta, jalan-jalan, dan sederet aktivitas lainnya.

 

Kaum muslimin, jamaah jumat rahimakumullah.....

Dengan bercermin pada hal tersebut sebelumnya, maka ada baiknya bagi kita untuk segera berbenah untuk mengisi masa sebaik mungkin agar kita tidak termasuk golongan yang merugi. Untuk itu sangat beralasan bagi kita untuk selalu mengingat peringatan Allah Swt dalam Surat Al-Ashr.

 

وَالْعَصْرِ. اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ. اِلَّاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَعَمِلُواالصَّلِحَتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.  

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Al-Ashr: 1-3)

 

Jika demikian halnya, bukankah tidur, bekerja, makan minum dan beragam kegiatan manusia merupakan suatu yang tidak bisa tidak perlu untuk dipenuhi dalam rangka menjaga keberlangsungan hidupnya.

Di sini khatib mengutip tips yang bisa kita terapkan agar kegiatan harian kita bernilai ibadah.

Para ulama biasa menjelaskan suatu kaidah, bahwa setiap amal yang hukum asalnya mubah (boleh) seperti makan, minum, dan sebagainya) bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah, APABILA diniatkan untuk melakukan ibadah (pengabdian/penghambaan/pelaksanaan kepatuhan pada aturan Allah). Imam Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan:

اَنَّ الْمُبَاحَ اِذَا قَصَدَ بِهِ وَجْه اللهِ تَعَلَى صَارَ طَاعَة, وَيُثَاب عَلَيْهِ.

 

“Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allahta’ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran).  

Kadiah ini adalah:

اَلْعَادَاتُ تَنْقَلِبُ عِبَادَاتِ بِالنِّيَّاتِ الصَّالِحَاتِ.

“Kebiasaan (adat) berubah menjadi ibadah dengan niat shaleh.”

Yang dimaksud dengan adat dalam kaidah ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan manfaat dunia saja, seperti makan, minum, tidur, bekerja, nikah dan lainnya. Kaidah ini menjelaskan tentang keberadaan amalan dan aktivitas yang termasuk kategori hukum asalnya mubah, namun akan bernilai ibadah apabila diiringi dengan niat yang shaleh. Untuk mewujudkannya, seseorang dituntut untuk memunculkan niat ta’abbud (peribadahan) di dalam hatinya setiap kali hendak mengerjakan perkara mubah tersebut, dan juga ketika mengerjakannya. Perbuatan mubah juga bisa menjadi maksiat jika disertai niat yang jelek.

 

Contoh penerapan kaidah ini misalnya:

1.       Makan dan minum. Asalnya perbuatan ini adalah rutinitas dan kebiasaan yang hukumnya mubah. Seseorang tidak berpahala atau berdosa ketika mengerjakannya. Akan tetapi, status ubah ini bisa menjadi ibadah dengan menerapkan kaidah di atas. Misalnya sesaat akan makan, kita munculkan niat dengan makan minum untuk menguatkan badan agar maksimal dalam beribadah. Menyertainya dengan adab atau sunnah yang diajarkan Rasulullah Saw seperti mengawali dengan bismillah, makan dengan tangan kanan, mulai mengambil makanan dari yang terdekat dan lain-lain. Dengan ini waktu yang dihabiskan untuk makan minum ini, tiap saatnya akan bernilai ibadah.

2.     Membeli barang-barang seperti mobil, pakaian, rumah, beraneka ragam makanan dan minuman, perlengkapan rumah tangga dan sebagainya, asalnya adalah perkara mubah. Semua ini akan bernilai ibadah jika disertai niat shalih. Misalnya pakaian agar bisa menutup aurat karena itu perintah Allah dan menjaga kehormatannya, belanja agar bisa memberi keluarga dari sumber yang halal, membantu perekonomian umat atau saudara seiman, belanja agar bisa berbagi atau bersedekah darinya, dan sebagainya.

3.     Memakai jam tangan agar ingat waktu shalat wajib, kapan shalat dhuha, mengetahui kapan waktu berbuka puasa dan sebagainya.

4.     Dalam hal berangkat ke tempat bekerja. Hal ini biasanya memakan cukup banyak waktu. Dengan kaidah di atas, jika diterapkan maka pekerjaan kita, dimulai dari berangkat hingga kembali bisa bernilai ibadah. Misalnya, niat untuk mencari harta yang halal, atau meniatkan hasil dari kerja untuk memberi nafkah yang halal lagi baik untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, entah itu orang tua, anak istrinya dan lainnya.

5.     Tidur. Siapakah yang dapat hidup tanpa tidur. Bahkan tidur sebagai bentuk istirahat yang mengimbangi beragam aktivitas kegiatan manusia, ia termasuk kebutuhan badan yang utama. Setelah melakukan berbagai kegiatan, tubuh akan kelelahan. Dan tidur adalah sarana untuk mengembalikan kekuatan dan kesegaran tubuh. Nah, tidur sebagai keperluan alami manusia ini dapat bernilai ibadah. Misalnya: niatkanlah ibadah, mengembalikan kekuatan agar bisa beramal lebih baik dan lebih banyak. tidur dengan menerapkan adab yang diajarkan Rasulullah Saw misalnya: berwudhu terlebih dahulu, mengucapkan dzikir atau doa yang disunnatkan, tidur dengan memiringkan tubuh ke sisi kanan. Dengan demikian moga tidur ini pun bernilai ibadah.

6.    Bertamasya, bepergian, liburan, menikmati keindahan alam. Ini pun bisa bernilai ibadah selama tidak mengantarkan kita pada perkara yang haram. Niatkan untuk merehatkan jiwa, mengendurkan pikiran, sehingga setelahnya kita siap dan sigap untuk kembali bergelut dengan berbagai amalan kebaikan lainnya.

 Menutup penjelasan ini, kita kutip pesan para ulama:

“Orang yang cerdas, dia jadikan amalan mubahnya menjadi ibadah. Adapun orang yang lalai, dia jadikan amalan ibadahnya semata-mata kebiasaan (rutinitas saja).”

 

Demikian khutbah jumat yang dapat khatib sampaikan, moga bermanfaat bagi kita sekalian.

وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ...

 

 

Khutbah kedua....

اَلْحَمْدُللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدِ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَر. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الْغُرَر. فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ تَعَلَى: اِنَّا اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ  يَااَيُّهَا

الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ, وَالْمُسْلِمِيْنِ وَالْمُسْلِمَات, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَات, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. فَيَا عِبَادَ اللهَ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَان وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّروْنَ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ

 

KHUTBAH JUM'AT: SEMANGAT TAHUN BARU HIJRIYAH DAN MUHASABAH

                اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُوْهُ وَنَعُوْذُ ب...