اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ َوَرَحْمَتُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا
نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا
النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ وَالَّرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا
عِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ.
Alhamdulillahirabbil’alamin,
marilah kita bersyukur kepada Allah Swt karena dengan kehendakNya
jualah, kita bisa berkumpul dalam majelis Jumat yang berbahagia ini. Shalawat
dan salam moga selalu tercurah kepada baginda Nabi kita, Muhammad Saw, ahli
keluarga dan para sahabat beliau. Mengawali khutbah ini, tak lupa khatib
berpesan, marilah kita selalu menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada
Allah Swt.
Kaum Muslimin
Rahimakumullah.
Pada hari Jumat yang diberkahi ini, khatib akan menyampaikan khutbah dengan tema
“Agar Berbagai Aktivitas Keseharian Bernilai Ibadah”.
Kaum muslimin, jamaah
jumat rahimakumullah.....
Allah Swt
berfirman dalam Surat Adz-Dzariyat: 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنَ.
“Dan tidaklah Aku ciptakan
jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(Adz-Dzariyat: 56)
Melihat sekilas arti ayat ini, tersirat pesan kita mestilah
memanfaatkan setiap saat untuk melakukan ibadah. Akan tetapi, apakah berarti
kita harus shalat terus-menerus, puasa tanpa berbuka, menghafal dan membaca
Al-Qur’an saban waktu, atau memenuhkan masa dengan berbagai ritual ibadah lain
setiap saat? Tentu tidak! Karena ibadah tak hanya diartikan sebagai kegiatan
ritual semata, tapi juga kegiatan sosial dan muamalah. Kita bekerja, berdagang,
belajar, memasak, berdagang, mencuci piring, bahkan mandi setiap hari juga bisa
bernilai ibadah jika memang diniatkan demikian. Bukankah segala perbuatan akan
dinilai oleh Allah Swt bergantung pada niatnya.
Lantas, mengapakah kegiatan-kegiatan yang berorientasi
kehidupan dunia ini dapat disebut dan dimasukkan dalam bentuk ibadah? Karena demikianlah
Allah memerintahkan, hidup manusia haruslah seimbang. Allah lah yang
menciptakan siang untuk bekerja dan malam untuk istirahat. Allah lah yang
menyuruh manusia untuk menikah, berketurunan. Dia memberikan tuntunan bagi
manusia untuk bermuamalah dengan sesama manusia, baik orang tua, anak-anak,
tetangga, kaya maupun fakir miskin. Semua tuntunan ini disebut di dalam Al-Qur’an
serta dikukuhkan dan dijelaskan dalam sunnah/hadits Rasulullah Saw.
Dengan demikian, sepatutnya bagi setiap muslim untuk
menyelaraskan kehidupan duniawinya dengan kebutuhan hidup akhiratnya agar ia
menjadi orang yang beruntung. Tak hanya di dunia, terlebih lagi di akhirat
nanti.
Akan tetapi, kita juga sadar betapa singkatnya hidup manusia
di dunia ini jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal lagi abadi. Perihal
usia umatnya, Rasulullah Saw bersabda dari Abu Hurairah ra:
أَعْمَارُ اُمَّتِيْ بَيْنَ السِّتِّيْنَ اِلَى السَّبْعِيْنَ
وَاَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَالِكَ.
“Usia umatku (umumnya) antara
60-70 tahun. Jarang sekali di antara mereka yang melewati (angka) itu. (HR.
At-Tirmidzi). Ketika ditanya tentang hadits ini Imam Nawawi, ia berkata hadits
ini hasan. Demikian dalam Fatawal Imamin Nawawi.
Kaum muslimin, jamaah
jumat rahimakumullah.....
Baiklah,
dengan dasar ini, mari kita sejenak merenung dan berandai.
Anggaplah kita diberi jatah
umur sama dengan Rasulullah Saw. Anggap saja kita semua akan dijatah hidup
mencapai usia 63 tahun.
Nah, dalam sebuah penelitian,
disebutkan tidur yang sehat itu berkisar antara 6-7 jam per hari.
Selanjutnya, berdasarkan
perhitungan kira-kira ini, mari kita lanjutkan perhitungan tersebut.
Jika kita ambil rata-rata
kita tidur 7 jam per hari untuk standar tidur yang sehat, maka dalam usia 63
tahun, secara ringkasnya, kita menghabiskan 18 tahun hanya untuk tidur saja. Belum
lagi kalau h
Kaum muslimin, jamaah
jumat rahimakumullah.....
Dengan bercermin
pada hal tersebut sebelumnya, maka ada baiknya bagi kita untuk segera berbenah
untuk mengisi masa sebaik mungkin agar kita tidak termasuk golongan yang
merugi. Untuk itu sangat beralasan bagi kita untuk selalu mengingat peringatan
Allah Swt dalam Surat Al-Ashr.
وَالْعَصْرِ. اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ. اِلَّاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا
وَعَمِلُواالصَّلِحَتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta
saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Al-Ashr:
1-3)
Jika demikian
halnya, bukankah tidur, bekerja, makan minum dan beragam kegiatan manusia
merupakan suatu yang tidak bisa tidak perlu untuk dipenuhi dalam rangka menjaga
keberlangsungan hidupnya.
Di sini
khatib mengutip tips yang bisa kita terapkan agar kegiatan harian kita bernilai
ibadah.
Para ulama
biasa menjelaskan suatu kaidah, bahwa setiap amal yang hukum asalnya mubah
(boleh) seperti makan, minum, dan sebagainya) bisa mendapatkan pahala dan
bernilai ibadah, APABILA diniatkan untuk melakukan ibadah
(pengabdian/penghambaan/pelaksanaan kepatuhan pada aturan Allah). Imam Nawawi
dalam Syarh Muslim mengatakan:
اَنَّ الْمُبَاحَ اِذَا قَصَدَ بِهِ وَجْه اللهِ تَعَلَى صَارَ
طَاعَة, وَيُثَاب عَلَيْهِ.
“Sesungguhnya
perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allahta’ala,
maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran).
Kadiah ini adalah:
اَلْعَادَاتُ تَنْقَلِبُ عِبَادَاتِ بِالنِّيَّاتِ الصَّالِحَاتِ.
“Kebiasaan (adat) berubah
menjadi ibadah dengan niat shaleh.”
Yang dimaksud
dengan adat dalam kaidah ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh manusia
untuk mendapatkan manfaat dunia saja, seperti makan, minum, tidur, bekerja,
nikah dan lainnya. Kaidah ini menjelaskan tentang keberadaan amalan dan
aktivitas yang termasuk kategori hukum asalnya mubah, namun akan bernilai
ibadah apabila diiringi dengan niat yang shaleh. Untuk mewujudkannya, seseorang
dituntut untuk memunculkan niat ta’abbud (peribadahan) di dalam hatinya setiap
kali hendak mengerjakan perkara mubah tersebut, dan juga ketika mengerjakannya.
Perbuatan mubah juga bisa menjadi maksiat jika disertai niat yang jelek.
Contoh penerapan kaidah ini misalnya:
1.
Makan dan minum. Asalnya
perbuatan ini adalah rutinitas dan kebiasaan yang hukumnya mubah. Seseorang tidak
berpahala atau berdosa ketika mengerjakannya. Akan tetapi, status ubah ini bisa
menjadi ibadah dengan menerapkan kaidah di atas. Misalnya sesaat akan makan,
kita munculkan niat dengan makan minum untuk menguatkan badan agar maksimal
dalam beribadah. Menyertainya dengan adab atau sunnah yang diajarkan Rasulullah
Saw seperti mengawali dengan bismillah, makan dengan tangan kanan, mulai
mengambil makanan dari yang terdekat dan lain-lain. Dengan ini waktu yang
dihabiskan untuk makan minum ini, tiap saatnya akan bernilai ibadah.
2. Membeli barang-barang
seperti mobil, pakaian, rumah, beraneka ragam makanan dan minuman, perlengkapan
rumah tangga dan sebagainya, asalnya adalah perkara mubah. Semua ini akan
bernilai ibadah jika disertai niat shalih. Misalnya pakaian agar bisa menutup
aurat karena itu perintah Allah dan menjaga kehormatannya, belanja agar bisa
memberi keluarga dari sumber yang halal, membantu perekonomian umat atau
saudara seiman, belanja agar bisa berbagi atau bersedekah darinya, dan
sebagainya.
3. Memakai jam
tangan agar ingat waktu shalat wajib, kapan shalat dhuha, mengetahui kapan waktu
berbuka puasa dan sebagainya.
4. Dalam hal
berangkat ke tempat bekerja. Hal ini biasanya memakan cukup banyak waktu. Dengan
kaidah di atas, jika diterapkan maka pekerjaan kita, dimulai dari berangkat
hingga kembali bisa bernilai ibadah. Misalnya, niat untuk mencari harta yang
halal, atau meniatkan hasil dari kerja untuk memberi nafkah yang halal lagi
baik untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, entah itu orang tua, anak
istrinya dan lainnya.
5. Tidur. Siapakah
yang dapat hidup tanpa tidur. Bahkan tidur sebagai bentuk istirahat yang
mengimbangi beragam aktivitas kegiatan manusia, ia termasuk kebutuhan badan
yang utama. Setelah melakukan berbagai kegiatan, tubuh akan kelelahan. Dan tidur
adalah sarana untuk mengembalikan kekuatan dan kesegaran tubuh. Nah, tidur
sebagai keperluan alami manusia ini dapat bernilai ibadah. Misalnya: niatkanlah
ibadah, mengembalikan kekuatan agar bisa beramal lebih baik dan lebih banyak. tidur
dengan menerapkan adab yang diajarkan Rasulullah Saw misalnya: berwudhu
terlebih dahulu, mengucapkan dzikir atau doa yang disunnatkan, tidur dengan
memiringkan tubuh ke sisi kanan. Dengan demikian moga tidur ini pun bernilai
ibadah.
6.
Bertamasya, bepergian,
liburan, menikmati keindahan alam. Ini pun bisa bernilai ibadah selama tidak
mengantarkan kita pada perkara yang haram. Niatkan untuk merehatkan jiwa,
mengendurkan pikiran, sehingga setelahnya kita siap dan sigap untuk kembali
bergelut dengan berbagai amalan kebaikan lainnya.
Menutup penjelasan ini, kita kutip pesan para
ulama:
“Orang yang cerdas, dia
jadikan amalan mubahnya menjadi ibadah. Adapun orang yang lalai, dia jadikan
amalan ibadahnya semata-mata kebiasaan (rutinitas saja).”
Demikian khutbah jumat yang
dapat khatib sampaikan, moga bermanfaat bagi kita sekalian.
وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ...
Khutbah
kedua....
اَلْحَمْدُللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا
اَمَرَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
اِرْغَامًا جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ سَيِّدِ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَر. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ
الْغُرَر. فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا
تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ تَعَلَى: اِنَّا اللهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ
يَااَيُّهَا
الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْ عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ
الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ, وَالْمُسْلِمِيْنِ
وَالْمُسْلِمَات, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَات, اِنَّكَ سَمِيْعٌ
قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات. رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ
هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّاب. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ. فَيَا عِبَادَ اللهَ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَالْاِحْسَان وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّروْنَ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ